Reynald (2)

8K 469 3
                                    

Suara berisik dari luar membuatku terbangun dari tidur, kepalaku sakit dan bau obat menyengat dihidungku. Kupicingkan mataku untuk menyesuaikan dengan cahaya, lalu kuamati ruangan yang berukuran sekitar 4x6 ini. Warnanya serba putih membuat kepalaku semakin sakit,

"Kamu aja kak yang bawa dia, membesarkan 2 anak saja aku susah apalagi ketambahan dia," aku hafal suara itu, itu suara Budhe Lena kakak mama. Tapi bicara dengan siapa dia?

Lalu kudengar suara Budhe Laras yang menyahutinya

"Enak aja, aku nggak mau kena sial gara - gara bawa pulang anak haram ya," aku kebingungan, anak haram? Siapa?

"Lalu kalau begini siapa yang mau merawat dia? Jangan sampai kita dikira menelantarkan dia, tapi aku sendiri juga malas membesarkannya. Kamu tau kan, dia biang kerok yang membuat Kak Lisa gila, ih amit - amit deh aku bawa pulang anak haram," Suara tante Lina menusuk tajam ke ulu hatiku.

Tanganku meremas seprei kuat menahan amarah dalam diriku, aku tau mereka membicarakanku karena mereka menyebut nama mamaku, Lisa.

'Apa salahku? Kenapa mereka membenciku? Apa mereka membenciku karena aku memukul anak pak rt? Apa benar aku anak haram? Apa aku yang membuat mama seperti ini?' pertanyaan - pertanyaan itu muncul dikepalaku, penuh sesak hingga ingin membuatku menangis

"Rey sayang sudah bangun?" Tante Lina tiba - tiba masuk ke ruanganku dengan memasang senyum manis tapi palsu, yang membuatku makin emosi.

Lalu disusul oleh kedua budheku yang sama busuknya,

"Rey kami bawa buah - buahan loh, pasti Rey suka." ujar Budhe Laras sambil membelai lembut rambutku

Budhe Lena menghampiriku dan duduk disamping ranjangku,

"Oiya Rey, mama Rey pergi dan mungkin nggak akan kembali lagi. Budhe bingung Rey mau tinggal sama siapa, Rey sukanya tinggal sama siapa?" tanyanya lembut dengan senyum yang masih terukir dibibirnya

Sudah cukup, aku tidak bisa menahan amarahku lagi. Kucabut selang infus yang menancap ditubuhku sambil meringis kesakitan, lalu menatap tajam kearah 3 saudara mamaku itu

"Cukup!! Kalau mama pergi kenapa kalian malah senang hah? Apa kalian nggak sedih kehilangan adik kalian? Dasar manusia busuk, aku nggak akan tinggal sama kalian yang bermuka dua!! Dasar iblis," aku berteriak nyaring dan langsung pergi meninggalkan tempat serba putih yang disebut rumah sakit itu, sementara mereka tengah menahan emosinya agar tidak sampai meledak ditempat umum,

"Dasar anak haram, liar, nggak terdidik. Lebih baik mati saja kamu," umpat Budhe Laras

******

Aku kembali kerumah lamaku dengan berurai air mata, lalu para tetangga disekitar rumahku menatapku jijik, bahkan sedikitpun rasa iba tidak mereka tunjukkan untukku,

"Heh dia sudah kembali, bagaimana ini? Apa kita usir saja? Aku tidak ingin lingkungan kita tercemar gara - gara ada dia,"

"Aku juga takut dia akan membawa dampak buruk, dia kan sudah membawa gen buruk dari lahir,"

"Iya, rasanya jijik sekali melihatnya. Baru berumur 7 tahun, tapi dia sudah pintar berkelahi. Kalian tau kasus kemaren kan? Yang sampek bikin mamanya marah? Kasian anak pak rt itu, babak belur dihajar dia,"

Aku segera menutup kupingku, tidak ingin mendengar apapun lagi. Segera aku berlari kedalam rumah dan meringkuk lagi dipojok ruangan sambil menangis tersedu - sedu,

"Ma, Rey takut ma. Ma kenapa semua orang jahat sama Rey ma, Rey takut," Aku terus memanggil nama mamaku, berharap ia akan memelukku, pelukan yang selalu membuatku tenang

Lalu, aku mengingat kembali betapa inginnya mama menghabisiku, memusnahkanku dari muka bumi ini,

"Tuhan, salahku apa? Aku bahkan tidak tau apa - apa tentang kesalahanku, mengapa mereka begitu kejam kepadaku?"

1 tahun berlalu, aku terus mencoba menjadi orang baik yang mereka sukai. Namun mereka sama sekali tidak mau tahu, mereka hanya ingin melihatku dari sisi buruknya saja, tanpa mau melihat sisi baikku,

"Kalau mereka menginginkanku menjadi buruk, lalu mengapa tidak mengabulkannya saja?"

Sejak saat itu aku bukanlah Rey yang baik yang mau mereka suruh kesana kesini demi sepiring nasi. Tapi aku adalah Rey yang merampas uang mereka untuk mencukupi kebutuhanku sehari - hari

Flasback Off

******
(Author Pov)

"Hiks sedih gue denger cerita lo," Olive menatap Rey  sambil berlinang air mata, kemudian memeluknya erat, setidaknya hidupnya lebih beruntung dibanding sahabatnya itu.

Rey hanya tersenyum miring,

"Dunia itu kejam, kalau kita nggak bisa jadi kejam juga, maka kita nggak akan bertahan,"

Olive menatap Rey tidak percaya, bagaimana bisa bocah berusia 7 tahun bisa bertahan hidup didunia yang kejam ini?

"Nggak usah liat gue kayak gitu, gue nggak suka dikasihani," ujar Rey datar,

"Terus selama ini lo hidup sendiri?" tanya Olive

Rey menatap gemerlap lampu kota didepannya,

"Gue sih emang tinggal sendiri, tapi seenggaknya gue punya temen. Temen - temen gue itu preman disekitar rumah. Gue nggak bisa bilang mereka baik, tapi seenggaknya mereka nggak bermuka dua dengan pura - pura baik dihadapan orang lain,"

Olive hanya bisa menganggukkan kepalanya tanpa bisa berkomentar, ia tidak bisa membayangkan betapa sulitnya hidup yang harus dijalani Rey,

"Satu - satunya hal yang gue sesali, kenapa Tuhan nyiptain gue disaat nggak ada satupun orang yang suka dengan kehadiran gue, dan sampai sekarang gue masih nggak tau tujuan hidup gue sebenarnya untuk apa,"

Olive mengeratkan pelukannya, ia tidak mampu lagi membendung air matanya yang berdesakan untuk keluar,

"Tuhan nyiptain lo pasti karena ada alasannya, dan gue yakin tujuannya biar lo bisa ketemu sama gue, selalu ada disamping gue buat ngapus air mata dan jadi sandaran gue. Karena tujuan hidup lo itu buat jadi malaikat gue,"

Bersambung~

It's Me (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang