06. Ketika Hujan

5.4K 507 26
                                    

Musim pancaroba memang selalu berhasil memancing emosi gadis itu. Beberapa menit yang lalu, ia baru saja keluar dari ruang OSIS, menghadiri sebuah rapat. Dan saat ia sudah keluar dan berencana untuk pulang ke rumah, tau-taunya hujan telah turun dan lama-kelamaan hujan terasa makin lebat. Mana Analia tidak bawa payung lagi. Jadi ia harus menunggu hujan reda untuk segera keluar dari kawasan sekolah dan beralih mencari kendaraan umum yang akan mengantarkannya pulang ke rumah.

Lantaran malas menunggu di luar, Analia yang notabenenya sebagai ketua kelas yang memegang kunci kelasnya, kembali memasuki kelas yang telah sepi tersebut. Sekarang sudah menginjak pukul 05.00 sore. Tak heran jika sekolah sudah mulai sepi.

Sambil menunggu hujan reda, Analia mengeluarkan ponselnya dan membuka beberapa sosial media yang ia punya. Berusaha menghilangkan rasa bosan yang mulai menyerang.

Namun tak lama kemudian, Analia mendengar derapan langkah kaki yang mendakat ke arah kelasnya. Gadis itu menghentikan aktivitasnya sementara. Sepasang matanya menyipit, menyorot ke arah pintu kelas yang terbuka lebar. Menunggu sosok pemilik derapan itu masuk dan menampakkan dirinya.

"Hai, gak pulang?"

'Dia lagi.'

Analia memutar bola matanya malas. Berusaha sekuat tenaga mengabaikan cowok di depannya.

Aldefian menampilkan senyuman khas andalannya. Tanpa dipersilahkan, Aldefian mendudukkan dirinya di atas kursi, tepat di sebelah Analia duduk sembari memainkan ponsel.

Cowok itu melirik Analia sekilas. "Lo ada ekskul yah?"

Dengan tak ikhlas, Analia menolehkan kepalanya. Membalas tatapan dari cowok yang tengah mengacak rambutnya yang sedikit basah karena rintikan hujan. "Ada rapat osis."

Aldefian mengangguk-angguk mengerti. Kemudian Analia hendak kembali berbasa-basi, daripada membiarkan ruangan kelas hanya dipenuhi oleh kesenyapan, "lo sendiri?"

Senyuman perlahan-lahan terbit di bibir cowok itu. "Ada ekskul karate."

Analia ber-oh singkat lalu kembali mengindahkan pandangannya pada ponsel. Kembali menyibukkan diri dengan bebda pipih di genggamannya.

Padahal sebenarnya Aldefian tidak pernah ikut ekskul karate. Itu hanya sekedar alasan saja.

Aldefian yang tak tahan dengan ruangan dingin ditambah kesunyian yang diciptakan oleh mereka berdua kembali mencoba untuk angkat suara, "oh iya, kalung yang gue kasih kenapa gak lo pake?"

Analia menghela napas lelah. Sudah cukup ia menghadapai Aldefian belakangan ini. Tak lupa pula dengan insiden siang tadi. Rasa-rasanya Analia makin malas meladeni Aldefian kini.

"Males," balasnya supet singkat.

"Padahal gue udah bela-belain buat beliin lo tuh kalung lho. Bayarnya pake uangnya si Tara lagi."

"Masa bodo." Analia seakan-akan ingin mengungkapkan kalimat itu tepat di depan wajah Aldefian yang saat ini menatapnya sedikit kecewa. Entah ekspresi yang ditampilkan cowok itu tulus atau hanya dibuat-buat saja.

"Tau gak An, gue suka banget sama hujan." Aldefian mengganti posisinya bersamaan dengan pergantian topik.

Cowok itu kemudian menopang dagu seraya menatap keluar kelas. Menarik napas dalam-dalam hingga bau khas yang ditimbulkan hujan menguar hingga menstimulasi otak dan menggelitik serotonin. "Gue suka sama baunya."

"Gue gak suka." Analia mengganggu khayalan Aldefian. Ia menatap gadis di hadapannya yang masih ogah-ogahan memandang wajahnya.

"Gue sukanya hujan asam."

Oh My NeighbourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang