23. Aldefian

2.6K 286 41
                                    

"Alex emang keren banget. Udah ganteng, tajir, abis itu bad boy lagi. Bikin gemes tau nggak?"

Kalimat bermakna sama seperti perkataan salah satu teman wanitanya di dalam kelas terus bersahutan. Mulai dari suatu pujian kemudian pujian lain pun dilontarkan.

Aldefian menghela napas. Membenarkan fokus matanya serta berusaha menulikan telinga. Kemudian beralih menangkupkan wajah dengan kedua lengan. Jam pelajaran kosong memang selalu membosankan seperti ini bagi Aldefian.

Apa manfaatnya jika Alex itu bad boy atau bukan? Ah, lebih tepatnya, apa bedanya, sih?

"Def! Lo tidur?"

Baru saja Aldefian berencana seperti itu, tetapi sebuah tepukan di punggung membuat dirinya urung. Anak lelaki itu menoleh cepat. Menatap seorang teman sekelasnya dengan mata sayu.

"Nggak. Kenapa?" Aldefian menyorot bingung kepada seorang perempuan yang masih mengenakan rok biru dengan seragam putih. Aldefian dan anak perempuan itu seangkatan.

Senyuman mengembang gamblang di bibir merah muda milik anak perempuan bernama Dinda. Aldefian sampai linglung melihat gadis itu yang setiap hari semakin cantik saja.

Tak sia-sia perjuangan Aldefian demi mendapatkan gadis itu. Buktinya mereka sekarang telah resmi menjalin hubungan.

"Kalau gitu kita ke kelas adek lo, yuk. Si Alex itu lho. Gue punya voucher makan gratis di kantin buat tiga orang. Jadi daripada kita berdua doang, mending ngajak Alex kan? Biar susananya jadi rame!" Dinda berseru riang.

Tetapi Aldefian justru mematung. Tak merepons sama sekali sehingga Dinda memutuskan untuk menarik lengan Aldefian keluar dari kelas dan menyeretnya paksa menuju kelas adiknya--Alex.

Sesampainya di kelas yang riuh ramai tersebut, Dinda menghentikan salah satu teman sekelas Alex. Menanyai keberadaannya dan meminta untuk memanggilnya kemari.

Dan sekarang Alex sama patungnya dengan Aldefian. Sementara Dinda menjadi riang sendiri. Seperti tak tahu situasi dan kondisi.

Alex saling bertatapan dengan Aldefian. Saling mengunci dengan pengalihan yang diputuskan oleh Aldefian terlebih dahulu.

"Ada apa yah Kak?" Alex bertanya.

"Daritadi lo nggak dengerin gue?" Dinda membeo. "Oke, jadi gini. Gue punya tiga voucher makan gratis di kantin. Hebat kan? Dan gue rencananya mau ngajak lo sama Defian ke sana. Gimana? Setuju kan?"

Lagi-lagi gadis itu terlalu bersemangat. Kembali memutuskan untuk menarik lengan salah satu dari mereka. Namun bedanya, kali ini Dinda menarik lengan Alex. Bukan Aldefian.

"Kak!" Alex melepas kuncian tangan itu. Membuat Dinda berhenti dan berbalik, menatap mereka bingung.

"Kenapa?"

"Kalau lo cuman ngambil keuntungan dengan posisi lo sekarang ini. Mending lo jauh-jauh deh," ucapan Alex membuat hening seketika berpendar. Bahkan suara setiap kelas yang riuh karena ketiadaan guru yang rapat dan guru BK yang kewalahan bagai tak mampu mengusik sama sekali.

"Gue benci cewek gatel." Alex kemudian berlalu. Nyaris meninggalkan Dinda dengan mulut menganga lebar.

"Nggak usah sok ngebantu, Lex," Aldefian berkata dengan suara parau. Sedikit serak. Bukan karena sedih atau apa. Ia hanya sedikit marah.

"Gue bantu lo karena lo udah ikut campur. Dan itu karena siapa? Karena gue," Alex menyahut. Nadanya ringan. Seakan bukan apa-apa.

***

Malam menjadi semakin larut. Namun Aldefian masih juga terjaga. Sudah berkali-kali ia menggulingkan diri. Dari satu posisi ke posisi lain. Tetapi, tetap saja. Tak ada posisi nyaman baginya.

Oh My NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang