16

88 6 3
                                    

"Kamu pernah jadi yang utama. Kamu pernah aku prioritaskan. Kamu juga pernah menjadi semangat di setiap hariku. Sayangnya kamu tidak menyadarinya dulu. Kalaupun kamu menyadarinya sekarang, maaf, karena rasaku padamu sudah kadaluwarsa"


"Karena gue suka sama lo"

================================

"Kenapa nyadarnya baru sekarang sih? 2 tahun kemana aja tuh hati?"

"Arghh!"

"Dulu aja minta saran buat nembak cewek, sekarang jadi dia yang nembak gue"

"Benci deh gue!!"

"Gue harus gimana?? Sebel!Sebel!Sebel"

"Mau dibawa kemana Dikanya?"

Malam ini, memang malam yang berat bagi Adelle. Pertama, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Dika menggandeng cewek lain.
Kedua, dia menerima pernyataan hati dari Alvin
Bimbang? Iya lah. Pengen nangis? Marah? Teriak? Jelas dong. Pengen mati? Nggak lah, justru sekarang ia ingin membunuh kedua orang itu.

Drrrt

Getaran ponsel dari atas nakas mengalihkan pikiran Adelle. Dengan bergegas, ia mengecek, dari siapakah pesan itu berasal. Matanya membulat sempurna. Pesan itu dari... Dika? Semalam ini?

"Malam Dell? Lagi mikirin tadi ya?"

"Gue tahu gue salah. Maaf udah bikin lo nangis, gue nggak ada maksud buat jauhin lo. So, jangan pergi dari gue.
Besok, lo nggak bakal nangis lagi dell, lo bakal bebas. Lo bisa sama siapa aja. Siapapun. Nggak ada batas lagi buat lo. Dan gue tahu gue nggak bisa sama lo.
Biarin semuanya jalan kayak rencana Tuhan ya. Nggak semua rencana Tuhan itu harus lo tangisin. Ada baiknya lo ambil hikmah dari setiap kejadian yang ada.
Apapun yang lo denger besok, itu keputusan gue. Mau lo marah atau benci setelahnya, itu hak lo. Cuman, yang harus lo inget adalah, gue Dika dan bakal tetep gitu selamanya. Gue sayang lo dan bakal tetep gitu sampai kapanpun"

Buat lo yang gue sayang
Dika


Apa maksudnya? Kok gue jadi takut gini? Bodo ah, gue ngantuk. Mau tidur.

Keesokan harinya, dengan mata sembab karena memang tadi malamnya dia menangis. Ahh, malam itu adalah malam yang berat baginya. Dia harus merasakan emosi yang campur aduk memenuhi relung hatinya. Rasanya magnet kasur ini begitu erat menariknya untuk kembali berbaring. Tapi dengan keaadaran yang masih minimal ia bangun dan pergi memebersihkan diri di kamar mandi. Guyuran air di pagi hari sukses membuatnya menggigil. Dingin. Andai saja disini ada Dika dan Alvin datang dan berebut untuk memeluknya. Aish, apa yang sedang di pikirkannya ini salah. Mimpi lo dell.

Persiapannya menuju sekolah pun siap. Sekitar 30 menit setelah ia bangun. Bunyi ponsel dari atas nakas menampilkan... Alvin?

"Ya?"

"Berangkat sama gue yuk? Gue udah di depan rumah lo"

"Hah? Kan gu--"

"Sepuluh menit ya?"

"Ta--", tutt..

"Ihh, maksaan banget jadi orang"

Adelle menuruni anak tangga yang menghubungkan lantai atas dan bawah.

AdelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang