Pukul 23:35.
Malam itu sudah sangat larut. Namun Aldefian baru saja pulang ke rumah beberapa detik lalu dengan dintarkan oleh Andre, menggunakan mobil Tara yang menjadi tumpangan utama mereka menuju salah satu club malam untuk merayakan kenekatan Aldefian yang secara terang-terangan menyatakan cintanya di depan umum walau hanya demi sebuah taruhan. Dengan menggunakan uang traktiran dari Aldefian tentunya.
Andre yang saat itu terlambat datang ke club, alhasil berkewajiban mengantarkan ketiga temannya untuk pulang ke rumah masing-masing dengan selamat. Lantaran Bagas, Tara dan juga Aldefian telah kehilangan kesadaran mereka sepenuhnya akibat minuman-minuman yang mereka konsumsi di club tadi, sebelum Andre tiba.
Untung saja Andre ke club menggunakan taksi karena kendaraan pribadinya sedang diperbaiki di bengkel. Jadi, Andre yang kebetulan rumahnya sekompleks dengan Tara, untuk sementara mengambil alih mobil tersebut sebelum kesadaran sang pemilik benar-benar pulih.
Aldefian berjalan sempoyongan menuju teras rumahnya. Beberapa kali cowok itu harus terhuyung kehilangan keseimbangannya dan terjatuh ke belakang. Namun lagi-lagi Aldefian dengan kesadaran yang melayang-layang tak keruan berusaha bangkit. Memegangi gagang pintu mantap sebelum akhirnya berusaha mengendap-endap masuk ke dalam rumah yang sudah gelap gulita.
Pasti Mama dan Papa sudah terlelap tidur.
Seperti orang yang sudah kehilangan kewarasannya, Aldefian mengacak rambutnya yang sebelumnya telah acak-acakan, lalu menaruh jari telunjuknya di depan bibir seakan-akan mengisyaratkan pada dirinya sendiri untuk diam.
Cowok itu tak mampu berdiri tegap seperti biasanya. Dalam kegelapan, ia berusaha memijakkan langkah demi langkahnya agar tak terjatuh ke ubin lantai yang dingin.
'Defian ketahuan! Habis darimana lo baru pulang larut malem gini?'
Aldefian tersenyum gila. Efek alkohol memang telah membuatnya berhayal yang tidak-tidak. Apalagi sudah lama sejak terakhir kali ia tidak pulang malam begini. Dengan keadaan mabuk pula. Bagaimana bisa, suara seseorang yang telah tiada itu kembali terngiang jelas dalam pendengarannya?
'Lo mau apa sih Def? Mau belajar nakal supaya mereka nerima lo jadi temen mereka gitu? Dengan cara ngebayarin mereka buat main gitu?'
Aldefian lagi-lagi menggila. Kini cowok itu mengangkat kedua tangannya seakan-akan mengusir sesuatu yang berada tepat di hadapan wajahnya. Walau hanya udara hampa yang hanya mampu ia gapai.
"Alex bangsat! Pergi lo dari sini!" Intonasi bicara Aldefian meningkat. Menyebutkan nama bekennya yang sering ia gembar-gemborkan itu dengan marah.
Setelah melakukan hal gila lainnya, Aldefian beralih memegangi kepalanya yang terasa berat. Memukulinya berkali-kali, berharap rasa sakit yang ditimbulkan dari alkohol itu membuat pening yang dirasakannya itu hilang.
Cepat-cepat Aldefian beralih menggapai gagang pintu kamarnya lalu masuk ke dalam setelah berusaha mati-matian menaiki tangga dengan keseimbangan yang tersisa. Kemudian menghempaskan diri dengan kepala yang berat itu di atas kasur.
Tangannya beralih pada sebuah bingkai foto yang terletak apik di atas nakas.
Di sana terlihat jelas dua anak lelaki dengan selang usia yang tak terlalu jauh tengah tersenyum menghadap ke kamera.
Yang satunya anak lelaki dengan postur jangkung nan kurus pemilik senyuman canggung. Dan satunya lagi seorang anak lelaki dengan surai kecokelatan lengkap dengan baju kaos putih yang melekat pada badan tegap sempurnanya, tengah tersenyum hangat seraya mengacungkan jempol pada kamera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Neighbour
Teen Fiction"Mana yang lebih tak tersentuh? Bersembunyi di balik sikap ketusmu itu atau berpura-pura bahagia dengan topeng kepalsuanku?" Hanya karena sebuah taruhan konyol, Aldefian bertekad untuk menaklukkan hati Analia, tetangga sekaligus ketua kelasnya yang...