2A3: 4 Menit 9 Detik

42.6K 4.7K 1.5K
                                    


- PREVIEW SUDAH PERNAH DIPUBLIKASIKAN TANGGAL 30 NOVEMBER 2017 -

- jangan protes ini itu WHEN CERITA INI SUDAH ABIS DI 2017 OKAY -




***


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Ia memperbaiki tatanan rambutnya dengan anggun. Sanggul kecil yang dihiasi bunga kecil di sana membuatnya terlihat manis walau sudah menginjak usia dua puluh delapan tahun. Wanita itu meraih tas kecilnya, melangkah keluar kamar dengan sepatu hak tinggi. Jarinya menyampirkan anak rambut menyatu dengan poni menyampingnya.

"Na?"

Ia menolehkan kepala, tersenyum lembut pada sang ibu yang duduk di depan televisi menonton berita pagi.

"Nggak sarapan dulu?"

"Di sekolah aja, Mah. Udah jam segini, guru-guru harus nyiapin panggungnya lebih awal," jawab wanita itu menolak halus. "Mas juga nanti bawa adek sarapan di luar, mau ikut nonton pertunjukan sekolah ku ini."

"Masih tidur?"

"Iya. Pagi gini," jawab wanita itu tersenyum meringis, "pergi dulu ya, Ma. Aku udah panggil taksi beberapa menit lalu," pamitnya jadi terburu.

Wanita itu melangkahkan kaki ringan menuju pintu keluar rumah. Ia memperbaiki kerah baju batik merah mudanya, membuka pintu dan langsung menemukan taksi biru terparkir di depan pagar rumah. Senyumnya mengembang seiring langkahnya, menikmati pagi yang indah untuk memulai harinya sebagai guru TK. Apalagi, hari ini adalah pementasan drama kelas Matahari -kelas yang ia bimbing.

Wanita itu memasuki taksi, menyebut alamat tujuan sekali lagi dengan jelas. Ia merogoh handphone-nya, menyempatkan melihat berita pagi ini. Berbeda dengan sang ibu yang masih berhadapan dengan televisi untuk mengetahui peristiwa terbaru, ia lebih memilih media online seperti ini.

Tapi perhatiannya teralih, ketika sang supir menyalakan radio. Tepat saat sebuah lagu familiar terdengar.

Wanita itu menegak. Seperti merasa terpanah tepat. Lantunan suara gadis si penyanyi membuatnya merasakan getaran aneh. Lagu yang selalu memiliki efek berlebihan pada dirinya.

"Kok pagi-pagi lagunya ini ya, Pak?" celetuk wanita itu tak tahan berkomentar.

Sang supir tertawa renyah, "iya, Bu. Lagu lama ini. Tapi masih sering diputer kalau pagi." Supir jeda sesaat, melirik ke arah cermin atas. "Bagus ya bu?"

Wanita itu refleks mengangguk. Ia mencoba tersenyum, "dulu saya SMA, dengerinnya lagu ini."

"Pasti pas pacaran Bu?" goda si supir tertawa ringan sambil terus menggerakkan pelan kemudi. "Lagu galau ini, Bu. Baper."

Wanita itu tertawa kali ini. "Saya selalu ingat satu hal kalau denger ini, Pak."

"Apa, Bu?" tanya si supir jadi ingin tau.

Wanita bersanggul kecil itu diam, tak langsung menjawab. Ia jadi mengalihkan pandangan, memandang ke arah jalanan Jakarta yang mulai ramai mobil-mobil berlalu lalang di pagi cerah ini. Hatinya berdesir, merasakan kembali perasaan itu dengan jelas. Dengan pandangan melamun, bibirnya tersenyum memandang ke sembarang arah.


"Ada orang yang bilang sama saya, jatuh cinta itu proses yang butuh sembilan detik sampai empat menit rata-rata otak manusia menentukan apa dia jatuh cinta atau tidak."


Sang supir jadi mengernyit. Cukup bingung tak memahami sepenuhnya. Ia kembali melirik ke kaca, melihat ekspresi wanita itu mulai melamun masuk dalam pikirannya sendiri. Si supir kali ini mengerti. Tangannya terjulur, menaikkan volume radio menjelaskan lagu yang bersenandung merdu itu.


"Tetaplah engkau di sini.... Jangan datang lalu kau pergi.... Jangan anggap hatiku... Jadi tempat persinggahanmu, untuk cinta sesaat...."



Bibir wanita itu tersenyum samar. Menyandarkan diri dan mulai larut begitu saja. Samar-samar, keadaan kelas rusuh mulai kembali dalam ingatannya. Pagi ceria di hari Jumat. Ketika ia sibuk membawa kamera kesana kemari untuk mengabadikan semua.

Memorinya seakan bergerak, menjadi lensa kamera yang dulu ia bawa kemana-mana. Berkeliling kelas mengingat satu demi satu senyum lebar dan canda tawa dulu. Sampai kemudian berhenti di meja pojok depan. Terpaku pada seorang laki-laki tampan dengan garis wajah pangeran yang memabukkan. Sibuk merunduk pada layar hape dengan kedua jempol tangan bergerak cepat. Matanya fokus seratus persen. Dengan ekspresi kalem terus memainkan games online itu.


Wanita itu mengerjap. Mencoba mengendalikan diri tak hanyut semakin dalam. Ia menarik nafas, mengangkat layar handphone kembali. Matanya melebar perlahan. Melihat wallpaper hape menunjukan seorang pria tersenyum lebar menggendong seorang balita laki-laki berusia 3 tahun.

Ia menarik nafas kembali. Kali ini lebih dalam. Kemudian perlahan menarik kedua ujung bibirnya. Tersenyum sendiri dengan samar.


Siapa sangka? Pria ini lah yang menjadi takdirnya.







2A3: 4 Menit 9 Detik ✔ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang