#8

111 18 6
                                    

"Kalaupun jawaban iya-ku membuatmu bahagia akan aku katakan,walau dibalik itu kau tak mengetahui bagaimana pedihnya. Akan kucoba untuk menyembunyikanya sebaik mungkin. Apakah itu cukup untuk membuatmu percaya padaku?”

Suara pantulan bola basket terdengar diseluruh penjuru lapangan. Pikiran yang berkecamuk tak karuan memenuhi otakku. Apa yang akan aku katakan? Iya? Itu akan mengorbankan perasaanku sendiri, tidak? Aku tak ingin cinta merubahku menjadi orang yang egois. Ashla, dia, sahabatku. Tapi Dika?

Aku mencoba menyimpan dilema ini dengan fokus pada permainan Dika. Tak kusangka, Dika memang ahlinya dalam basket. Seorang shooter. Aksinya dalam memasukkan bola ke ring mmembuat suasana yang sudah ramai ini semakin ramai. Utamanya teriakan dari fans fans Dika. Tak sadar, kedua telapak tanganku refleks memberikan tepukan meriah untuknya saat bola itu masuk dengan mulus ke dalam ring. Tak kusangka, Dika menoleh kearahku. Padahal ada banyak tepuk tangan disini. Ashla yang bahkan telapaak tangannya memerah tak ditoleh olehnya.

Ada senyum yang terbit disana. Dari kejauhan, namun masih bisa kulihat. Ingin aku juga tersenyum kearahnya, tapi tidak, aku hanya bia menatapnya, mencoba untuk mengatakan segalanya lewat mataku. Benar saja, Dika tak paham apa artinya, dia kembali fokus pada permainannya.

“Dika senyum”

Perkataan Ashla yang tiba-tiba membuatku sedikit terkejut, tapi tetap aku mencoba menghiraukannya.

“Ke arah lo”

Sontak, aku menoleh ke arahnya.
Ashla memperhatikan semuanya?

“Oh ya?”, kataku berpura pura kaget.

“Ada hubungan apa sih lo sama Dika?”

Apa maksud perkataan Ashla ini? Apa dia curiga padaku? Apa secepat itu perasaan cinta membutakan matanya?

“Maksudnya? Gue nggak ada tuh. Justru baru mau ada. Kalo lo udah jadian sama Dika kan nanti gue jadi temen pacarnya”

“Apaan sih”

Ada raut malu malu di wajahnya dari perkataanku yang memang kutujukan untuk menggodanya. Senyumku muncul saat melihatnya. Namun, senyum ini berbeda dengan yang biasa. Senyum ini paksaan. Memang terlihat sangat manis, tapi apa yang ada di hatiku, hanya aku dan tuhan yang tahu.

Tak lama kemudian pertandingan tim Dika berakhir. Memuaskan! Tim Dika memenangkannya. Kebahagiaan sangat terlihat dari wajahnya yang penuh dengan bulir keringat. Aku kira Ashla akan menatapnya, tapi tidak. Dia malah mengajakku keluar dari lapangan. Aku sendiri bingung dengannya, padahal nanti ada penyerahan piala pada sang pemenang.

“Yuk cepetan! Mama gue udah nunggu”

Aku hanya mengikuti langkahnya yang cepat. Lebih tepatnya, berlari.

Kami pun sampai di gerbang utama sekolah. Beruntung papa menjemputku hari ini. Jarang sekali, aku bisa dijemput atau diantar papa. Karena kesibukannya lah, aku dan papa jarang menghabiskan waktu bersama. setidaknya, aku bisa menyingkirkan dilema perasaan ini. Ada papa disampingku itu sudah lebih dari kebahagiaan bersama Dika dan Ashla. Tak banyak yang bisa kami bicarakan. Jarak yang tidak terlalu jauh selalu membuat pembicaraan kami yang mulai menyenangkan terhenti. Setelahnya, biasanya papa tak ada waktu lagi untukku.

Sesampainya kami di rumah, aku langsung melesat menuju kamarku. Ruangan yang sangat aku sukai. Sensasi pink yang sangat girly terlihat dari wallpaper kamar yang kudesain sendiri. Belum lagi ranjang tidur dan bad cover-nya. Kurebahkan badanku di atas kasur yang empuk. Kupejamkan mata ini yang memang terasa sangat lelah. Baru saja, aku akan tertidur tiba tiba dering ponselku bergetar di saku rok ku.

AdelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang