40

219 23 1
                                    

Tak terasa sudah seminggu berlalu, kelopak mawar, di vas bunga sudah berguguran.

Raka masih saja terdiam, menunggu dalam hening, ia percaya akan keajaiban tuhan. Tuhan pasti akan memberikan sebuah keajaiban itu pada Athea, Raka yakin.

Ruangan hening, hanya terdengar denyutan suara pendeteksi detak jantung.

Baru saja tadi Raka bercerita tentang sekolah pada Athea, sekolah sangat sepi tanpa kehadiran Athea, kemarin guru sudah melayat Athea juga banyak teman kelas lain yang datang membesuk Athea.

Nyatanya Athea tidak sendiri, banyak orang yang terlihat tak peduli pada kita namun kenyataannya dalam lubuk hati yang paling dalam, orang pasti mempunyai kepedulian terhadap orang lain walaupun hanya seujung kuku. Pada dasarnya itu lah hakikat manusia, kadang omongan mereka selalu berbeda dengan laju bicara kebenaran dihatinya. Apakah itu termasuk munafik? Tidak, manusia terkadang susah untuk mengungkapkan sebuah perasaan yang sebenarnya pada orang lain, itulah masalahnya.

"Masih disini, nak? Nggak sekolah?" sebuah suara lembut membuat Raka tersadar dari lamunannya.

Ia menoleh, memandang sosok perempuan paruh baya yang biasa disapa Oma itu mendekat dan duduk di kursi sebrang Raka.

"Nggak Oma, Raka kurang enak badan." ucap Raka beralasan.

"Kurang enak badan kenapa nggak istirahat dirumah aja?" tanya Oma heran.

"Nggak bisa, soalnya Raka nggak enak badannya karena nggak ada Athea di sekolah." ungkap Raka sambil tersenyum malu.

"Oh gitu, kamu siapanya Athea?" tanya Oma kemudian.

"Saya sahabatnya Athea dari SMP oma." jawab Raka.

"Oh gitu, keliatannya gak kaua sahabat, kamu suka ya, sama Athea?" tanya Oma yang sanggup membuat Raka tak bisa berkata-kata lagi.

Sejenak Raka terdiam dan memandang wajah Athea.

"Iya." jawabnya singkat dan jelas.

Oma tersenyum simpul lalu memandang wajah Athea yang masih terlihat pucat.

Suasana kembali hening, Raka sedikit merasa canggung diam bersama Oma.

Raka memutuskan untuk beranjak namun sebelumnya berpamitan terdahulu pada oma.

Raka berjalan keluar, namun sebuah suara mengejutkan hatinya, tiba-tiba terdengar suara dengungan yang memekakan telinga, membuat Raka berbalik menoleh.

Oma terlihat panik, memekikan nama Athea lalu berteriak ke arah Raka untuk segera memanggil dokter.

Raka terpaku sejenak syok, lalu berlari tergopoh-gopoh sambil berteriak memanggil dokter.

Dokter segera muncul lalu merangsek masuk ke dalam ruangan bersama suster, oma keluar dari ruangan sambil menangis dan berdoa berkali-kali.

Raka hanya terdiam tak berkutik, memandang dokter sedang mempersiapkan alat pemacu detak jantung.

Berkali-kali dokter menyentuhkan alat itu pada Athea, tapi alat pendeteksi detak jantung masih saja tak menampakkan garis lurus ke atas, alat itu masih saja berdengung dengan garis-garis lurus horisontal.

Dokter terlihat berbicara pada suster lalu suster segera melepas alat oksigen Athea, juga alat lainnya.

Raka terperengah, dadanya sesak, benar-benar sesak.

"Apa ini, kenapa? Nggak mungkin!" teriak Raka dalam hati. Kakinya masih mematung berdiri memandang ke arah tubuh Athea yang kini ditutupi kain putih.

Dokter keluar dari ruangan, menunduk sedih, lalu berbicara dengan suara amat lirih, "Maafkan saya, saya tidak bisa menolongnya, saudari Athea sudah tak ada."

Deg ...

Suatu benda runcing terasa seperti menikam hati Raka, pertahanannya runtuh, kakinya lemas, ia terjatuh dilantai, menangis sesenggukan sambil berteriak lirih, "nggak mungkin!" teriaknya sambil memegangi kepala frustrasi.

"Athea! Lo beneran tega, lo gak sayang sama gue?" tanya Raka dalam hati sambil masih menangis lirih.

"Ini mimpi, ini pasti mimpi, Raka bangun!"

***

Hari ini begitu kelabu, hanya berwarna monokrom, hitam, putih dan abu-abu, tak ada warna lain selain itu.

Mungkin biru, karna semua sedih, sangat sedih, tak ada satu orang pun yang tak menangis.

Raka mencoba menahan tangisannya namun ia kalah.

Ia masih terduduk lemas di pinggir pusara, ditemani Bastian dan Riki. Semua masih tak menyangka dengan takdir yang datang begitu tiba-tiba ini.

Apa ini mimpi? Semua hati kecil mereka bertanya demikian. Jika ini benar mimpi, mungkin inilah yang disebut mimpi buruk. Lalu jika ini nyata, mungkin ini kenyataan terburuk.

Derrel, masih berdiri beberapa meter dari tempat Raka dan lainnya berkumpul di sebelah pusara.

Ia enggan mendekat apalagi membaca nama pada kayu yang menancap di ujung gundukan tanah basah itu.

Ia belum bisa kuat, belum bisa menerima, juga belum bisa merelakan. Semua begitu tiba-tiba, dalam waktu sekejap, tanpa terlebih dahulu Derrel mengucap kata cinta pada Athea.

"Gue cinta sama lo, The." gumam Derrel berbisik lirih, lalu sedetik kemudian berbalik, dan berjalan pergi.

  ***

Kepergian Athea memang membawa banyak perubahan di kehidupan orang-orang yang menyayanginya.

Setahun berlalu, semuanya kosong, hidup Raka kali ini begitu monoton. Prestasinya kini menurun, Raka yang dulu si pintar dari kelas XI IPS 1 kini berubah, ranking kelasnya menurun ketika kenaikan kemarin. Entah apa yang selalu menganggu otaknya.

Ia tak bisa berkonsentrasi lagi, pikirannya masih mengingat Athea. Begitu menyesakkan.

"Rak, lu mau kuliah dimana?" tanya Derrel ketika sedang beristirahat di pinggir lapangan setelah bermain basket.

"Entahlah, gua mau coba daftar di jogja, lu?" jelas Raka, lalu balik bergantian bertanya.

"Gue, mau ke Amerika. Kayaknya Indonesia terlalu banyak kesedihan buat gue." ucap Derrel, menerawang ke atas langit.

"Hm, iya, gue juga, mulai mencoba mengikhlaskan dia, gua mau kembali fokus lagi, gua nggak mau bikin dia kecewa di sana ketika melihat gue berantakan kayak gini." ungkap Raka mengikuti Derrel menerawang langit.

Derrel mengangguk pelan, "Good luck, bro." ucap Derrel sambil mengangkat tangan mengajak Raka ber-high five.

Raka tersenyum lalu meraih tangan Derrel.

"Kenyataannya gue sama sekali belum bisa relain dia hilang di kehidupan gue Der," batin Raka.

"Sampai kapanpun, ketika semua orang lambat laun ngelupain lo dari benak mereka, hingga napas gue berhenti nanti gue gak bakalan bisa lupain lo, karna di pikiran gue cuman ada lo, The." batin Derrel ikut bersuara.

____________________________________

Vote it please:)

sisterhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang