Aku tahu

60 11 0
                                    

Milo

Laki-laki yang bernama Deano itu memang tampak terkejut dengan kehadiranku. Entah apa yang ada di kepalanya, tapi ia tampak agak tidak nyaman. Mungkin saja ada hal yang sebenarnya ingin dia bicarakan dengan Lagya, berdua saja. Tapi aku takkan membiarkannya.

"Jadi bagaimana ceritanya kalian berlibur di sini?" tanya Deano ketika kami selesai memesan makanan. Aku sengaja memilih tempat makan yang tak begitu jauh dari Bandara agar mudah untuk mengantarnya kembali. Bahkan aku berencana untuk segera menyudahinya.

"Kami bertemu beberapa hari lalu di sini," jawab Lagya cepat. Sepertinya Lagya tak ingin aku yang menjawab.

"Kapan kalian akan kembali?" tanya Deano lagi.

"Kami masih menikmati waktu di sini," kujawab segera agar Lagya tak mendahuluiku. Lalu mereka melanjutkan pembicaraan tentang paper yang akan mereka tulis.

Lagya kemudian melihat data-data yang akan mereka kerjakan, termasuk memeriksa strukturnya dan kelengkapan analisisnya. Harus kuakui kalau perempuan ini sangat cerdas, dia benar-benar menguasai bidangnya. Dia bisa menjelaskan hal-hal yang rumit dengan begitu sederhana, pertanda ia paham betul dengan apa yang ia kerjakan. Perempuan cerdas satu ini begitu sexy ketika melakukan pekerjaannya. Untung saja aku ingat kami sedang ada di mana, aku harus mengekang hasratku untuk menciumnya.

"Andrew memang benar ketika bilang kau-lah yang menguasai analisis ini," ujar Deano di akhir diskusi data mereka.

"Tapi Milo Park yang mengajariku dengan begitu sabar sampai aku semahir ini," kata Lagya sambil tersenyum dan mengejutkanku dengan ciuman singkatnya di pipiku. Bahkan dia melakukannya di tempat umum! Lagya tersenyum padaku usai melakukannya. Aku pasti kelihatan seperti remaja yang jatuh cinta, tersipu malu. Untuk menutupinya aku mengacak-acak puncak kepalanya. Aku tak menyangka Lagya akan menciumku. Dan aku tak peduli lagi dengan Deano, aku sudah menunjukkan kalau Lagya milikku.

Akhirnya ciuman Lagya meluluhkanku. Aku menikmati caranya menekuri data dan membiarkan pertanyaan-pertanyaan yang tepat. Beberapa hal ia konfirmasi padaku dan kami pun sempat berdiskusi. Aku jadi sangat menikmati acara makan ini. 

Lagya

Entah karena apa, Milo memutuskan membayar makanan kami. Aku sadar bahwa awalnya ia jengah harus bertemu dengan Deano, mungkin saja ia cemburu. Aku senang ia cemburu. Aku jadi seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Tapi sekarang ia tampak lebih tenang, lebih dewasa, dan sangat percaya diri. 

"Kau pacaran dengan Milo Park?" tanya Deano tiba-tiba ketika Milo pergi ke toilet. Aku tidak menjawabnya, aku hanya tersenyum. "Berhati-hatilah, laki-laki seperti dia sulit dipercaya."

"Hmm, kupikir memang semua laki-laki sulit dipercaya, Deano," jawabku tenang. "Aku cukup dewasa untuk tahu itu."

Lalu tak lama Milo kembali dan kami mengantar Deano kembali ke bandara. Hanya sekitar 2,5 jam yang harus dihabiskan Milo di Bandara sampai pesawatnya berangkat. Hari pun sudah malam, jadi kami harus kembali. 

"Milo, aku kembali ke hotel ya," kataku. Milo diam saja. 

"Kita kan belum selesai menonton film-film yang kau bawa tadi pagi," jawabnya. Aku tersenyum. Ok, aku akan menemaninya nonton, meskipun aku yakin pada akhirnya kami berdua juga akan tertidur. Justru film yang menonton kami tidur. 

Benar saja, kami tertidur lepas tengah malam akibat kekenyangan dan mengantuk. Saat mulai menonton aku sudah mengambil posisi yang nyaman sehingga tak lama setelah kantuk menyerang, aku sudah tak tahu lagi kelanjutan cerita film itu. Sedangkan aku tak tahu kapan Milo tertidur. 

Aku terbangun tepat sebelum matahari terbit, tapi Milo sudah tidak ada di kamar. Aku agak khawatir. Lalu tiba-tiba terbersit pikiran aneh soal perkataan Deano semalam. Adakah yang Milo sembunyikan? 

Aku sudah selesai memanaskan air dan membuat teh ketika pintu kamar diketuk. Kuintip dari monitor gambar Milo yang penuh keringat dan bertopi. Dia tetap tampak tampan, bahkan ketika bersimbah keringat begitu. Ia masuk sambil melepaskan kaosnya yang basah kuyup dan melemparnya ke arah kamar mandi. Mungkin ini bukan pertama kali aku melihatnya shirtless, tapi masih saja aku tertegun melihatnya. 

"Itu adalah ekspresiku ketika melihatmu tidur," katanya mengagetkanku. Aku tak mengerti. "Makanya pagi ini aku jogging," katanya. "Hmm, tiba-tiba aku ingat rumah. Bau teh ini," lalu ia menghirup nafas panjang dan menikmati teh yang kubuat. Lalu dia tersenyum. Pemandangan yang sangat indah.

"Aku mandi dulu," katanya kemudian. "Care to join?" tanyanya tanpa melihatku sambil masuk ke kamar mandi. Aku tersenyum.

BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang