Chapter 22

14.4K 813 12
                                    

Alex POV

"Alex, aku baru saja melihat Viona dengan Ferdinand. Sepertinya dia sangat ketakutan."

"Apa?! Di mana mereka sekarang?"

"Yang ku tahu, Dinand membawa Viona ke arah sana. Mungkin ke belakang sekolah." jelasnya.

Astaga! Apa yang mereka lakukan di sana? Jika Dinand berani memyentuh Viona, aku tidak akan segan-segan membunuhnya sekarang juga! Tanpa berpikir panjang aku segera menyusul mereka. Sialan! Apa yang sedang ku lihat?  Dinand berani menyentuh milikku!

Bukk!

Ku pukul Dinand bertubi-tubi. Tak ada ampun lagi untuknya. Amarahku memuncak.

"Apa yang kau lakukan pada Viona?!" ucapku sambil terus memukuli tubuhnya. Namun, ia berusaha melawan dan berhasil lolos dariku.

"Hah, ku kira kau tak akan datang." ucapnya sinis.

Tanpa ada persiapan, Dinand memukul perutku. Ah! Kekuatannya boleh juga. Ada rasa sakit di sekitar perutku.

"Aaaa!! Alex!" terisk Viona.

Tiba-tiba Viona mendekat dan merengkuh tubuhku.

"Alex, kau tidak apa-apa?" tanyanya cemas. Aku masih belum bisa berfikir jernih. Seketika aku membentaknya.

"Lepaskan aku, Viona! Aku harus membalas perbuatannya!"

"Tidak, Alex. Cukup. Aku tidak mau kau terluka." ucapnya lirih.

Apa? Viona membela Dinand? Aku tak habis pikir dia berkata seperti itu. Emosiku bertambah.

"Lepaskan aku! Akan ku bunuh dia! Tak peduli siapapun yang berani menyentuhmu! Dia harus mati!" bentakku keras. Ku lepas tanganya di lenganku dengan kasar.

"Dramatis sekali," ucap Dinand sinis.

"Kau tidak pantas hidup! Werewolf sialan!"

Aku terus saja menyerangnya namun ia selalu bisa menghindar.

"Haha, kau tidak bisa mengalahkanku vampire bodoh!" ucapnya mengejekku.

"Kau meremehkanku?! Akan ku buat kau tak bergerak lagi karena kau sudah berani menyentuh milikku!"

"Dia bukan milikmu! Kau tidak akan pernah memilikinya karena aku akan merebutnya darimu!" balasnya.

Emosiku tak terbendung lagi. Segera ku keluarkan kekuatan besarku. Orang lain belum pernah tau kekuatanku ini termasuk keluargaku. Aku masih menyembunyikannya. Ku dapatkan kekuatan ini sewaktu aku kecil. Kekuatan yang ku miliki tergolong istimewa. Dulu memang aku belum bisa mengontrolnya. Tapi sekarang, lihat saja apa yang akan ku lakukan!

"Rasakan ini!" ucapku tersenyum miring.

Ku ucap sebuah mantra yang bisa membangkitkan kekuatanku. Dan asal kalian tahu, aku tidak pernah menghafalnya. Hanya saja mantra itu yang terlintas di benakku hingga tak sadar aku mengucapkannya. Seketika muncul lingkaran merah melingkupi seluruh tubuhku. Ku lihat ke arah Viona sekilas. Dia terlihat sangat ketakutan.
Ku fokuskan pikiranku. Lalu ku rentangkan kedua tanganku ke atas. Mencoba mengumpulkan seluruh energi di sekujur tubuhku. Lalu ku pusatkan seranganku pads tubuh Dinand. Cahaya terang mulai muncul. Segera saja ku serang Dinand dengan cahaya itu. Dan BERHASIL!

"Arghh! Ka-kau!"

Dinand mengerang kesakitan. Kemudian dia jatuh ke tanah. Aku tersenyum puas. Mungkin energinya sudah habis. Ya, kekuatanku ini memang bisa menyerap energi dari orang lain. Bahkan pada manusia sekalipun. Oh Shit! Aku baru ingat itu. Ku lirik Viona, dia sudah tak sadarkan diri di sana. Cepat-cepat ku angkat tubuhnya. Ku bawa dia pulang. Ku tinggalkan Dinand yang tergeletak tak berdaya. Tak peduli dia masih hidup atau tidak. Bahkan aku tak peduli ini masih berada di jam sekolah. Rasa panik lebih mendominasi otakku.
Setelah sampai di parkiran sekolah, segera ku buka pintu mobil. Lalu ku rebahkan tubuhnya di kursi belakang. Aku harus cepat sampai rumah!

***

Viona sudah ada di kamarku. Ku tunggu ia sampai sadar. Sudah 2 jam aku menunggunya namun ia tak kunjung sadar. Apa yang harus ku perbuat?! Aku teringat ada teman Daddy, ia adalah vampir penyembuh. Segera ku hubungi dia.

"Orland, bisakah kau datang kemari?"

"Memangya ada apa Pangeran memanggil saya?"

"Kau datang saja ke sini! Cepat!"

"Baiklah."

Tak butuh waktu lama Orland datang. Ku suruh pelayanku untuk mengantarnya ke kamarku.

"Saya datang, Pangeran." ucapnya sambil melirik Viona.

"Ya, cepat kau periksa tubuhnya!" perintahku. Dia hanya mengangguk. Lalu ia mengecek tubuh Viona dengan teliti.

"Dia baik-baik saja. Dia akan sadar 1 jam ke depan. Kalau boleh saya tahu, apa yang membuat Nona ini pingsan?"

"Jaga ucapanmu. Dia mate ku." ucapku sedikit membentak.

"Ma-maaf Pangeran. Saya sudah lancang." balasnya gugup.

"Sudahlah, kau tidak perlu tahu masalahku. Urusanku denganmu sudah selesai. Kau bisa pergi dari sini."

"Baik Pangeran. Saya permisi." ucapnya.

Aku terus memandang wajah Viona. Dia tetap terlihat cantik meski dalam keadaan seperti ini. Namun, sekilas muncul bayangan tentang kejadian yang tadi terjadi. Amarahku masih saja belum bisa ku redam.
Tanpa sadar aku tertidur di sampingnya.

***

"Kakak! Kau di mana?!"

Arggh! Baru saja aku terlelap beberapa menit. Brianna berteriak hingga aku terbangun.
Ku dengar langkah kaki mendekat. Lalu pintu kamar terbuka.

"Kakak! Kenapa kau pergi dari sekolah?! Kenapa kau tidak menungguku pulang?! Aku hampir saja tak bisa pulang kalau saja tidak ada teman yang mau mengantarku." cerocosnya.

"Kau tidak lihat? Viona pingsan, jadi aku cepat pulang ke rumah." jawabku cuek.

"Hah?! Viona! Dia kenapa?!" Anna mendekati Viona. Mengecek keadaannya.

"Dia akan segera sadar." ucapku.

"Kenapa bisa begini? Apa kau menyakitinya lagi?" tanyanya.

"Jaga bicaramu. Dia seperti ini karena ulah werewolf sialan itu!"

Tubuhku terasa panas menahan amarah. Anna kembali mengingatkanku pada kejadian tadi. Shit!

"Bagaimana bisa kak?"

"Jangan banyak tanya. Lebih baik kau istirahat di kamar. Sudah, sana pergi!" usirku.

"Kakaakk!!!" rengeknya.

Aku menatapnya tajam.

"Jangan merengek seperti itu. Cepat pergi!" ucapku tegas.

"Iya, iya. Aku pergi sekarang." ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya.

Aku hanya diam. Lagi-lagi ku pandang wajah Viona yang belum tersadar.
Satu jam kemudian, tangan Viona bergerak. Sontak aku terkejut. Perlahan ia membuka mata.

"Alex," ucapnya pelan.

"Jangan bergerak dulu. Kau belum benar-benar pulih."

"Ak-u haus." ucapnya sambil memegangi lehernya.

"Baiklah, aku akan bawakan minum untukmu. Jangan kemana-mana." Viona mengangguk.

Segera ku ambil air putih di dapur. Tak peduli banyak pelayan yang memandangku aneh. Kenapa? Karena aku tak terbiasa seperti ini. Aku selalu menyuruh pelayanku untuk mengambil sesuatu.
Tak butuh waktu lama aku sudah kembali ke kamar.

"Minumlah," ucapku sambil menyodorkan segelas air putih padanya. Diteguknya air putih itu.

"Kenapa kita di sini? Bagaimana keadaan Dinand?" tanyanya.

Seketika amarahku kembali muncul. Tanganku mengepal kuat. Arggh! Aku tak bisa terus menerus menahannya seperti ini. Aku benar-benar marah.

***

TBC 😊

My Mate Is A VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang