Aldefian berjalan beriringan dengan Mbok Inah menuju gerbang sekolah. Setelah mewakili orang tua untuk penyerahan raport, sang majikan mudanya lebih memilih untuk bersegera pulang daripada berlama-lama di suatu tempat nanti.
Mbok Inah hanya menurut saja. Lagipula dari dulu ia lah yang selalu mewakili orang tua Aldefian pada penerimaan raport. Jadi dia sudah hapal kebiasaan majikan mudanya itu.
Saat di perjalanan, Aldefian berhenti sejenak. Mbok Inah ikut bingung. Ia mengernyitkan alis saat melihat mata yang seketika berbinar itu. Namun saat ditanyai mengapa, si cowok yang baru saja mendapat ranking 22 tak menggubris. Ia hanya menggeser tubuh menghadap Mbok Inah dengan sebuah senyuman manis. "Mbok pulang duluan yah. Saya mau kejar cinta saya dulu."
Mbok Inah bingung. Sedikit pangling melihat perbedaan air muka Aldefian. Ditambah saat ia lari begitu saja dari hadapan Mbok Inah. Menuju ke arah seorang gadis yang perlahan mengencangkan langkahnya. Sembari menutupi wajah.
"An! Tunggu!" Aldefian berteriak seperti orang yang hilang kewarasan. Jika Analia mempercepat langkahnya, Aldefian menambah kekuatan larinya. Sehingga sang lelaki dapat dengan segera menyetarakan langkah dengan sang gadis.
Analia menarik napas berat. Mau tidak mau ia menurunkan tangan yang dia jadikan tameng--yang payah--untuk menutupi wajahnya tadi. Terpaksa ia menatap Aldefian. Lalu segera memalingkan wajah lagi.
"Hai An! Ranking satunya kelas XI MIPA 4. Hehehe. Kok lo bisa pinter gitu yak?"
Analia berhenti. Aldefian juga ikut menghentikan langkah sekaligus kelakarnya. Gadis itu menatap mantap. Memegang lengan Aldefian erat lalu berkata dengan wajah serius, "gue mau bicara sama lo. Tentang lo ngajak gue pacaran."
Setelah itu, tanpa berbasa-basi terlebih dahulu, Analia segera menarik Aldefian.
Entah kemana. Tapi Aldefian mah, ikut-ikut saja.
***
"Harus berapa kali gue bilang? Gue gak ngawur An. Gue cium juga lo!" Aldefian berseru gemas. Menatap Analia yang tiba-tiba salah tingkah.
"Lo nggak main-main kan?"
"Nggak! Jawab aja kalau lo mau jadi cewek gue. Gengsi amat sih, tinggal bilang itu doang, Analia...." Cowok itu mendengus. Berangsur diam untuk memberi jeda bagi Analia berpikir.
Dua-tiga menit mereka hening. Aldefian rasanya makin tak sabar. Ingin cepat-cepat menelan kesunyian dengan jawaban gadis itu.
"Ya udah." Setelah lama berdiam diri, Analia mengeluarkan jawaban. Yang singkat, padat, dan membingungkan. Membuat kedua bola mata Aldefian melebar.
"Ya udah? Itu artinya apaan?" Tanyanya pura-pura bodoh.
Analia mati kutu. Pipinya bersemu merah. Setengah mati menahan malu sekaligus senang.
Ini gila.
"Ya udah gituu...." Analia kembali bersuara. Mirip seperti cicitan.
Aldefian mencak-mencak sendiri. Namun sedetik berikutnya ia meninggikan alis. Menatap tak percaya. "Jadi?"
"Jadi ... ayo kita pacaran."
***
Arnold berdiri di ambang pintu kamar Analia. Tersenyum, berusaha menggoda adiknya yang tengah sibuk memerhatikan ponsel. Sesekali tersenyum kecil tanpa bisa ia sadari.
"Ciee, yang baru jadian. Aku dapat apa nih, karena udah mempercepat jadwal jadian kalian?"
Analia segera menoleh. Beringsut dari kasur dan menatap Arnold terkejut. "Sejak kapan Kak Arnold datang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Neighbour
Teen Fiction"Mana yang lebih tak tersentuh? Bersembunyi di balik sikap ketusmu itu atau berpura-pura bahagia dengan topeng kepalsuanku?" Hanya karena sebuah taruhan konyol, Aldefian bertekad untuk menaklukkan hati Analia, tetangga sekaligus ketua kelasnya yang...