lima belas

55 8 4
                                    

"Will?" Pastiku saat menelaah wajahnya. Ya. Dia Will. Kembaranku.

"Nick?" Tanya Will dengan suara khasnya.

Kami segera berpelukan. Dia memelukku sangat erat. Sepertinya ia sangat ketakutan.

"Bagaimana kau bisa disini?"

"Saat kejadian itu, aku dan teman-temanku dievakuasi oleh beberapa pria berseragam. Lalu, aku ditampung di balai perlindungan terdekat. Lalu, aku dan pengungsi lainnya dipindahkan ke sini, New York."

"Kau... sedang apa disini? Dan mengapa kau berseragam? Apa yang terjadi?" Tanya Will sambil menyentuh seragamku.

"Uh... ceritanya panjang. Dan aku disini untuk membantu para pengungsi. Memberikan mereka pakaian hangat, obat-obatan, dan lain-lain,"

"Kau tampak keren, dude. Lihat aku. Hanya hoodie lusuh yang melekat di tubuhku. Disini, aku hanya makan, minum, tidur, dan hanya mengulanginya lagi."Ucapnya sembari menyunggingkan satu sudut bibirnya.

"Diharapkan bagi petugas, segera berkumpul. Diharapkan bagi petugas, segera berkumpul," suara megafon berbunyi samar-samar diantara banyaknya suara yang ada di sini. Aku segera menghampiri suara tadi.

"Aku harus pergi, sebentar." Ucapku pada Will.

"Jadi begini, jika tugas kita sudah selesai. Bersiaplah untuk pulang." Ucap ketua misi kami.

"Sir! Aku bertemu dengan adikku! Apa aku bisa membawa nya ke Pentagon?" Tanyaku.

"Maaf Nick, tetapi tidak bisa. Pentagon hanya dihuni orang-orang yang berkepentingan."

"Tapi dia penting bagiku," jawabku lemas.

"Maaf tapi tidak bisa. Kau juga sudah bersumpah untuk mementingkan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, bukan? Jadi, maaf..."

"Ah... ya, aku mengerti..." aku berbalik dan berjalan menjauhi kerumunan.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Ivan padaku.

"Yeah."

Tiba-tiba sebuah tangan terulur untuk menggenggam tanganku dari arah belakang. Aku pun berbalik.

"Lil..." ucapku dengan senyuman yang kupaksakan.

"Mari kita temui kembaranmu," ajaknya.

Sekarang, aku sudah berada didepan Will.

"Will... aku akan segera pulang. Kabar buruknya, aku... a-aku tidak bisa membawamu. Maafkan aku." Ucapku dengan penuh penyesalan.

"Tak apa, aku bisa menjaga diri disini. Pastikan kita selalu terhubung," Balasnya dengan senyuman.

"Ini, untuk menghubungiku. Jika ada sesuatu, telfon aku secepatnya." Aku memberikan sebuah alat komunikasi khusus pada Will. Kami berpelukan untuk yang terakhir kalinya.

Kami pun berkendara kembali ke Pentagon dengan Jeep kami. Kami lewati gedung-gedung mati, semua benda yang kami lewati berdebu. Mungkin debu itu berasal dari abu mayat-mayat yang tersengat Radians.

"Jadi, kau tidak bisa membawa adikmu, huh?" Ucap John.

"Shut up."

"Omong-omong, kita tidak melakukan misi lagi? Yang ada tembak-menembaknya?" Ucap Sam sambil membentuk jari-jarinya menjadi seperti sebuah softgun.

"Mungkin.." Jawab John.

Bang!

Bang!

Bang!

Suara lesatan peluru mengagetkan kami. Sepertinya peluru itu menembus ban Jeep kami. Lama kelamaan, Jeep kami melaju lambat.

UNSEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang