Twenty Nine "Itu Aku"

11.5K 793 143
                                    

------VOTE YUK!------

Karena kita cuma ditakdirkan bertemu bukan bersatu.

Rilla POV

Dengan terpaksa, hari ini gue memutuskan buat pergi ke sekolah. Sebenernya lagi males banget, tapi ngapain gue dirumah? Gak ada yang bisa ngalihin kesedihan gue kan? Gak ada yang bisa ngapus tangis gue? Apa setelah gue nangis seharian, keadaannya bakal berubah? Setidaknya disekolah gue bisa nambah materi yang belum gue bisa biar gue mudeng lalu menguasai, kalo gue menguasai mungkin makin mudah gue ngerjain ujian dan makin cepat pula gue ninggalin sekolah ini.

Dengan mata bengkak sehabis nangis semalaman gue masuk ke kelas. Seluruh tatapan murid seakan mengintrogasi gue. Gue langsung ambil duduk di bangku paling belakang, jangan tanya kenapa gue gak duduk di bangku biasanya. Gue menenggelamkan kepala di lekukan tangan gue.

Entah berapa lama gue diposisi ini. Sampai seaeorang menepuk pundak gue pelan. Gue mengangkat kepala gue.

"Rill, tempat lo disana kan?" ucap pemilik bangku yang gue duduki.

"Gue mau duduk disini aja Nis, gak papa kan?" tanya gue, jahat banget ya gue ngerebut bangku orang. Orang yang gue panggil Nis—alias Annisa mengangguk tanpa membantah. Dia kok nurut banget sama gue, apa gue pernah ngebully dia sampai dia gak berani ngusir gue. Entahlah, gak penting juga.

Annisa pergi ke tempat duduk lama gue. Gue sempet ngikutin langkahnya. Dia duduk disamping orang yang males banget gue sebutin namanya. Gue kembali menelungkup diatas meja.

Bel berbunyi tak menggugah gue untuk segera bangun. Gue malah makin tenggelam dalam pemikiran gue. Gue gamau saat gue bangun, gue ngelihat dua orang yang paling hindari saat ini.

"Selamat pagi anak anak." suara seorang guru. Dari suaranya aja gue udah tau kalo itu Bu Jul.

"Pagi Buuuu!!" seru seluruh siswa kecuali gue.

"Mari kita mu— ada yang tau Rilla kemana?" gue tau gue lagi dicariin tapi gue tetep di posisi gue. Gue denger salah seorang anak menunjuk ke arah gue. Langkah sepatu Bu Jul kian terdengar jelas.

"RILLA!! KAMU TAU GAK INI JAM PELAJARAN?!"

Gue mendongak. "Iya Bu saya tau." jawab gue cuek, gue tau gue kurang ajar sama guru.

"Lantas kenapa kamu malah tiduran disini?" tanya nya dengan nada yang lebih rendah.

"Saya capek Bu." capek hati maksud gue.

"Udah udah sana kembali ke tempat duduk kamu!!"

"Tempat duduk saya kan sini Bu." gue melirik Aurel sekilas. Ia tak menunduk tak berani menatap ke arah gue.

"Sejak kapan kamu disitu? Bukannya kamu disamping kembarannya mantan ketua OSIS?" tanya Bu Jul sambil nunjuk Aurel, lagi lagi gue melirik Aurel yang menunduk makin dalam.

"Kalo Ibu gak percaya tanya aja sama Annisa." Bu Jul menghampiri mantan tempat duduk gue yang sekarang diduduki Annisa. Annisa terlihat menerangkan perihal tempat duduk gue. Beberapa saat kemudian Bu Jul kembali ke depan untuk memulai pelajaran.

Gue membuka catatan yang masih kosong karena gue jarang banget nyatet apa yang disampaikan guru. Hari ini gue bakal merhatiin semua yang diajarkan di depan, gak kek biasanya. Ternyata duduk di belakang bikin gue susah fokus alhasil gue gak bisa merhatiin apa yang di ajarin Bu Jul sepenuhnya. Gue berdiri lalu memyeret kursi hingga ke depan. Semua orang memandangi gue sambil mikir 'mau ngapain lagi tuh anak?' . Bodo amat sama yang lain, yang penting gue gak keganggu belajarnya. Bu Jul aja gak mempermasalahkan ini.

My Perfect RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang