30. Serbuan Rumah Sakit

108K 14.8K 2K
                                    


Yena berlari, makin terengah karena sedari tadi panik dan terburu. Ia mempercepat langkah melihat sosok Theo berdiri di depan UGD.

"Yong, Yong, gimana?" tanya Yena langsung menyerobot, mulai bergetar tak karuan.

Melihat gadis itu kalut, Theo mencoba menenangkan. "Dia cuma kesrempet kok, bukan kecelakaan besar."

"Ya tapi tetep aja kan!" Suara Yena meninggi tanpa sadar, dan berikutnya tersadar berada di koridor rumah sakit. "Elo ajak kemana sih? Gimana bisa kayak gini?" tanyanya menyalahkan.

"Dia ngindarin anak kecil nyebrang, jadi ngerem mendadak terus ditabrak dari belakang," kata Theo mencoba setenang mungkin. Mencoba tak membuat gadis ini makin kalut.

Walau yang ada hidung Yena sudah memerah dan menahan isak. Ia mengalihkan wajah, menahan untuk tak meledakkan tangis. Digigitnya bibir bawah, membatin doa.

Dua orang keluar dari ruang UGD, membuat mereka menolehkan kepala. Yena mengenalinya, orangtua Eno.

"Gimana tante?" tanya Theo segera mendekat diikuti Yena.

"Nggak perlu operasi, cuma luka ringan," jawab wanita cantik itu tersenyum tipis. "Kamu pulang aja dulu, Eno nggak papa kok."

Yena memainkan jari-jarinya gelisah, lalu mendekat. "Luka ringan gimana tante? Dia sadar kan? Nggak kesakitan kan? Dokter udah kasih apa? Dia shock nggak? Udah bisa dijenguk? Inap? Atau boleh pulang?" tanyanya langsung beruntut.

Theo memandangi ekspresi kedua orang tua Eno yang agak berubah melihat gadis mungil ini sangat khawatir, ia berdehem. "Ini Yena, temen sekelas Eno juga tante, om. Temen deket," kata Theo penuh arti, membuat kedua orang itu mengerti.

Mama Eno tersenyum, mencoba menenangkan. "Eno nggak parah kok, Yena. Walau belum sadar tapi kata dokter tubuhnya cuma butuh istirahat sebentar," ucapnya lembut.

Yena menggigit bibir, tak bisa benar-benar tenang sebelum melihat pemuda itu langsung.

"Tante sama Om mau ke administrasi dulu, kalian pulang aja baru pulang sekolah, kan? Makan dulu," kata Mama Eno melihat Theo dan Yena masih memakai seragam sekolah. "Doain aja Eno cepet pulih ya."

Theo mencoba tersenyum. Padahal dalam hati, ia sama gelisahnya seperti Yena. Sampai sekarang Theo tak bisa masuk ke dalam, karena hanya kerabat yang boleh menemani pasien. Kekalutan Theo hanya terlihat saat ia berlari melempar motornya begitu saja, menghampiri Eno yang terjatuh di tengah jalan. Berteriak panik pada siapapun untuk segera membawa sahabatnya itu ke rumah sakit terdekat. Dan sampai orangtua Eno datang, Theo kembali memakai topeng tenang andalannya.

"Ayo, Na," kata Theo meraih bahu Yena.

"Tapi Yong-" Yena memandangi ketua kelasnya itu. Matanya berair sudah, memelas.

"Eno belum boleh diliat, masih diobatin. Kita makan dulu," kata Theo seakan tak mau dibantah.

Yena mau tak mau mengangguk pamit pada orangtua Eno, tertarik pasrah mengekori Theo menyusuri koridor rumah sakit.

Hening. Keduanya saling diam berjalan bersampingan. Yena yang masih berkaca dengan raut tak tenang, dan Theo yang datar diam-diam melamun.

Mereka yang melewati lobby tersentak, kompak mengangkat wajah mendengar suara-suara familiar. Ramai-ramai. Berkerubun di depan meja regristrasi.



"Dek, nggak bisa kalau satu kelas gini-"

"Ini nggak satu kelas mbak, ketua kelas kita aja nggak ada."

"Tapi dek, maksimal dua orang."

2A3: 4 Menit 9 Detik ✔ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang