Hari keempat ulangan telah dilewati siswa kelas X dan XI SMU Harapan Gemilang dengan lancar.
Aldefian rasanya ingin berjoged-joged di jalanan karena penderitaannya akan segera berakhir. Tinggal beberapa hari lagi!
Seperti biasa, setiap sore Aldefian akan pergi ke rumah Analia. Muncul di depan pintu gadis itu dan beralasan untuk belajar bersama. Padahal alasan utamanya cuma buat bermodus ria.
Tetapi kali ini sedikit berbeda. Aldefian berencana untuk membawa Analia belajar bersama di kafe. Awalnya saat Aldefian menawari, Analia menolak. Lagian belajar di rumah kan lebih baik, katanya. Bisa menghemat juga. Namun saat Aldefian berkali-kali membujuk Analia dengan berjanji akan menraktir, Analia akhirnya mau juga menyetujui ide itu.
Setelah mengetuk pintu rumah Analia, Aldefian tersenyum riang menyambut sang tuan rumah yang baru saja menyembulkan kepalanya ke luar.
"Udah siap?" Aldefian mengangkat sebelah alis. Analia mengangguk. Keluar dari dalam rumah dan berjalan mendahului Aldefian setelah mengunci pintu. Tanpa banyak bicara dan basa-basi terlebih dulu.
Dari belakang, Aldefian malah mesem-mesem sendiri. Sekelebat bayangan tentang percakapan antara dirinya dan Arnold semalam kembali terbayang.
"Analia bilang kalau dia suka sama Aldefian. Sabar yah bro."
"Lex! Ngapain sih lo senyum setan gitu? Buruan!"
Setelah teriakan dari Analia itu sampai di telinga Aldefian, bayangannya langsung saja buyar. Namun titik kejailannya masih juga belum pudar.
Dengan suara kecil Aldefian mendumel seraya berjalan menuju Analia. "Kalau demen mah bilang aja. Dasar cewek. Emang paling suka bikin cowok ngejer-ngejer. Giliran gak dikejer, bilang cowok cemen. Untung gue sayang."
"Lo bilang apaan?" Analia yang mendengar Aldefian mendumel tak jelas di belakangnya langsung berbalik. Menatap Aldefian dengan bingung.
"Nggak ada An. Gue cuman lagi hapalin rumus doang. Hehehe."
***
"Kenapa motor lo tiap gue naikin selalu kehabisan bensin sih Lex?!" Analia mencebik kesal.
Setelah belajar berbagai rumus yang berbelit di kafe beberapa menit lalu, Aldefian dan Analia akhirnya memutuskan untuk pulang sebelum hari semakin petang nantinya. Tapi, sebuah kesialan kembali menimpa mereka berdua. Motor yang ditunggangi oleh Aldefian dan Analia tiba-tiba saja berhenti di tengah jalan.
Kehabisan bensin.
Untung saja jalan masuk menuju kompleks sudah dekat. Makanya, Analia tidak semarah dulu saat Aldefian menawarinya tumpangan setelah belajar kelompok beberapa minggu lalu.
Penjual bensin di sekitar jalan masuk kompleks juga hilang entah kemana. Jadinya mereka memutuskan untuk berjalan kaki saja. Dengan Aldefian yang mendorong motor kehabisan bensin miliknya sendirian tentunya.
Aldefian mengusap peluh. "Ya mana gue tau lha An. Lagian kan bukan lo juga yang dorong nih motor. Gue juga kan yang dorong."
"Ya tetep aja. Tau gini gue lebih baik naik gojek aja dari tadi," Analia menggerutu seraya berdecak.
Aldefian menatap gadis itu sekilas. Kemudian pandangannya kembali lurus ke depan. "Lo kok marah-marah mulu sih An? Tadi ngajarin gue di kafe juga marah-marah."
Gadis itu membuang muka. Melipat tangan di depan dada. Enggan menjawab. Lagipula dia mau menjawab apa?
"Lo mau gue kasi tau rahasia gak An?" Aldefian kembali memulai percakapan. Mendengar ucapan itu, Analia langsung antusias. Wajahnya ia tolehkan pada Aldefian dengan pandangan bertanya, menyiratkan kalimat; rahasia apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Neighbour
Teen Fiction"Mana yang lebih tak tersentuh? Bersembunyi di balik sikap ketusmu itu atau berpura-pura bahagia dengan topeng kepalsuanku?" Hanya karena sebuah taruhan konyol, Aldefian bertekad untuk menaklukkan hati Analia, tetangga sekaligus ketua kelasnya yang...