Sore itu, setelah kejadian Aurel menampar Rilla dilapangan. Rilla memutuskan untuk mengantar Nanta karena tangannya yang terluka.
"Jangan! Biar gue aja yang nyetir." Nanta menolak mentah mentah usulan Rilla yang mengatakan akan mengendarai motor Nanta.
"Gue bisa Nantaaaaa! Udah gue aja, lo duduk aja dibelakang." Rilla bersikeras bahwa ia yang harusnya menyetir.
"Gue gak yakin lo bisa Fay, sekolah aja diantar jemput supir." Nanta langsung berjalan kearah motornya. Tapi Rilla langsung menyerobotnya, diambilnya kunci yang ada ditangan Nanta.
Dengan cepat ia langsung naik keatas motor dan mengenakan helm.
"Buruan naik, elah lama banget! Keburu magrib nih!"
"Fay turun, kalo motor matic sih gak papa, lah ini motor cowok."
Nanta menunjuk motor cowoknya yang berwarna hitam itu.
"Lo pikir cowok aja apa yang bisa make nih motor? Gue bisa kali. Udah buruan naik, gak usah banyak omong."
"Kalo ada polisi gimana? Lo kan gak punya SIM. Gak bawa helm lagi."
"Lah ini helm." ia menunjuk helm Nanta yang dipakainya. "Lagian nih ya, gue punya SIM."
"Itu punya gue."
"Yang makek kan gue, berarti punya gue. Kalo ketilang sama polisi ya urusan lo, salah siapa gak pakek helm."
"Ck, serah lu deh. Percuma gue ngomong, lo pasti ada aja jawabannya." Rilla tersenyum penuh kemenangan.
Nanta naik ke jok belakang. Sedangkan, Rilla sudah siap memegang kemudinya. Ia menyalakan motornya dengan sangat halus. Kakinya dengan lihai menekan porseneling. Pandandangan matanya lurus lalu perlahan digasnya motor Nanta.
"Stoooopppp!"
Cittttt.
Rilla memgerem langsung setelah mendengar teriakan seseorang yang dia kenali suaranya. Dengan kasar ia membuka kaca helm.
"APAAN SIH NAN!"
"Gue aja ya yang nyetir?" pintanya.
"Aish. Gue bisa Nan! Gue berani, timbang gini aja apa susahnya sih!"
"Lo sih berani, gue yang takut."
"Tenang aja, palingan kalo jatoh ya nyungsep di got hehe." Rilla tertawa. Lalu dengan perlahan ia menjalankan motornya lagi.
"Pelan pelan aja Fay!" titahnya. Rilla yang disuruh pelan pelan malah kebalikannya. Nanta langsung menepuk nepuk pundak Rilla.
"Diem deh Nan, jangan banyak gerak! Oleng nih motor." katanya setengah berteriak.
"Heh! Pelan pelan aja!"
"LO BILANG APA? GUE GAK DENGER." teriak Rilla, dengan senang hati ia malah menambah kecepatannya.
Jalanan mulai sepi karena anak sekolah sudah pulang dari tadi sehingga Rilla leluasa menguasai jalanan apalagi mereka sedang melewati jalan kecil yang jarang dilewati.
Nanta yang dibelakang komat kamit entah apa yang dibaca. Mulai doa hendak makan sampai hendak tidur dibacanya. Ia menggelengkan kepala tiap kali salah baca doa.
"Fay, please pelan pelan. Gue mabok dibelakang." ucap Nanta setengah teriak.
"Lo aja kalo nyetir kek dikejar setan, gue gak protes tuh. Giliran gue yang nyetir lo protes mulu." Rilla memelankan laju motornya.
"Beda Fay! Kalo gue udah biasa."
"Gue juga udah biasa." kata Rilla pelan.
Sebenernya Rilla biasa naik motor cowok, sering malah. Dia keliling kompleks pakai motor Papanya cuma kadang dilarang sama Mamanya. Naiknya juga alus gak seperti yang Nanta rasakan. Nanta seperti itu karena ia khawatir dengan Rilla apalagi lengannya yang tergores.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Rival
Teen Fiction(COMPLETED - TAHAP REVISI) Bagaimana perasaanmu jika selama 3 tahun bersekolah tapi tak mendapatkan peringkat pertama, padahal kamu mampu? Kesal, itulah yang Nanta rasakan. Nanta memiliki otak cemerlang yang sayangnya masih kalah cemerlangnya diban...