Kepergian hanya akan mengubah waktu dan menghancurkannya lebih lama, tapi waktu juga bisa mengubahnya kembali. Dia tidak rapuh.
•••
Setelah beberapa hari semenjak kejadian itu jimin masih bisa bergaul denganku tanpa mengubah sikapnya menjadi canggung atau sebagainya saat bertemu denganku tapi dia tidak, dia hanya menunjukkan sikap seolah tidak pernah ada apa-apa diantara kami. Tapi aku justru bertolak belakang dengannya, saat ia datang aku merasa menjadi canggung dan malu bahkan perasaan yang paling besar saat aku bertemu dengannya adalah sangat merasa bersalah. Kau tahu kan? Kata-kata yang pada saat itu aku ucapkan pasti menyayat hatinya. Tapi aku sangat beruntung karna ia tidak mempermasalahkannya dan tetap melanjutkan hubungan kami seperti biasanya. Hubungan Persahabatan.
Jimin pov.
Mungkin ia bertanya-tanya dengan sikapku yang tidak berubah. Ya, aku memang sengaja bertingkah laku seolah-olah aku tidak papa tapi sebenarnya dalam benak hatiku aku merasa kecewa atas jawabannya saat itu. Aku sengaja bersikap begini supaya aku masih bisa melanjutkan hubungan persahabatan kami walaupun jika memang kenyataan berkata bahwa aku tidak bisa memilikinya.
Hingga pada suatu hari, "Aku tunggu kamu di starbucks e-mart" sambubgnya di telfon.
Ia mengajakku bertemu di starbucks e-mart. Tidak biasanya, biasanya ia akan mengajakku bertemu di taman dekat lotte mart. Tanpa menunggu lama aku segera bergegas tidak mau membuatnya menunggu.
Aku melihatnya menduduki bangku yang tidak jauh dari pintu masuk, dia menempati tempat yang pas, tempatnya dekat kaca besar batas antara di dalam cafe dan luar. Jadi, kita bisa berbicara sembari melihat pemandangan ke arah luar.
"Aeri" aku berdehem membuatnya segera terfokus ke arahku setelah sedari tadi memfokuskan dirinya dengan handphonenya.
"Eoh, sudah sampai" dia tersenyum manis lalu mempersilahkan aku duduk. Dan ternyata dia sudah memesankanku cofee favoriteku. Americano.
"Ige mwoya?" aku membuka pembicaraan setelah selesai duduk di kursiku. (Ada apa?)
"Aku ingin bicarakan sesuatu" dia terluhat gelisah saat mengatakannya. Aku hanya menebak-nebak saja, mungkin ia akan membahas soal kejadian waktu itu.
"Apa itu?" tanyaku sebiasa mungkin agar suasana tidak terlalu canggung.
"Soal waktu itu. Jimin-ah, aku ingin menjawabnya. Aku juga merasakan hal yang sama denganmu yaa walaupun aku merasa bimbang. Aku.."
"Jika kau melakukannya karna mengasihaniku lebih baik jangan memaksakan perasaanmu, aku mengerti" aku tersenyum memotong pembicaraannya. Aku hanya berpikir aku tidak ingin dia menerimaku dengan alasan mengasihaniku, bukan tulus mencintaiku jadi lebih baik ubtuk tidak dan melanjutkan hubungan persahabatan kita saja.
"Ani, ani jimin-ah. Aku tulus" kata-katanya membuatku merasa terkejut dengan pengakuannya.
"Kau yakin, kau tulus?" tanyaku meyakinkannya.
"Ne, saranghae" lalu ia memegang tanganku sembari tersenyum manis kearahku.
Akupun membalas memegang tangannya sembari membalasnya tersenyum, "nado saranghae"
•••
Aeri pov.
Aku menerimanya bukan karna aku kasihan padanya, aku benar-benar tulus mencintainya yaa walaupun aku merasa ada sedikit rasa yang mengganjal yang aku tidak ketahui pasti perasaan apa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY NAME IS SUGA [Proses Revisi]
FanficHighest rank: #1 in Vampire #50 in Fanfiction "Bahkan aku tidak mengerti bisa menyukai seorang gadis yang bahkan takut padaku. Tapi tenanglah, aku akan menjagamu aku tidak akan menyakitimu sampai aku terbunuh karenamu." -MSG