"Ya sudah begini saja, Nanta kamu jadi ketua kelas dan kamu yang gak milih jadi wakil."
***
Nanta kaget sewaktu ia ditunjuk menjadi pesaing Obee. Ia tau ini hanya akal-akalan Obee. Ia pun bergegas menghampiri Bu Jul di depan. Nanta membisikkan sesuatu.
"Bu, jangan saya dong Bu. Saya belum berpengalaman soal beginian." bisik Nanta membujuk Bu Jul.
Bu Jul tak setuju. "Makanya sekalian sama belajar biar berpengalaman!"
"Yahh Bu, nanti saja traktir sepuas ibu deh."
"Saya sudah punya toko dirumah." katanya enteng. Sulit banget ngerayunya, pantes kagak ada yang mau, batin Nanta jengkel.
"Saya cariin pasangan deh Bu." Jurus terakhirnya ia keluarkan dengan harapan Bu Jul akan menyetujuinya. Namun, Bu Jul tetaplah Bu Jul yang tak bisa disuap oleh apapun.
Akhirnya, guru itu menyuruh siswa IPA 4 maju menuliskan pilihannya. Nanta melihat dengan seksama di papan tulis. Nampaknya Obee unggul sementara. Ia bersorak dalam hati, sungguh ia tak ingin terbebani dengan menjadi ketua kelas. Hidupnya saja sudah tak tenang dengan diikuti para penggemarnya setiap hati, apalagi ditambah dengan jabatan ketua kelas.
Tinggal baris paling kanan. Kedudukan beda tipis, Nanta yang tadinya tersenyum sekarang sedikit menekuk wajah. Saat ini, giliran cewek pemarah yang Nanta belum ketahui namanya. Ia bingung mengapa si cewek pemarah itu tak segera maju menuliskan pilihannya.
Sombong.
Batin Nanta berucap spontan.
"Siapa yang belum milih ini? Kok hanya 34, seharusnya ada 35 suara." Tanya Bu Jul menghentikan asumsi buruk Nanta.
Semuanya terdiam tanpa ada yang berniat tunjuk tangan, jelas karena Nanta tau hanya si cewek pemarah yang belum menuliskan pilihannya.
Sombong, tapi penakut.
Entah kenapa batin Nanta terus menyelutuk tak suka pada gadis itu.
“SAYA BU!” Nanta terbelak, tak menyangka gadis itu mengakui perbuatannya.
Bu Jul mencari asal suara. Ia melihat gadis itu di bangku belakang.
"Sini maju!" suruh Bu Jul. Cewek itu langsung maju mengahadap Bu Jul.
"Kamu kenapa tidak memilih? Gak boleh golput lho ya!"
"Buat apa saya milih kalau yang dipilih saja gak mau." Katanya membuat bingung satu kelas. Apanya yang salah dengan calon ketua kelas mereka? Bukankah mereka berdua telah setuju dengan penunjukannya?
"Maksud kamu apa?"
"Begini ya Bu. Tadi Ibu nunjuk anak ini, tapi dia ngerengek gak mau, itu kan pemaksaan Bu." ucap cewek itu sambil menunjuk Obee.
"Saya mau kok!" jawab Obee.
"Kamu mau karena tadi disuruh milih lawan sendiri kan? Lalu kamu milih dia dengan alasan pasti dia yang bakal menang." kesimpulan macam apa itu? Pikir Nanta bertanya-tanya. Namun, saat ia melihat ke arah Obee, si ketua OSIS itu terlihat salah tingkah.
"Dan untuk dia, dia juga gak mau jadi ketua kelas." Nanta mengernyit. Rasanya, ia tak pernah memberi tau cewek itu, tadi saja ia harus berbisik-bisik dengan Bu Jul.
"Udah-udah, lah kalo kamu gak suka kenapa gak kamu aja yang jadi ketua kelas?"
Skak! Cewek itu diam seketika. Jangan lupakan fakta bahwa siapapun orang yang melawan Bu Jul tak akan pernah menang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Rival
Teen Fiction(COMPLETED - TAHAP REVISI) Bagaimana perasaanmu jika selama 3 tahun bersekolah tapi tak mendapatkan peringkat pertama, padahal kamu mampu? Kesal, itulah yang Nanta rasakan. Nanta memiliki otak cemerlang yang sayangnya masih kalah cemerlangnya diban...