13

244 30 2
                                    

Athea dan Derrel memasuki mobil, sedetik setelah masuk Derrel membuka dashbor mobil lalu meraih sebuah sisir kecil juga tissue.

"Nih, benerin dulu penampilan lo, rambut lo berantakan kayak nenek sihir." ucap Derrel sambil meletakkan sisir dan tissue di pinggir Athea.

Athea meraih sisir itu lalu dengan susah payah Athea menyisir rambutnya yang begitu kusut, setelah terasa sudah terlihat rapi Athea meraih beberapa helai tissue mencoba membersihkan make up di wajahnya.

Derrel menyetir mobil dengan kecepatan sedang sesekali ia melirik Athea yang masih sibuk membersihkan sisa make up di wajahnya.

Tak sengaja matanya melihat tiga goresan merah di pipi Athea, Derrel membelokkan mobil secara tiba-tiba memparkirkannya di pinggir jalan.

"Loh kok berenti sih?" tanya Athea bingung.

Tanpa berkata apa-apa Derrel keluar dari mobil meninggalkan Athea yang masih menatapnya bingung, beberapa menit kemudian Derrel kembali sambil membawa sebuah plastik berlogokan sebuah mini market.

"Lu gak ngerasa gitu, pipi lu luka gitu." ucap Derrel sambil membuka bungkusan kapas dan alkohol.

Derrel meraih beberapa helai kapas lalu membasahinya dengan alkohol, perlahan ia menarik Athea agar mendekatkan wajahnya pada Derrel.

"Ini bekas cakaran, bahaya, kuku itu banyak kumannya. Nanti lu infeksi lagi." ucap Derrel sambil mengusap luka Athea pelan memggunakan kapas yang sudah dibasahi alkohol.

Athea memandang wajah Derrel yang berjarak dekat dengannya, "Kenapa lu mau nolong gue?" celoteh Athea membuat Derrel memberhentikan gerakan tangannya.

Derrel balas memandang manik mata Athea, menatapnya dalam, "Bukan urusan mau atau nggak mau, tolong menolong sesama manusia itu wajib." sahut Derrel.

"Hm, ternyata lu masih anggap gue manusia setelah gue banyak bikin kerusakan. Makasih." ucap Athea sambil terkekeh pelan.

Derrel kembali melanjutkan gerakan tangannya lagi, "Walaupun lu banyak bikin kerusakan tapi gue tau ada alasannya lu bikin itu semua. Karna gue pernah ngalamin apa yang lo rasa. Jadi, jangan anggap gue sok ngatur-ngatur idup lo, gue cuman nggak mau. Lo berakhir seperti gue." jelas Derrel.

Athea terdiam ia tak tahu harus berbicara apa lagi pada lelaki di hadapannya.

"Yaudah, sekarang kita pulang. Rumah lu dimana?" lanjut Derrel membereskan kembali kapas dan alkohol lalu kembali menjalankan mobil.

"Gue nggak punya rumah," ujar Athea dengan nada lirih, dadanya sesak ketika ia berkata seperti itu.

"Hah?" tanya Derrel tak mengerti dengan arah pembicaraan Athea.

Athea menatap lurus kedepan, "Bukannya rumah itu tempat kita untuk pulang, tempat orang-orang menanti kita buat pulang, tapi gue nggak punya itu."

"Lo nggak usah mikir kayak gitu, pikiran negatif kayak hlgitu gak akan bisa menyelesaikan masalah, yang ada masalah lo nambah rumit, gue kasih tau, lo nggak akan bisa tau dan pastiin hati seseorang dari luar, lo gak bakalan tau, terkadang orang yang keliatannya cuek adalah orang yang paling peduli sama lo, diam-diam mereka mengharapkan lo untuk kembali." ungkap Derrel membuat Athea terdiam, mencoba menelaah kata-kata Derrel.

Suasana hening sejenak, perasaan canggung datang menghampiri Athea, ia tak bisa berkata-kata lagi.

"Oke, kalau lo masih nggak mau buat pulang ke rumah, oke gue anter lo kemana aja," ucap Derrel mencairkan suasana.

Athea melirik Derrel sejenak.

"Gue nggak tau harus kemana," sahut Athea.

Derrel menghela napas, tetap menjalankan mobil entah menuju kemana.

sisterhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang