Rilla dan Nanta, dua anak yang beda kepribadian dan berwatak sama dinginnya. Mereka adalah anak-anak pintar tapi kurang dikenal, mungkin hanya Rilla saja yang kurang dikenal, sedangkan Nanta adalah anak pemilik sekolah yang memiliki wajah rupawan sehingga banyak kaum hawa mengidolakannya, walaupun sebagian dari mereka masih saja ada yang tak tahu bahwa idolanya adalah anak si pemilik sekolah.
Setelah kemarin mereka menghabiskan waktu bersama mungkin mood keduanya membaik. Seperti pagi ini, Nanta baru saja keluar dari parkiran hendak menuju kelasnya. Senyum terus mengembang di wajahnya. Sedangkan Rilla, baru saja keluar dari mobil, setelah mengucapkan terima kasih ia berlari menuju kelas.
"Akhirnya sampai juga, huft!" Rilla mengusap peluh yang ada di dahinya karena kegiatannya berlari menuju kelas tadi. Ia duduk di samping Aurel yang sedang memainkan handphonenya.
"Ihh, pakai tisu dong Rill, jorok amat lo!" Aurel yang memergoki Rilla mengusap dahinya dengan punggung tangan langsung mengomel.
"Berisik lo! Capek gue."
Aurel tak menanggapinya lagi, ia mempunyai kabar yang lebih bagus untuk diceritakan dari pada sekedar mengomel tentang kelakuan Rilla yang satu itu. Ia mendekati teling Rilla lalu membisikkan sesuatu.
"Rill, gue ada kabar baik!" serunya dengan semangat, Rilla tahu padahal Aurel sedang berbisik. Bisikan Aurel tak mempengaruhi nada penyampaiannya yang terdengar ceria.
Rilla merasa tertarik, ia pun berhadapan dengan Aurel. "Menarik apa?"
"Terserah lo mau percaya apa enggak, yang jelas kemaren gue dianter pulang sama Nanta,"
Rilla terdiam, tak tahu akan bereaksi seperti apa. Senang seperti Aurel, tidak. Sedih? Ia bahkan tak merasakan apapun pada hatinya, hanya saja ia sedikit tak percaya dengan Nanta yang mengantarkan Aurel pulang.
"Rill?.. Rilla!!" panggil Aurel. "Lo ngelamunin apa sih? Lo denger gue cerita apa enggak?"
"Eh.. Lo ngomong apa Au?" Rilla tersadar setelah Aurel memanggilnya sedari tadi. Ia sempat melamun atau lebih tepatnya terdiam sejenak karena tak percaya. "Oh, Nanta nganterin lo? Ya bagus dong, lo jadi nggak kelamaan nunggu Obee." Rilla mengatakannya dengan lancar, namun rasanya ada yang menganjal saat ia mengatakan itu. Ia bisa saja mengatakan kepada Aurel bahwa kemarin sore ia berada di rumah Nanta sampai malam, tapi ia tak ingin menghancurkan mood Aurel yang sudah bagus itu.
"Hai, lagi ngomongin apa? keknya seru banget." Nanta tiba-tiba datang dan bergabung di tempat Rilla.
Rilla dan Aurel terkejut dengan kedatangan Nanta, tak mungkin mereka mengatakan bahwa mereka sedang membicarakan Nanta.
"Emm.. ini nih lagi ngomongin Aurel tumben berangkat pagi." Jawab Rilla spontan agar tak dicurigai.
"Perasaan Aurel berangkat pagi mulu deh, lo tuh yang berangkatnya mepet jam masuk." Jawab Nanta.
"Eh..," Rilla bingung untuk menjawab ucapan Nanta. "Ll-lagian siapa yang berangkat siang? Gue gak pernah tuh,"
"Ngeles mulu dari tadi," dengan sengaja Nanta mengacak rambut Rilla yang sudah ia tata serapi mungkin. Rilla mendesis tak suka, namun ia merasa hangat. Berbeda dengan Aurel yang menatap itu dengan pandangan iri.
"Lo kemarin gimana?"
"Ya gitu, sampai rumah lalu-"
"Bukan lo Rilla, gue tanya sama Aurel," mulut Rilla langsung terkatup rapat meyadari ia salah bicara. Ia pikir Nanta menanyainya tentang semalam. Ia menjadi malu dan salah tingkah tentunya.
"Gue kemaren langsung bersih-bersih abis itu tidur, solanya ngantuk banget."
Pipi Aurel merona ditanyai seperti itu oleh Nanta. mereka berdua terlibat percakapan santai. Rilla yang masih canggung dengan kejadian tadi tak ambil bicara, ia lebih banyak diam menyimak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Rival
Teen Fiction(COMPLETED - TAHAP REVISI) Bagaimana perasaanmu jika selama 3 tahun bersekolah tapi tak mendapatkan peringkat pertama, padahal kamu mampu? Kesal, itulah yang Nanta rasakan. Nanta memiliki otak cemerlang yang sayangnya masih kalah cemerlangnya diban...