Bab Satu

5K 194 34
                                    

"Letakkan sedikit perasaan pada akalmu agar dia lembut dan letakkan sedikit akal pada perasaanmu agar dia lurus."
- dari Quotes Islam.

*****

SENYUM mengembang di wajah Fariz saat mendengar deklarasi yang disampaikan oleh lawan bicaranya.

"Mulai besok Anda sudah bisa mengajar di kelas."

"Terima kasih banyak, Pak Ahmad." Pria berusia kepala tiga itu menjabat tangan paruh baya di depannya. "Saya akan menjalani empat bulan sebagai dosen pengganti dengan baik."

"Semoga anak didik Anda lulus sesuai dengan kriteria." Ahmad berdiri, menuntun kepergian Fariz dari kantornya.

"Aamiin, Pak. Saya pamit, ya." Lantas begitu mendapati anggukan dari lawan bicaranya, Fariz segera berjalan menjauh.

Semoga saja empat bulan menjadi dosen pengganti bisa memberikan angin baru baginya sebagai konsultan hukum.

Mata Fariz menjelajahi gedung yang akan ia kunjungi terus setiap hari mulai besok. Cukup besar juga, tak ayal mengingat kampus ini adalah idaman bagi beberapa orang. Beruntung, Fariz mendapatkan tawaran dari salah satu rekannya. Fakultas hukum kampus ini sedang kekurangan tenaga kerja di bidang pendidikan. Saat menyadari bahwa ia sedang minim pengguna layan, kesempatan itu seolah emas baginya.

Terlena dengan pemandangan kampus, Fariz tidak sengaja menabrak seorang gadis. Pria itu dengan gesit menangkap tubuhnya sebelum ambruk menyentuh tanah.

"Maaf." Sadar akan batasan, Fariz melepas genggamannya. Gadis itu hanya tersenyum miring lantas sudah berlalu meninggalkan Fariz dalam kebingungan. Mencoba tak acuh, ia kembali melanjutkan langkah, menuju rumahnya.

***

Mentari menyambut Fariz dengan ramah, keceriaannya nampak di wajah yang berumur itu. Walau rambut halus di dagu dan rahang sudah mulai tumbuh, Fariz tidak berniat mencukurnya meski ia diwajibkan tampil rapi. Hari pertama mengajar, ia berniat memberikan contoh bahwa memelihara janggut itu merupakan sunah.

"Selamat pagi!" Fariz memasuki kelas dengan mengawali salam dan menyapa anak didiknya. "Saya akan absen dulu."

Entah apa yang dipikirkan semua mahasiswa di kelasnya ini saat mendapati dosen pengganti mereka semangat sekali saat menyebut satu-persatu nama mahasiswa di kelas ini.

"Farhat Tirtayasa?" Pandangan Fariz langsung fokus pada seorang pemuda yang mengangkat tangan.

"Fiona Zea Azucena?" Ia tidak sadar sekeliling, hingga seorang gadis yang tidak asing dalam pandangannya sudah mengangkat tangan.

Tidak mau ambil peduli, ia melanjutkan. Hari ini berjalan baik, sesuai dengan ekpektasinya. Entah karena berkah menebar senyum atau memang dirinya sedang hoki.

Saat waktu sudah menunjukkan akhir, Fariz membubarkan kelas lantas sudah sibuk dengan barang bawaannya.

"Pak?" Suara lembut menyapa indra pendengar.

Fariz mendongak, menatapi bingung gadis bernama Fiona. "Ada yang mau ditanyakan?"

Gadis itu menggeleng. Fiona memainkan ujung kerudungnya dengan gugup. "Itu.... Bapak yang kemarin saya tabrak, ya?"

Oh!

"Sepertinya saya yang menabrak kamu." Fariz tersenyum melihat Fiona memerah. Bukan karena paham respon seperti apa itu tapi justru karena Fariz bingung. Mengapa pula Fiona tersipu?

"Bukan salah Bapak. Kemarin juga Bapak bilang maaf, saya nggak jawab. Saya minta maaf ya, Pak." Fiona menyatukan kedua tangan di depan wajah dengan mata terpejam.

ZilullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang