#23

47 6 7
                                    

"Aku pergi. Itukah yang kamu mau? Kalau aku memilih tinggal, itukah yang kamu benci?"

Adelle hanya terdiam. Menatap seseorang yang kini juga menatapnya. Tangan kanannya memegang koper berwarna hitam. Pandangannya tepat menusuk iris mata Adelle.

Tak bisa dipungkiri jika Adelle tidak pernah merelakan kata 'ikhlas' keluar dari hatinya untuk... Dika.
Menangis? Belum. Adelle masih menahannya. Menunggu Dika melakukan sesuatu, setidaknya membuat ia merasa apa yang telah ia putuskan 'menerima perjodohannya' bukan keputusan yang salah.

Setidaknya.

Inilah saat yang Adelle nantikan. Sebilah tangannya yang tadi ia masukkan saku, kini terangkat melambai kepadanya. Secercah senyum Adelle terbit. Pegangan tangan Dika pada kopernya mengerat. Akankah Dika berlari ke arahnya? Akankah Dika memeluknya erat-erat? Mengatakan kalau ia tidak akan pergi?

Tapi.. Tunggu.

Dia berbalik? Mau kemana dia? Bukannya itu ke arah pesawatnya? Ah tidak, mungkin ia akan mengatakan pada petugas perihal batalnya keberangkatannya.

"Dika aku disini, aku tunggu kamu"

"Bentar deh dell, itu dika mau kemana coba?", tanya Ashla disebelahnya. Yang disambut Adelle dengan gelengan kecil.

Selama 10 menit ia tetap pada posisinya bersama Ashla. Tak lama kemudian, terlihat pesawat yang sudah melakukan lepas landas.

"Lah? Bukannya itu pesawatnya si Dika ya?", tanya Ashla mengguncang bahu Adelle pelan.

Adelle menolehkan kepalanya ke arah yang ditunjuk oleh Ashla tadi. Buru-buru ia berlari ke arah yang tadi Dika tuju. Dia mulai panik saat ia tak menemukan batang hidung Dika.

Benarkah? Benarkah Dika pergi? Tanpa sepatah katapun? Hanya sebuah lambaian tangan?

Adelle datang dengan semua halangan, hanya untuk mendegar kata 'Gue pergi' cukup, itu saja. Pada dasarnya memang Adelle tak pernah mau menuntut lebih. Tapi sepertinya sepatah kata itulah yang membuat Dika kesulitan untuk mengungkapkannya. Apa boleh, buat memang Adelle tak pernah menjadi alasan kebahagiaan Dika. Kan?

"Dell, lo-"

"Gue mau pulang sama Alvin. Lo duluan aja"

"Tapi gu-"

"Makasih mau nganterin gue", Adelle berbalik menghadap Ashla dengan senyum kecut andalannya. Kemudian melengang pergi dari hadapan Ashla. Yah, Adelle hanya menurut saja kemana kakinya akan membawanya singgah.

Tangan Adelle kemudian tergerak untuk menelpon seseorang. Siapa lagi kalau bukan Alvin. Tak lama setelah nada tunggu terdengar, sayup-sayup suara Alvin menggema di telinga Adelle.

"Vin, lo lagi dimana?"

"Masih di sekolah sih. Kenapa?"

"Sibuk?"

"Nggak juga. Kenapa?"

"Bisa jemput gue di bandara?"

"Hah!? Kenapa lo bisa di bandara jam segini? Bukannya lo se-"

"Gue tunggu"

AdelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang