Bab Dua Empat

848 51 0
                                    

"MEMANGNYA kamu sudah packing?" Zulkifli siap dengan kunci mobilnya, berniat mengantarkan sang sahabat menuju bandara.

"Nah, itu. Sekalian ke rumah aku dulu, kamu bantu aku supaya nggak terlalu lama." Kekehan Fiona muncul begitu wajah tertekuk Zulkifli tertangkap pandangannya.

"Iya, deh."

"Syukron katsiron!" Dalam satu sentak saja Fiona mampu merangkul tubuh tinggi sahabatnya dari samping. "Kamu memang yang paling bisa dimanfaatkan."

Zulkifli memandang nanar. "Kok jahat, sih."

"Eh, maksudnya diandalkan. Itu salah sebut." Fiona tergelak. Sedangkan pemuda yang berjalan di sampingnya hanya menggelengkan kepala tanda tidak mengerti. Sikap gadis kecilnya berbeda sekali dari biasa. Hal itu mampu menarik asistensi seorang Zulkifli.

"Sudah kasih kabar ke Farah?"

Fiona mengangguk saat mereka sudah masuk di dalam mobil. "Aku sudah kirim email."

Mengangguk, hanya itu respon dari Zulkifli. Mereka hening, tidak ada yang memulai percakapan. Akhirnya, Fiona memutuskan mengecek kembali surel yang baru saja ia kirimkan pada lain sahabatnya.

Dari : azucena05@gmail.com
Kepada : farahanifah@gmail.com
Subjek : Hai!
Assalamu'alaikum, Farah! Masih ingat aku nggak? Sahabat lama, loh. Aku lihat postingan kamu, lagi nggak di Indonesia, ya? Benar?

Terkirim beberapa menit lalu. Helaan napas Fiona terdengar, semoga saja sebelum sampai di Dubai, Farah sudah membalas.

Satu getaran itu, membuatnya terkena kejutan. Segera membuka, lantas senyumnya mengembang. Sepertinya Farah sedang tidak sibuk.

Dari : farahanifah@gmail.com
Kepada : azucena05@gmail.com
Subjek : Hai!
Wa'alaikumussalam, maaf baru balas. Hai, Fiona! Masih ingat, lah, masa nggak. Postingan yang mana? Oh, mending kita pindah, yuk!

"Kenapa?" Zulkifli sadar akan perubahan wajah sahabatnya. "Farah balas?"

Fiona mengangguk. "Berarti kamu nggak usah khawatir lagi, ya. Ini aku udah sampai chatan. Tenang aja."

"Aku tetap harus khawatir." Pemuda itu mengetuk pelan kepala sahabatnya dengan satu tangan, sedang sebelah lagi sibuk memegang setir.

***

"Fiona?!"

Suara itu terdengar kaget, begitu pun yang dipanggil. Ia merasa jantungnya langsung berdentam dengan kuat kala melihat tubuh suaminya yang berdiri di hadapan saat ia hendak membawa koper ke bagasi mobil Zulkilfi.

"Kamu mau ke mana?" Frustasi, Fariz tidak mampu menoleransi begitu matanya menangkap gadisnya ke luar rumah membawa tas besar.

Yang diberi pertanyaan juga merasa bingung. Setahunya, sang suami sempat pamit karena ada sidang dan berkata bahwa sekarang penentuannya. Lalu saat ini tubuh suaminya sudah menjulang di depan. Apa secepat itu? Atau ia yang lama di rumah Zulkifli?

"Fiona, aku tunggu di mobil." Tidak mau ikut campur, tangannya tak bisa mengulur untuk memberi bantuan. Ini urusan keluarga sahabatnya.

ZilullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang