Cuilan Zilullah

1.4K 50 4
                                    

HAMPIR dua pekan yang lalu, Farah menghubunginya. Mencurahkan isi hati yang tidak mampu berkata soal rasa terpendam. Tentu saja pelaku asmara sahabatnya adalah Fazza atau Pangeran Hamdan.

Tidak cukup memisahkan, nyatanya Allah kembali menguji Farah dengan takdir bahwa ia harus dijodohkan. Waktu itu, tangisnya seolah simfoni buruk di pendengaran Fiona. Sebagai sahabat, ia pastinya memberi nasihat-nasihat yang berguna untuk Farah.

Ketika orang sedang dalam fase jatuh, harus ditemani agar meluruskan jalan pikir yang sudah dikendalikan setan.

Namun yang sekarang terjadi adalah ia tengah berlari menghampiri Farah, hampir memasuki lorong keberangkatan Dubai. Bahkan suaminya tertinggal di belakang.

"Farah!" Ia menetralkan gebu napasnya. Sahabatnya menoleh, mengulas senyum menenangkan.

"Kenapa, sih, mendadak gini?"

Ia tidak menjawab, tangannya malah sibuk membenarkan letak kerudung Fiona.

"Kenapa tiba-tiba mau ke Dubai lagi?" Sepertinya gadis hamil itu bermetamorfosis menjadi wartawan. Banyak sekali pertanyaan dalam benaknya. "Oh, ya, sejak kapan kamu punya body guard?"

Dalam satu sentak saja, Farah membungkam semua ocehan Fiona dengan rengkuhan hangat. Di balik kelekatan tubuh mereka, ia tersenyum bahagia.

Fiona menyadari satu sosok yang berdiri di belakang Farah. Ia terkejut sampai melepaskan rangkulan sang sahabat. Tubuhnya agak membungkuk, tanda memberi hormat. Ia mulai berbincang dalam bahasa Inggris. "Maaf karena saya lancang, Yang Mulia."

Pangeran Hamdan atau Fazza meresponnya dengan tarikan bibir. "Tidak perlu seperti itu. Mulai saat ini mungkin kita akan sering bertemu."

"Mengapa?" Ia tidak mengerti. Seingatnya, pria di hadapan ini adalah pelaku utama bayang-bayang asmara sahabatnya dan juga praktisi penandatangan surat deportasi atas nama Farah.

Lalu, mengapa ia di sini?

"Karena sekarang Farah istriku."

Fiona melongo dengan wajah bodoh. "Hah?!"

"Farah istriku." Fazza mengulang.

"Hah?!"

Satu tawa itu hampir meledak karena paras konyol dari wajah sahabat istrinya. Fazza membekap mulut.

Di saat mereka fokus dengan Fiona, baju bagian belakang Farah ditarik seseorang. Ia hampir terjungkal, jika saja bahunya tidak ditahan.

"Mau ke mana lo?!" Napas Zulkifli putus-putus, kondisinya sama dengan Fiona ketika baru tiba tadi.

"Lo gila?!" Farah menyemburkan rasa sebalnya. "Kaget, nih!"

"Panik!" Pemuda itu mengatur napas yang memburu.

"Kok tau? Perasaan cuma ngabarin Fiona doang."

"Lo nggak suka gue di sini? Nanti lo kangen, repot lagi."

Zulkifli tidak menyadari tatapan sengit yang dilayangkan Fazza padanya. Ia terfokus pada Farah yang sibuk mencari alasan karena tidak mengabarinya juga.

Dengan sekali gerakan saja, Fazza mampu menarik Farah agar menjauh dari Zulkifli.

"Siapa?" Alis pemuda itu naik, mendapati sosok lain menarik sahabatnya dari genggaman.

Di balik tubuh Fazza dan Farah, Fiona memberi isyarat untuk sahabatnya menunduk, memberi hormat pada sosok yang disegani. Namun, Zulkifli malah menghiraukannya.

ZilullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang