Chapter 10.Rintik yang menghempaskan

4.2K 351 6
                                    


Malam ini Grandma akan datang ke rumah untuk makan malam bersama, datang dengannya ada Rossa menemani. Mama memasak sepuluh macam sayur, seakan-akan satu keluarga besar akan datang.

"Sayur kailan ini kau masak dengan sangat pas , sayang." Grandma memuji mama Nora, yang tengah menyendokkan makanan ke piring papa.

"Iya ma, resep baru pakai telor." Grandma makan dengan senyum mengembang, bahagia melihat keakraban keluarga anaknya.

Rossa, Jason dan Nora duduk berdampingan. Berbicara lirih tentang sekolah dan klub.

"Bagaimana khabar Winda Jason? Apa mamamu sudah membaik?" Pertanyaan grandma membuat Jason terdiam, "Sudah grandma, sedang perawatan."

"Aku dengar dia akan kembali ke Amerika, apa benar?" Jason mengangguk.

"Yah, apa boleh buat kalau itu yang terbaik untuknya. Dari dulu dia selalu suka Amerika. Mamamu itu."

"Mau menambah semur dagingnya ma? Istriku membuat dengan sangat empuk." Papa Robert berusaha mengalihkan pembicaraan. Grandma menggeleng namun mengambil lebih banyak sayur. Rossa dan Nora hanya berpandangan berusaha tidak ikut campur.

Selesai makan semua berkumpul di ruang keluarga, Nora membuat kopi untuk papa dan teh untuk yang lainnya. Grandma mengagumi gaun yang di hadiahkan mama untuknya.

"Ah ya, coba kau ambil bungkusan di sana Rossa, tadi grandma letakan di samping sofa. Kasihkan kemama Nora." Rossa bangkit dari duduknya mengambil bungkusan kertas warna merah dan memberikan ke mama Nora.

"Apa ini ma?"

"Itu ginseng yang kemarin aku dapatkan dari temanku. Katanya cocok untuk menjaga kesehatan." Mama menerima dan membuka bungkusan, mengambil untuk mencium baunya ketika tiba-tiba dia merasa mual. Berlari kearah kamar mandi dan terdengar suara muntah. Semua terkaget, Papa dan Nora berjalan menghampiri mama yang terlihat pucat.

"Ada apa mama? Sakit ya?" Nora bertanya kuatir sambil mengelap dahi mamanya yang berkeringat.

"Kita kedokter ya sayang?" Papa bertanya kuatir.

"Mama nggak apa-apa pa, cuma mual sekali. Maklum masih kandungan muda." Perkataan mama membuat Nora dan papa terdiam.

"Apa? Kandungan? Mama hamil?" Papa bertanya bersamaan dan di jawab dengan anggukan. Ruangan langsung ramai dengan ucapan syukur.

"Allhamdullilah, kau hamil." Grandma terlihat sangat terharu. Papa berteriak bahagia dan memeluk mama dengan mesra. Nora dan Rossa saling berpandangan terlihat sangat kaget.

"Selamat kau punya adik." Rossa berbisik di kuping Nora.

"Iya, aku bahagia." Nora memperhatikan satu-satunya yang tidak antusias dengan khabar itu hanya Jason. Dia tersenyum dengan terpaksa dan matanya menerawang. Seperti ada beban yang Nora tak tahu apa.

Kehamilan mama membuat banyak perubahan dalam keluarga Nora, mama mengurangi aktifitas di butik dan lebih banyak kerja di rumah. Papa sibuk merencanakan tentang rumah sakit persalinan, tentang hal lain menyangkut bayi. Jason, entah apa yang terjadi Nora tak mengerti. Dia sekarang lebih pendiam, jarang mengobrol bersama keluarga. Alasan banyak kegiatan juga jarang pulang bersama Nora. Mereka berdua bahkan tidak pernah kencan bersama lagi, Nora merasa Jason menghindarinya.

"Kalian berantem ya?" Belinda memperhatikan mobil Jason yang melaju meninggalkan sekolah.

"Tidak, Kenapa?"

"Aku lihat kalian jarang bersama sekarang, pulang juga. Apa kalian bertengkar atau terjadi sesuatu?"

"Tidak ada masalah apa-apa, dia sedang banyak kegiatan. Lagian kamu bukannya mau bawa aku makan pasta?" Nora menjawab tenang.

"Oh ya, pergi sekarang yuuk!" Belinda merangkul Nora, berdua melangkah keluar dari halaman sekolah yang mendung. "Ada apa denganmu Jason? Aku merasa kau berubah sekali? Tak bisakah kau bicara padaku?" Pertanyaan tentang sikap Jason selalu bergema di kepala Nora tanpa dia tahu jawabannya.

Akhirnya alasan dari perubahan sikap Jason terbuka ketika mereka makan malam hari itu. Jason yang datang terlambat langsung duduk makan tanpa berkata-kata. Nora hanya memandangnya dalam diam.

"Kau dari mana Jason? Malam sekali pulangnya?" Papa memandang Jason yang terlihat makin hari makin tirus wajahnya.

"Kamu terlihat cape sekali. Ada apa?"

"Nggak ada apa-apa , banyak kegiatan dan sedikit kuatir dengan mama."

"Mamamu? Kenapa dengan dia? apa kondisinya drop?" Jason menghela nafas sebelum menjawab dengan mata lurus tertuju pada papanya. Nora bangkit dari duduknya untuk mencuci piring dan perabot kotor.

"Mama, agak drop akhir-akhir ini dan membutuhkan perawatan segera."

"Kasihan mamamu Jason, trus apa dia akan kembali ke Amerika dan berobat disana?" Mama Nora bertanya sambil mengupas buah manga di meja.

"Iya, sepertinya akan pergi segera." Jason terdiam dan melanjutkan perkataannya dengan serius.

"Aku ingin ikut mama ke Amerika pa."

"Prang!"

"Maaf-maaf." Nora menjatuhkan piring dan segera membungkuk untuk membersihkannya. Jason melihat sekilas kearah Nora dan kembali melanjutkan perkataannya.

"Mama kasihan karena harus berjuang sendirian, papa sudah ada yang menemani disini. Jason berfikir ini waktu yang tepat untuk menemani mama pa. Jadi Jason mohon papa mengijinkan Jason pergi." Suara Jason terdengar sangat sedih. Papa terdiam cukup lama tak bisa bicara, menghembuskan nafas panjang.

"Papa sangat berat membiarkan kamu pergi Jason, bagaimanapun kamu papa yang membesarkan tapi demi mamamu yang sedang sakit kalau melarang papa akan jadi orang terkutuk didunia." Mama memandang papa yang terlihat sedih, mengelus lengannya untuk menguatkan. Nora masih sibuk dengan pecahan piring berusaha untuk tidak bersuara.

"Papa ijinkan kamu ke Amerika, rawatlah mamamu dan bila dia sembuh kau bisa kembali kapanpu kau mau." Ijin dari papa seperti tamparan di hati Nora, "jadi ini yang kau sembunyikan dariku Jason? Kau ingin ke Amerika meninggalkanku?" Nora berkutat dengan pikirannya hingga tak menyadari tangannya berdarah tergores pecahan kaca.

"Iya pa, Terima kasih. Jason akan mengurus surat-surat kepindahan sekolah secepatnya. Mungkin bulan depan kami akan pergi."

Malam itu suasana rumah terlihat muram, papa sedih sekali dan mengurung diri di kamar di temani mama. Nora berbaring di ranjangnya dengan pikiran rumit menggayutinya."Kami bersama belum lama dan sekarang harus berpisah? Tapi tak apa-apa, banyak pasangan menjalani LDR dan akan baik-baik saja." Nora menguatkan hatinya dan merasa lebih ceria. Suara ketukan dipintu memaksanya bangkit, membuka pintu ada Jason disana menenteng kotak p3k.

"Aku lihat tanganmu tergores, sini biar aku obati." Menarik tangan Nora di bawah lampu belajar yang terletak di atas meja. Menyalakan lampu dan mulai membersihkan meja.

"Jason." Nora memanggil lirih pada Jason yang tengah mengobatinya.

"Ehm, kau ingin bicara masalah Amerika itu bukan?" Jason bertanya tanpa memandang Nora.

"Aku minta maaf bila ini mengagetkanmu tapi kondisi mamaku kurang stabil jadi aku ingin menemaninya."

"Aku tahu Jason, demi mamamu. Aku mengerti." Jason menolehkan kepalanya dan menatap Nora yang berusaha tersenyum.

"Kita tidak bisa melanjutkan hubungan kita Nora, kau harus melupakan aku." Kata-kata Jason menghantam Nora, membuatnya berjengit kebelakang.

"Apa maksudmu? Aku bisa menunggumu Jason? Kau mau pergi berapa lama, dua atau lima tahun sekalipun aku bisa menuggumu." Menghampiri Nora yang shock Jason memeluknya.

"Aku tak bisa Nora, selain merawat mama aku juga ingin bersekolah disana. Dan aku tak ingin membebanimu." Air mata Nora menetes membasahi bahu Jason.

"Jangan menungguku, carilah masa depanmu dan jalani hidupmu dengan bahagia saat aku tak ada didekatmu."

"Aku patah hati." Nora tidak bisa tidur malam itu, terus menerus menangis. Dan merasa bahwa Jason tidak adil dengannya. Merasa bahwa dunia terlalu kejam untuknya.

FORBBIDEN WISH ( tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang