#5

109 18 2
                                    

“Cinta atau.. hanya sekedar kagum?”

Mama tidak mengijinkanku pergi bersama Dika. Mama takut terjadi apa apa denganku. Kalu di pikir pikir mama ada benarnya juga. Aku dan Dika juga baru mengenal. Aku sedikit menyesal melewatkan kesempatan jalan dengan Dika. Tapi apalah daya, bila mama tak memberi izin.

“Hai Dik, sori gue nggak bisa jalan sama elo hari ini”, aku mengetiknya dengan hati yang menyesal.

“Loh, kenapa?”

“Mama nggak ngijinin gue, katanya belum kenal baik sama elo nya”

“Ohh gitu”

Beberapa menit kemudian...
“Dell! cepet siap siap katanya mau jalan ke mall?”
Lohh, mama kok jadi ngijinin gitu? Tadi kayaknya nggak di bolehin deh. Aneh banget, gumamku dalam batin. Sesegera mungkin aku chat Dika.

Me : “Dik ini gimana? Jadi nggak?”

Dika : “Kata lo nggak diijinin?

Me : “Mama gue berubah pikiran nohh, malah sekarang gue  disuruh siap siap”

Dika : “Oke gue sampe di rumah lo setengah jam lagi”

Me : “Eh, nggak usah kesini. Gue kesana sama supir gue aja, nanti lo tunggu gue yaa?”

Dika : ”Jangan! Hari ini gue pastiin lo dapat layanan VIP jalan sama gue. Gue jemput lo, nanti gue juga yang anter lo pulang”

Me : “Bener? Hoki banget dong gue jalan sama lo! Gue ga maksa lo tapi..”

Dika :”Iya, lo maksa pun tetep gue jemput kok! Gue sampe disana 30 mnt lagi”

Aku bersiap-siap. Memilih dress sepanjang lutut dengan kerah putih. Tak lupa, membawa tas yang sudah kuisi dengan ponsel juga dompetku. 10 menit menunggu Dika, kini sudah berlalu. Suara bel dari pintu terdengar sampai kamarku, berharap itu adalah Dika aku merapikan rambut dan bajuku.
Benar saja Dika memang sudah datang. Hari ini aku melihatnya berbeda. Kaos kasualnya dengan celana jeans biru membuat cowok berkulit putih dan tampan itu terlihat sangat menawan.

Mama langsung mempersilahkan Dika masuk, menyuruhnya duduk sebentar dan menyuruhku untuk mengobrol dengan Dika sambil menunggu mama selesai membuat minuman.

“Dika apa kabar? Lama nggak jumpa ya sayang? Masuk yukk! Adel udah siap tuh”, ujar mama sambil menatapku yang turun dari tangga.

Tapi, tunggu dulu. Dika? Kenapa mama sudah tahu namanya? Padahal baru pertama kali ini mereka bertemu. Apakah mereka sudah saling kenal sebelumnya?pertanyaan itu terus berkecimpung memenuhi otakku. Haruskah aku bertanya dengan Dika sekarang?

Setelah kami cukup lama mengobrol, akhirnya kami berangkat ke mall dengan mobil Dika. Mama menitip pesan padanya agar menjagaku dan tidak pulang terlalu larut.
Di dalam mobil rasa penasaranku semakin tak tertahankan ketika Dika juga bersikap sangat loyal dengan mama, aku memeberanikan diriku bertanya pada Dika.
“Dik, gue boleh nanya?”
“Apa?”, jawabnya santai.
“Kok mama bisa tahu nama lo? Padahal setahu gue kalian baru pertama kali ini bertemu kan?”
“Itu kan setahu elo, beda kali sama kenyataannya”.
“Hah? Maksudnya?”, aku mengernyitkan kening benar benar tak bisa menerka apa maksud Dika.

Dika’s POV
Namaku Azka Aldric Riandika. Keluarga Aldric, pemilik pusat mall Jakarta dan direktur utama persatuan bussinesman wilayah Jakarta. Nama dari papaku membuat diriku tenar dimata sekolah. Belum lagi, papa adalah donatur utama untuk sekolahku. Sejak awal pertama aku masuk sekolah, tepatnya di kelas 10. Banyak sekali kakak kelas yang memperhatikanku. Bahkan sebagian dari mereka beradu untuk mendapatkanku. Dari yang menjadi Princess School  sampai cewek paling hitz seantero sekolah tak ada yang bisa membuatku tertarik. Entah mengapa, walau aku sudah berpacaran dengan mereka semua, tapi aku menerima cewek cewek itu hanya karena mereka kakak kelasku yang menurutku harus kuhormati, atau kalau tidak begitu cewek yang sangat cantik, pintar dan baik akan kudekati. Biasa lah, cowok sepertiku harus pandai pandai memanfaatkan keadaan.

Adelle! Aku bisa tahu nama itu saat kami masih duduk di SMP. Aku mengenalnya, dari ayahku. Kata ayah, ayah Adelle adalah rekan kerjanya. Ayahku sering menyuruhku untuk menyapa Adelle di sekolah. Tapi, aku merasa malu. Sebenarnya aku sudah mengenalnya sejak lama, tapi baru kali ini aku berani mendekatinya. Aku memperhatikanmu Adelle, apapun yang kau lakukan. Aku juga mengerti kau tergabung dalam ekskul teater. Sahabtmu bernama Ashla. Yaa! Ashla, dia adalah teman sebangkumu yang kuakui memang cantik. Tapi aku tak menyukainya, hanya kau semata. Aku juga mulai merasa Ashla menyukaiku. Aku membalas semua chatnya karena dia sahabatmu. Tidak lebih. Warna favoritmu adalah pink. Kau sangat membenci asap rokok, asap pembakaran sampah. Kau juga tak menyukai bau parfum yang berlebihan. Kau selalu salah tingkah bila ada kata kata gombal untukmu. Dan andai kau tahu parfum yang kupakai khusus untukmu. Hanya untuk membuatmu nyaman. Dan satu hal yang beda darimu, kau itu stalker, kau sering membuka akun sosmedku. Jangan tanyakan bagaimana caraku mengetahuinya. Aku, selalu satu langkah didepanmu. Benarkan? Aku tahu semuanya.

Sihir apa yang sebenarnya kau mainkan padaku? Kalau dinilai dari fisik, kau bahkan tidak ada ¼ nya dari Princess School yang pernah kuputuskan itu. Kau juga tak terlalu cerdas seperti cewek teladan yang juga pernah menjadi mantanku. Apakah kebaikanmu? Kau bahkan sering meminjam pena dan peralatan tulis lainnya dari Ashla tanpa harus mengembalikannya. Apa yang istimewa darimu? Kenapa aku tak bisa bersikap dingin kepadamu? Kenapa senyum ini selalu muncul saat kulihat wajahmu? Kenapa aku tak bisa menahannya? Walau akulah pemiliknya. Kenapa mata ini tak isa berhenti memandang wajahmu? Aku tak bisa. Saat kau tersenyum padaku, duniaku berwarna Dell. saat kau menangis, aku ingin mendekatimu dan segera memelukmu.Tapi  siapa aku ini? Apa pentingnya aku dalam hidupmu?

Andai kau tahu, disaat aku tahu kita sekelas, aku sangat gembira. Aku mengirimkan beberapa chat padamu. Aku meminjam buku matematikamu dan beralasan ingin menyalinnya. Tapi kau tak pernah tahu, itu hanya alasan. PR ku sudah selesai, bahkan aku membenarkan jawaban Adelle yang salah. Aku menyukainya. Dia, Adelle Zahra Rawnie! Aku suka saat membelai  rambutnya, aku suka saat membenarkan lengan bajunya yang robek, aku suka saat ia menatapku dengan pandangan kosong.
Tapi, apakah ini yang dinamakan suka? Apakah ini yang dinamakan cinta? Atau aku hanya kagum? Bahkan aku sendiri tak mengerti apa bedanya.  Kalau ini adalah cinta, aku takut untuk terjebak didalamnya, bagaimana caraku bisa keluar darisana saat cinta itu membuatku terhapuskan dari dunia ini. Tapi kalau ini adalah kagum, mengapa jantungku terasa berdebar saat bertemu dengannya? Mengapa ada rasa yang berbeda saat senyumnya teruntuk padaku?

Hai hai readers!! Late post lagi,  sorry.... Vote+comment😀

AdelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang