Pelangi

60 11 0
                                    

Lagya

Kini aku memulai lagi kesibukanku menyelesaikan studi. Ada banyak hal yang berubah, dan banyak orang juga yang menganggap ini kesialanku. Sudah tinggal selangkah lagi, tapi pembimbing pendamping-ku malah meninggalkanku. Tapi aku bersyukur ini terjadi sekarang, bukan besok, lusa, atau saat defense-ku. Ini masih bisa kutangani. Masih bisa kuhadapi. 

Yang paling sulit adalah menghapuskan bayangan Prof Milo Park yang entah kenapa sulit pergi dari benakku. Oke, ini memang terdengar bukan aku banget. Bisa dibilang Prof Milo Park bukan tipeku. Atau aku tak punya alasan yang cukup untuk menyukainya. Sikapnya yang egois, semaunya sendiri, dingin, tukang perintah, dan banyak hal lagi yang menyebalkan. Memang sih, Milo Park cerdas. Supra-cerdas mungkin. Dan itu membuatnya tampak seksi. Dan menurut semua orang, kecuali aku, Milo Park sangat tampan meskipun dingin. Namun kesan misterius itu yang membuatnya menarik. Atau mungkin aku saja yang tak mau mengakui kalau dia memang tampan? Entahlah.

Aku terkejut dengan ketukan di pintu ruang kerjaku, yang meskipun dirancang untuk tiga orang tapi nyatanya hanya aku sendiri yang menempatinya. Satu orang sudah lulus dan satu lagi sedang cuti. Aku sendiri tak biasanya mendapatkan tamu mendadak tanpa janji terlebih dahulu. Dan ketika kubuka, aku langsung sadar bahwa hari-hariku ke depan mungkin tidak ringan. 

"Ada yang bisa kubantu?" tanyaku sesaat setelah membuka pintu. 

"Aku boleh minta waktumu sebentar?" tanya perempuan cantik itu. Karena aku tahu yang akan dia bicarakan bukan soal akademik, kuajak dia bicara ke kantin meskipun tiba-tiba aku kehilangan selera makan.

"Aku Kay, mungkin Milo sudah cerita soal aku padamu," ucapnya setelah kami memesan minuman. Aku berharap segelas capucino dingin dengan sedikit gula bisa menetralisir isi pikiranku. Aku jengah harus berhadapan dengan hal seperti ini. "Asal kamu tahu, Milo dan aku sudah lebih dari 5 tahun pacaran dan sekarang aku sedang mengandung. Jangan sampai kau salah melangkah." 

"Kay, bicara denganku takkan memperbaiki apapun di antara kalian, jika mungkin masih ada yang harus diperbaiki. Selesaikan saja dengan Milo. Aku tak ada hubungannya dengan masalah kalian." 

"Kau jelas ada hubungannya dengan masalah ini, Milo takkan meninggalkanku kalau tak bertemu denganmu," jawab Kay sengit. Herannya, suaranya yang pahit itu bahkan tidak membuat kecantikannya berkurang sedikit pun. Tapi mungkin kelakuannya yang tidak cantik, mungkin saja. 

"Terserah. Tapi ini akan sia-sia. Bicara denganku takkan ada untungnya. Selamat siang." Lalu aku berdiri, beranjak pergi dari mejaku. Hari ini sangat tidak produktif. Dan aku kecewa kenapa harus melayani pembicaraan yang sama sekali tidak penting ini. 

Ternyata kesialanku tidak berhenti sampai saat aku meninggalkan meja kantin siang itu. Sampai beberapa minggu, aku diteror oleh email dan pesan online dari Kay. Entah apapun nama yang dipakai, semua isinya sama, bahwa aku perempuan kejam yang mencuri kekasih orang lain. Ah, aku tak peduli. 

Mungkin lebih dari sepuluh nomor asing aku blok dan beberapa alamat email aku tandai sebagai sampah. Untung saja email-email profesor penguji yang hampir bersamaan masuknya tidak terikut aku tandai sampah. Beberapa di antaranya mengajakku diskusi minggu depan, jadi semua draft yang akan diujikan harus selesai sekitar dua minggu lagi. Itu artinya aku bisa defense dalam jangka waktu sebulan ke depan jika aku bekerja keras. Rasanya seperti melihat pelangi setelah setahun penuh hujan. 

Aku segera mengabarkan ke Andrew Nguyen tentang kabar dari para pengujiku. Dia terdengar sangat senang dan antusias. Dia juga yakin kalau aku bisa menyelesaikan studiku dalam 3 atau 4 bulan ke depan. Tanpa hutang. Karena seluruh kewajiban publikasi sudah aku penuhi. Ah, menyenangkan sekali.

"Benar kan kataku, Milo Park tidak akan menjerumuskanmu. Kabarilah dia kalau kau sudah akan defense, dia pasti senang. Meskipun mungkin tanggapannya tetap dingin," kata Andrew bersemangat. Hmm, ya, kalimat ini yang tiba-tiba merusak seluruh kesenanganku. Menghubungi Milo Park. 

"Haruskah?" tanyaku hati-hati. Tiba-tiba saja Andrew tertawa keras. 

"Memangnya kenapa? Kamu masih sakit hati karena Milo meninggalkanmu tiba-tiba?" tanyanya masih dengan tertawa. "Mungkin kamu tidak tahu, tapi Milo terus memantau perkembangan studimu. Beberapa pengujimu kan senior-seniornya, mereka masih berkomunikasi. Bahkan Alison Grant sempat berpikir kau pacarnya.. hahaha... " 

"Kenapa bisa beliau berpikir begitu?" tanyaku penasaran. Apalagi tawa Andrew benar-benar lepas dan terdengar sangat geli.

"Milo Park itu laki-laki yang ganteng tapi dingin. Banyak perempuan yang mendekatinya, tapi dia tetap saja bergeming. Baru kali ini saja dia sering menanyakan mahasiswa yang bahkan bukan bimbingannya. Tapi tak perlu kau pikirkan. Kabari saja dia kalau kau akan defense," ujar Andrew. 

BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang