Pulang sekolah, Nanta masih terduduk di tempatnya. Obee dan Xio sudah pergi sedari tadi. Kelas yang tadinya ramai sekarang mulai mengosong. Ia membuka hpnya, dilihatnya sebuah aplikasi yang sudah lama menempati layar ponselnya tapi jarang dibuka. Iseng ia membukanya, dilihatnya jumlah followers-nya yang bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. Ia memang jarang membuka aplikasi yang bernama instagram itu, mungkin paling sering sebulan dua kali. Itu pun karena ia sedang bosan.
Sudah hampir 20 menit ia menunggu sendirian di kelas. Namun cewek yang tadi menyuruhnya untuk menunggu Bu Jul malah tak nampak batang hidungnya. Sejak istirahat ia juga tak melihat gadis itu masuk ke kelas. Nanta tau gadis itu sedang mengulas mimpi dalam tidur siangnya. Namun mengapa sampai jam pulang anak itu juga tak nampak batang hidungnya? Bu Jul yang katanya akan menemui dirinya juga tak datang. Apa cewek pemarah itu menipu dirinya?
Cowok beralis tebal itu memutuskan untuk menunggu 10 menit lagi, jika gadis itu tak datang berarti ia sukses dibohongi. Ia kembali menatap layar ponselnya memainkan game kesukaannya. Matanya menatap fokus pada handphone bercase hitam itu. Ia tak bisa diganggu jika sedang berhadapan dengan handphone.
Brakkk.
Ia terpenjerat kaget, handphone yang digenggamannya hampir saja ia buang. Matanya langsung menatap ke asal suara. Ia melihat gadis berlensa hitam itu terengah-engah memasuki kelas. Nanta menatapnya tajam, tak suka. Namun tanpa merasa bersalah gadis itu berjalan santai menuju tempat duduknya.
Nanta merasa kesal. Jujur ia ingin marah dengan gadis itu. Ia menarik nafasnya dalam bersiap untuk memarahi. "Dari mana lo?" entah bagaimana bisa kalimat itu yang keluar. Ia juga bingung dengan dirinya.
"Bukan urusan lo!" jawabnya sinis. Matanya menatap nyalang ke Nanta.
Nanta yang ditatap seperti itu malah menyunggingkan senyum samar. Ia berniat membalas kesinisan cewek itu. "Tadi ada guru nyariin lo!"
"Siapa?"
"Gak akan gue kasih tau." Katanya membuat Rilla naik pitam.
"Lo apaan sih! Kasih tau dong." Katanya memaksa. Saat ini ia sudah mengalihhkan matanya ke tempat duduk Nanta.
"Katanya bukan urusan lo."
"Ish." keluh Rilla. Ia melihat muka sinis tadi berganti dengan muka kesal. Setelah itu, mereka saling diam. Memang dasarnya mereka anak yang pendiam jadi tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut mereka. Beda jika ada Xio yang cerewet di tengah-tengah mereka. Suasananya pasti akan berubah ramai.
10 menit berlalu dalam hening. Bu Jul belum juga datang.
Nanta mulai tak nyaman. Ia lelah menunggu setengah jam lebih.
"Lo boongin gue ya?" Tuduh Nanta ke Rilla.
"Kurang kerjaan banget boongin lo."
"Buktinya Bu Jul gak dateng." Nanta berdiri bersiap untuk pergi keluar kelas.
"Siapa yang gak dateng?" orang yang ditunggu sedari tadi muncul tiba-tiba dari balik pintu ketika Nanta membukanya.
"Ehh Bu Jul, gimana Bu kabarnya?" cengirnya, Nanta mengalihkan perhatian Bu Jul. Ia kaget guru itu tiba-tiba muncul seperti jin di depannya.
"Sehat sentosa aman damai rukun tentram sejahtera." Ucapnya cepat tanpa bisa Nanta tirukan ucapannya itu.
"Bu Jul lama amat sih Bu, saya karatan nih disini." Gadis itu melakukan protes terhadap Bu Jul.
"Maaf ya, tadi Ibu kebelet ke toilet."
"Ke toilet kok setengah jam sih bu!" kata Rilla.
"Di tolietnya ada stop kontak sama jaringan wifi, jadi Ibu main main dulu sampai lupa kalo kalian nungguin." Tanpa merasa bersalah, sama seperti Rilla ia malah mulai mengeluarkan pena di tas-nya. Dasar guru terlalu gaul!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Rival
Teen Fiction(COMPLETED - TAHAP REVISI) Bagaimana perasaanmu jika selama 3 tahun bersekolah tapi tak mendapatkan peringkat pertama, padahal kamu mampu? Kesal, itulah yang Nanta rasakan. Nanta memiliki otak cemerlang yang sayangnya masih kalah cemerlangnya diban...