#20

62 7 2
                                    

"Kalau kamu pergi, lalu pada siapa akan aku berikan perasaan ini?"


Keberangkatan Dika ke luar negeri tinggal menghitung hari saja. Meninggalkan kenangan masa kecilnya untuk sementara waktu atau mungkin selamanya masih menjadi hal yang berat untuknya. Apalagi, mengingat salah satu beban terberatnya belum juga selesai.

Masalah hubungannya dengan Bita, Dika sudah tak ambil pusing lagi. Tinggal telpon, lalu minta putus. Selesai sudah. Mengenai babibu dari teman-temannya nanti, itu perkara belakangan.

Membicarakan beban terberatnya, Dika jadi gegana sendiri di depan rumah cewek satu ini. Siapa lagi kalau bukan Adelle. Kata Dino, teman sekelasnya yang recehnya minta ampun, gegana itu istilah yang lagi kekinian dan jangan sampai tergantikan. Padahal mbak Badriah yang munculin biasa saja kalau istilah ini tergantikan. Memang, remaja alay Dino itu.

Ceklek~srutt

Gerbang rumah terbuka menampilkan wajah cantik favoritnya. Dengan wajah datar seperti itu, bagi Dika sudah sempurna. Adelle berjalan dengan tatapan datar menusuk lensa matanya.

"Ada keperluan apa anda kemari?", tembak Adelle begitu sampai di hadapan Dika.

"Lo kayak orang gak kenal aja, panggilnya anda. Udah berapa tahun sih, gak ketemu. Hehe", tawanya renyah. Matanya menyipit, tapi hatinya teriris mendengar sapaan itu dari Adelle.

"Maaf, saya sedang tidak punya waktu untuk membicarakan topik yang tidak jelas seperti ini"

"Tau ah, ngomongnya formal mulu. Yuk, berangkat, nanti kita bisa telat", senyum manis Dika mengembang.

"Maaf, saya bisa pergi dengan sopir"

"Yakali lo nolak ajakan cogan kek gue? Dan pilih kakek kakek gitu?", tunjuk Dika pada sopir Adelle yang sedang nyengir kuda padanya.

"Anda kalau bicara jangan kelewatan ya. Jangan menghina orang lain, belum tentu juga anda lebih baik dari dia", tunjuk Adelle pada Dika.

"Iya iya maaf", ujar Dika menggaruk belakang kepalanya yang tidak terasa gatal.

"Yuk", kedua tangannya mengulurkan helm berwarna hitam kepada Adelle. Sedangkan, Adelle menatapnya dengan sebelah alisnya yang terangkat, meminta penjelasan.

"Buat sehari ini aja, jangan nolak gue ya?"

Adelle meradang rasanya. Bisa-bisanya Dika ini datang menjemputnya, mengajaknya pergi ke sekolah bersama, sedangkan ia baru putus dengan pacarnya. Kalau Adelle ada di posisi Bita akan ia cabik muka gantengnya di detik ini juga.

"Pacar lo mana?", sungut Adelle sinis.

"Udah putus", ujar Dika santai sambil meletakkan helm tadi. Lama lama pegal sendiri memegangnya.

"Oh, makanya lo kesini ya? Lagi cari pelarian ini maksudnya?"

"Jangan bikin gue marah. Niat gue ke sini tulus buat jemput lo".

"Yang harusnya marah itu gue! Udah lo sakitin berulang kali! Udah lo cuekin selama lo pacaran sama Bita! Udah nggak lo anggap sahabat! Yang marah itu gue! Gue!", Adelle memaki lelaki di hadapannya ini. Masih terlalu pagi untuk mengeluarkan air mata kekesalannya. Jadilah ia, menahannya.

AdelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang