#24

39 4 9
                                    

"Mau berapa lama lagi bersandiwara layaknya sepasang kekasih? Jika namaku saja tak pernah terbesit dalam benakmu. Dan hatimu juga tentunya"


Aku telah kalah. Menghadapi lika-liku yang telah Tuhan gariskan untukku. Aku menyerah. Beradu dengan kesabaranku yang tak seberapa ini untuk menghadapinya.
Aku diam. Karena aku telah bosan berucap tanpa pernah didengarkan.

Namun, yang harus aku ketahui...
Bahwa aku masih beruntung. Aku sangat beruntung terlahir di tengah orang-orang yang begitu mengerti diriku. Aku tak seharusnya mengeluh seperti ini kan? Harusnya aku mulai belajar mengerti akan alur yang selama ini telah aku lalui.


***

Pedih.

Satu persatu orang yang berada di dekatku perlahan-lahan meninggalkan aku seorang diri. Oke ini terlalu dramatis. Tapi hanya karena 2 orang yang.. Yah, mungkin belum menjadi bagian dari hidupku, aku menangis semalaman penuh. Astaga, masalahnya salah satu di antara mereka... Calon suamiku. Kan?
Hahaha, aku tertawa. Pada kenyataam pahit yang menimpa diriku sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, kalau memang inilah jalannya.

Seperti pagi ini, aku terbangun dengan mata sembab. Mama mengetuk pintu kamarku pelan. Mama tahu kalau sejak pulang sekolah kemarin, aku mengurung diri di kamar. Aku tidak turun untuk malam malam. Sampai membersihkan diri saja tak terbesit dalam benakku.

"Kenapa ma?", kataku lesu sembari membuka kamar.

"Mata kamu kenapa sayang?"

"Cuman tadi malam nggak bisa tidur aja". Tentu saja aku bohong. Aku malah tidur lebih awal dari biasanya, karena lelah mengelurkan air mata.

"Boleh mama ngobrol sama kam-"

"Ma, aku mau siap-siap. Ini udah siang", aku menolak tawaran mama.

"Sebentar aja sayang", kata mama masih bersikeras.

Helaan nafasku mengiyakan permintaan mama.

Mama beralih menatap keseluruhan isi kamarku. Kemudian ia melihatku. Ia tersenyum kecut karena kebohonganku.

"Mama tahu kamu bohong. Ayo sini duduk terus cerita sama mama", mama menepuk-nepuk kasurku.

"Maa, nggak usah"

"Ini mama lo dell, kamu nggak boleh gitu. Mama ini-"

Mama berhenti berbicara saat aku sudah duduk di sampingnya.

"Sekarang cerita sama mama. Kenapa kamu habisin tisu satu dus gitu?"

"Ah, mama lebay. Aku nangis itu karenaa, yaa biasa lah. Cewek"

"Kamu disakitin Dika? Ayo ngomong sama mama sayang"

"Nggak kok ma"

"Terus kenapa?"

"Dia pergi aja. Ke luar negeri. Hehe"

"Kapan? Dia nggak ada pamit sama mama gitu"

"Mendadak ma, udah ah. Nanti lagi kita lanjut bicaranya, Adel mau berangkat"

"Tapi ma-"

"Da, mamaa", kataku mencium pipi mama lalu bergegas pergi.

Author POV

Jadi, apakah ini akhirnya? Ia kembali pada kehidupannya yang lama? Tertawa ria bersama sahabatnya, melupakan segala drama cintanya itu. Andaikan bisa, mungkin opsi itu yang sedari dulu Adelle pilih. Nyatanya, papa Adelle masih kebingungan akan perusahaan yang ia tangani sekarang bila perjodohan Adelle dengan Dika sampai batal.

AdelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang