Bab Enam

1.1K 86 3
                                    

"KALAU begitu biar aku yang mendatanginya." Sudah tegas, tidak mungkin bisa mengelak lagi.

Dengan tangan saling meremas, Fiona pasrah atas segalanya. Satu-satunya harapan adalah hari ini, jika saja Fariz kembali berkilah, gadis itu akan mengucapkan selamat tinggal pada rasa kagumnya dan pasti ia harus pergi sejauh mungkin dengan fakta baru yang menjangkitinya.

Dirinya sudah berzina.

"Setelah ini bantu aku mengurus kepergian Fiona." Mata Yousef ditambatkan pada milik pemuda yang memandangnya penuh harap.

"Apa Fiona benar-benar harus pergi, Ammu?"

"Kau tidak perlu bertanya padaku lagi, Zulkifli."

Menurut saja, Zulkifli mengalihkan pandang begitu Yousef sudah berlalu. Ia menatap sahabatnya yang bungkam. Ada beban kepedihan yang sedang menghimpit punggungnya.

Merasa tidak enak karena Zulkifli sempat berbohong, pemuda itu menghampiri lantas berlutut di hadapannya yang kacau. "Aku minta maaf."

Tidak ada jawaban. Gadis itu perlahan terisak, banyak pemikiran buruk yang tertangkap dalam benaknya. Kehilangan mahkota di usia yang masih muda dengan tidak adanya tanggung jawab, membuatnya ingin mengakhiri hidup saja. Harga diri sudah menjadi bualan basi untuk Fiona. Semua cacian dari saudara akan segera ditangkap gendang telinga begitu ia memunculkan diri di kampung halamannya.

***

Fariz menaikkan sebelah alis saat menangkap sepasang orang tua yang masih asing berdiri di depannya. Begitu matanya melihat Fiona, otak langsung mengirim sinyal kuat.

"Silahkan." Ia memberi ruang untuk satu keluarga itu masuk ke rumah.

Dari mana mereka tahu alamatnya?

Pria itu pun tidak tahu.

Setelah melihat tamu sudah duduk, Fariz langsung berlalu dengan satu kode untuk membuatkan minum.

"Maaf hanya ini." Merasa tidak enak, lantas Fariz mendudukkan diri di hadapan ketiganya. "Kalau boleh tahu, kedatangan Yang Terhormat ke mari untuk apa?"

"Saya tidak perlu mengenalkan diri, ya. Sudah pasti saya ini orang tua Fiona." Yousef mulai angkat suara. "Kami sudah dengar cerita tentang apa yang menimpa kalian."

Lagi-lagi. Fariz tanpa sadar mengepalkan tangan, ia sudah tahu pasti bahwa dirinya akan dituduh pelaku dan dipaksa bertanggung jawab.

"Karena alasan itu, kedatangan kami ke sini ingin meminta Pak Fariz menikahi putri kami." Meski padanan kata yang digunakan Yousef tidak menyindir, tentu saja Fariz tetap bergejolak.

Lagi pula apa perbedaan tanggung jawab dan disuruh menikahi?

Sama-sama harus mengemban tugas sebagai suami. Ya. Tugas karena kecelakaan yang bahkan Fariz tidak tahu apa-apa soalnya.

Mencoba tenang, mengingat yang berada di hadapannya ini adalah orang tua, Fariz menghela napas. "Mohon maaf sebelumnya, Yang Terhormat hanya mendengar cerita dari sudut pandang Fiona saja, kan?"

Begitu kedua orang tua yang dimaksud menganggukkan kepala, Fariz kembali bersuara. "Izinkan saya juga bercerita."

Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah bisa mengambil kesimpulan dari awal masalah ini mendera. Pasti ahli baginya untuk bercerita kembali seperti sekarang.

"Soal minuman itu?" Yousef bertanya. "Itu titipan temannya Fiona. Dia sudah bercerita juga pada saya."

Mendengar hal itu, Fariz menegang. Satu persepsi sudah salah. Ia mengalihkan pandangan pada Fiona yang masih menunduk sejak kedatangannya.

ZilullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang