7

289 41 3
                                    

Athea membuka mata perlahan, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah langit-langit putih bersih dan lampu neon yang begitu terang.

Athea bangkit, kepalanya terasa pening, juga terasa perih di bagian pelipis. Ia menyentuh pelipisnya perlahan, terasa sebuah kain kasa tersentuh oleh tangannya.

Dahinya mengkerut saat sadar ia sedang berada di tempat yang tak ia ketahui. Ia beranjak, berjalan gontai menuju cermin berukuran besar di hadapannya. Sebuah pantulan bayangannya terlihat jelas di sana, pelipisnya yang terutup perban, pipinya yang lebam, rambut yang acak-acakan.

Matanya mencari-cari jaket kulit yang ia pakai semalam, setelah menemukannya di atas sebuah kursi ia segera memakainya, dan keluar dari kamar.

Ia berjalan pelan, tubuhnya masih lemas. Ia berjalan keluar dari lobby hotel. Lalu memberhentikan sebuah taksi dan segera melaju menuju kost-an bang Fariz.

***

Dahi Fariz berkerut dalam jarinya masih mengelus dagu berjambang tipis miliknya, "Kok lu bisa di hotel sih?" tanya Fariz setelah mendengar tuturan cerita Athea sepuluh menit lalu.

"Nggak tau." jawab Athea sambil melahap buburnya.

"Pasti ada yang nolongin lu kan?" tanya Fariz lagi, masih penasaran.

"Mm, mungkin. Eh jam berapa sekarang?" ujar Athea berbalik bertanya sambil mencari-cari jam di sekitarnya.

"Jam tujuh kurang dua puluh." jawab Fariz sambil masih berpikir.

"Ohh masih keburu, gue mau mandi abis itu sekolah."

"Tumben lu mau sekolah." celoteh Fariz menaikkan sebelah alis mendengar pernyataan Athea yang terasa begitu aneh ditelinganya.

"Ya elah bang Fariz, jangan ngomong gitu nanti gue jadi males lagi." protes Athea sebal dengan Fariz.

"Ceelah, baperan, oke deh."

Athea segera beranjak dan pergi ke kamar mandi, setelah beres mandi ia segera memakai baju seragam dan mengganti perban lukanya dengan yang baru.

"Udah, yuk anterin gue." ucap Athea sambil sibuk mengikat rambutnya menggunakan jedai berwarna hitam.

Tanpa berkata, Fariz beranjak dan keluar dari kamar, ia mengeluarkan motor dari parkiran dan segera membonceng Athea menuju sekolah.

***

"Kamu, sudah syukur saya kasih kelonggaran skors, tapi sekarang masih aja dateng terlambat, kamu liat sekarang jam berapa?" sentak bu Retno, di dalam ruang BK, ketika Athea baru saja datang digiring oleh guru piket untuk menghadap bu Retno.

"Loh kok disini jam delapan, tadi di jam saya masih jam enam kok bu, salahin jam saya aja bu, keterlaluan emang yah." jawab Athea polos sambil mengulurkan tangan memperlihatkan jam tangan hitam yang sedang ia kenakan.

"Athea, saya benar-benar pusing menghadapi kamu," bu Retno menggelengkan kepala, wajahnya terlihat lelah, matanya menyipit memandang tajam ke arah Athea.

Athea mengkerutkan dahi sambil mengerucutkan bibir bak seekor bebek, "Kok pusing, emang saya kincir angin yang muter-muter bikin pusing apa? enak aja ibu ini kalau ngomong, saya ini orang bu. Ya ampun, sabar The, ini ujian." ucap Athea sambil mengusap dada ketika mengucapkan kalimat terakhir.

sisterhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang