"K-kau siapa?" Viona terlihat bingung karena ia sama sekali tak mengenal laki-laki di depannya. Ia terus mengingat-ingat siapa laki-laki ini. Namun bukannya menemui titik terang, kepalanya justru terasa sakit.
"Aww!" rintihnya sambil memegangi kepalanya yang masih di perban.
"Viona, kau baik-baik saja?" tanya Alex dengan cemas.
"Sebentar, saya cek terlebih dahulu," sahut sang dokter.
"Bagaimana, Dok?" Kini giliran Anna yang bertanya.
"Kondisinya sudah cukup baik. Namun, usahakan agar ia tidak berpikir terlalu keras dulu. Kepalanya akan terasa sakit dan itu hanya akan menghambat proses kembalinya ingatan di otaknya. Jadi, biarkan saja dia seperti ini untuk sementara waktu," terang dokter itu.
"Baik, Dok. Akan kami usahakan," timpal Nathan yang sedari tadi diam.
"Kalau begitu saya permisi."
"Iya, Dok." ucap Anna.
Anna pun mendekat ke arah Alex. Mungkin ini waktu yang tepat untuk mengatakannya kepada Alex.
"Kak, boleh bicara sebentar? Ada yang ingin kukatakan." kata Anna lalu dibalas anggukan oleh Alex. Kemudian mereka berdua pun keluar dari ruangan. Tersisa Nathan yang ada di dalam untuk menjaga Viona.
"Apa ada hal penting?" tanya Alex langsung tanpa menunggu lama.
"Emm ... sepertinya YA. Kau harus tahu yang sebenarnya, Kak. Viona ... Di-dia ..." ucapnya terbata.
"Kenapa dengan Viona? Cepat katakan!" sentaknya tak sabar.
"Vi-Viona hilang ingatan, Kak. Maaf jika aku baru memberitahumu saat ini. Aku hanya tidak ingin kau terlalu terpuruk atas kondisi Viona. Maafkan aku, Kak. Kuharap kau mengerti. Dan tenang saja, cepat atau lambat Viona pasti mengingatmu. Kau hanya perlu membuat Viona untuk ingat semuanya,"
"Apa?! Seharusnya kau harus memberitahuku sejak kemarin. Huft ..." Alex berhenti sejenak. Ia menghembuskan napas panjang lalu kembali berkata, "Yah, mungkin ini takdirku. Kau benar, aku harus bisa mengembalikan ingatan Viona. Aku berjanji."
"Syukurlah," gumam Anna pelan agar tidak terdengar oleh Alex. Namun, percuma saja. Ya kalian tahu sendiri, seorang vampire memiliki pendengaran yang tajam.
"Kalau begitu kita masuk lagi ke dalam," ajak Anna yang kemudian diangguki oleh Alex.
Setelah pintu tertutup, Alex kembali mendekat dan duduk di kursi sebelah Viona berbaring. Ingin rasanya dia menggengam tangan Viona, tapi diurungkannya. Karena Viona yang sekarang berbeda, tak lagi seperti dulu.
"Viona," panggil Alex lirih.
"Kau bicara dengan siapa? Kenapa kau terus menyebutku Viona? Bahkan aku tak mengenal Viona itu siapa," jawab Viona yang sedari tadi masih bingung dengan keadaan sekitarnya.
"Kau. Ehm namamu Viona. Maka dari itu kupanggil kau Viona. Kau tidak keberatan jika kupanggil dengan nama itu?" tanya Alex sembari tersenyum. Meskipun itu hanya senyum palsu, tapi apalah dayanya. Ia lakukan itu untuk menutupi rasa sedihnya.
"Emm ... Viona?"
"Ya, Viona. Namamu Viona. Coba kau ulangi siapa namamu?"
"Namaku Viona." ucapnya dengan lancar.
"Bagus, sekarang istirahatlah. Kau harus segera pulih."
Viona pun mengangguk setuju. Kemudian, perlahan-lahan dipenjamkan matanya. Tak berselang lama, ia pun tertidur. Alex hanya bisa menatap sendu wajah Viona yang begitu polos nan cantik itu saat tertidur. Mengingatkannya kembali bagaimana saat ia tidur bersama Viona. Setiap malam tubuh Viona yang selalu ada di dekapannya. Tubuh yang selalu menghangatkannya kini tak lagi ada. Lagi-lagi Alex tersenyum miris. Nasib buruk kini menimpanya di tengah-tengah kebahagiaan yang didapatnya. Andai waktu bisa kuulang, tak akan kubiarkan kau pergi hingga berujung seperti ini. Maafkan aku, batinnya.
****
Kini hanya Alex yang tetap setia menjaga Viona. Sedang Anna dan Nathan, mereka kembali ke rumah karena ada urusan mendadak yang mengaruskan mereka meninggalkan Viona. Sebelum pergi, Nathan juga berpesan pada Alex agar ia menjaga Viona dengan baik selama Nathan pergi. Dengan senang hati Alex menyanggupinya.
"Viona, kau harus makan. Buka mulutmu," perintah Alex lembut namun terkesan tegas.
"Tidak mau. Makanan itu tidak enak," tolaknya. Alex mengela napas kasar. Sudah berapa kali Viona menolak untuk makan? Susah sekali untuk membujuk gadis ini.
"Ayolah, sesuap saja. Nanti perutmu sakit. Kau tidak akan sembuh jika kau terus menerus tidak mau makan," bujuk Alex.
"Aku tetap tidak mau," Viona masih tetap pada pendiriannya.
"Baiklah. Apa kau ingin makanan lain? Akan kubelikan jika kau mau."
"Tidak, aku tidak ingin makan apapun. Tak selera makan. Aku hanya ingin tidur."
"Hhh ... baiklah. Tapi setelah kau bangun nanti kau harus makan, ya,"
"Aku akan makan jika aku ingin nanti,"
Akhirnya Alex mengalah. Tak ada gunanya ia berdebat dengan Viona. Sudah bisa dipastikan dia yang akan kalah. Lebih baik mengalah, bukan?
Alex pun tak kuat menahan kantuk yang sedari tadi melandanya. Seharian ia terus menjaga dan merawat Viona dari Viona bangun hingga kembali tidur. Melelahkan sekali. Tak ada waktu sedikitpun untuk Alex beristirahat. Karena ia takut bila terjadi apa-apa pada Viona. Ia rebahkan tubuhnya di atas sofa kemudian ikut terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mate Is A Vampire
VampireTim Author : widiyheni #1 [25/03/17] #1 [02/04/17] #1 [18/04/17]