14. Raja Modus Paling Manis

4.4K 428 57
                                    

Derapan kakinya sebisa mungkin ia timbulkan tanpa suara. Aldefian layaknya seorang maling yang sedang mengendap-endap masuk ke dalam rumah sendiri. Cowok itu kemudian dengan perlahan menarik handle pintu kamarnya setelah bersusah payah masuk ke dalam rumah dan menaiki setiap anak tangga yang ada.

Sebenarnya, Aldefian merasa tak sudi lagi jika harus memasuki rumah kalau kekasih Papanya itu belum juga keluar dari sana. Tapi pasalnya, Aldefian melupakan barang berharganya untuk di bawa ke rumah Bagas. Barang itu sangat penting. Istilahnya, barang itu adalah hidup dan mati Aldefian.

Ini memang terdengar sedikit lebay. Tapi kalau seseorang sampai berani menyentuh apalagi sampai membuka file dari film-film yang ada di laptopnya, bisa mati di tempat dia.

Senyuman lega terkembang di bibir cowok itu saat laptopnya kini sudah berada di depan mata. Dengan dramatis, Aldefian mengelus laptop berwarna hitam itu sesaat sebelum ia masukkan ke dalam ransel yang ia bawa.

"Untung aja lo masih aman di sini." Usai memasukkan laptop itu, Aldefian kemudian beranjak pergi. Ia ingin segera sampai di rumah Bagas dan menghabiskan waktu luang bersama teman-temannya yang juga kebetulan sedang berkumpul di sana.

Baru satu langkah ia menjauhi anak tangga terakhir setelah menuruninya, Aldefian segera berrhenti. Terperanjat sesaat sewaktu ia mendapati seorang wanita berpiama putih menyalakan lampu seraya berjalan mendekatinya.

Cowok bertopi hitam itu membuang napasnya yang sempat tercekat. Ingin rasanya ia langsung berlari pergi tanpa memperdulikan wanita tersebut.

Tapi, kalau ia pergi ... pasti Aldefian akan dianggap remeh oleh kekasih Papanya itu.

Karena enggan untuk menjauh, ia kemudian mengalihkan pandangan. Merasa tidak sudi menatap wanita yang tengah tersenyum angkuh di hadapannya secara langsung.

"Baru pulang? Kok tengah malam?" Wanita bernama Anastasya itu memiringkan kepala. Menurunkan nada bicaranya hingga terdengar selembut mungkin.

"Jalang."

Anastasya melotot mendengar perkataan itu. Emosinya mulai terpancing seketika melihat senyuman miring Aldefian. "Jaga ucapan kamu."

Dengan ekspresi yang datar, Aldefian kemudian maju selangkah lebih dekat dengan Anastaysa lalu memeluknya. Anastasya tak mampu berkata-kata. Ia hanya diam terpaku dengan sepasang tangan mengepal gemetar menahan amarah.

Usai itu, Aldefian lalu mendekatkan bibirnya pada telinga Anstasya dan berbisik dengan nada dingin, "semoga Tante bahagia selama Papa saya belum bosan."

Skak mat.

Anastasya berhasil dibuat bungkam, seraya menahan gejolak amarahnya yang meledak-ledak.

Aldefian dengan caranya, selalu berhasil menangani setiap ucapan sinis dengan baik.

Karena dari dulu, ia sudah terbiasa menghadapi perkataan sarkastik, dihina, bahkan ... dibenci sekalipun.

***

"Analia!"

Gadis berkuncir satu itu mengernyit, mendengar sebuah aksen yang memanggil namanya. Analia kemudian memelankan larinya dan menoleh ke belakang.

Pantas saja. Di belakangnya, seorang lelaki dengan senyuman khas kembali menyapanya dengan lambaian ramah. Analia berhenti total. Memutuskan untuk menunggu Aldefian agar bisa berjalan beriringan.

Setelah sampai di samping Analia, mereka berdua pun kembali melanjutkan lari pagi yang diganti dengan jalan-jalan kecil. Aldefian menarik sebuah senyuman simpul sambil memulai topik pembahasan, "tumben, tadi mau nungguin. Kesambet apa An?"

Oh My NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang