Bab Dua

2K 108 8
                                    

FIONA terkejut bukan main saat seseorang merangkulnya dari belakang. Ia sedang duduk di taman kampus, mempersiapkan diri untuk kuis yang akan diadakan Fariz.

"Ngagetin aja!" Sebal, gadis itu melirik malas pada pemuda yang sudah terkekeh di hadapannya.

"Ngapain sendiri?" Mengambil duduk, ia melongokkan kepala, ingin tahu apa yang sedang dibaca sahabat masa kecilnya.

"Lagi baca materi buat kuis."

"Tumben."

Fiona berdesis, sahabatnya itu benar-benar minta ditinju. "Ngeremehin aku?"

"Habisnya, kamu biasa rajin." Ia terkekeh.

"Aku semalem ketiduran. Pagi tadi mau belajar juga nggak enak ngeliat Mudra sama Bi Wasih sibuk, jadi aku bantuin aja."

"Uh, ternyata masih rajin tapi di lain bidang." Masih terkekeh, pemuda itu mengganti topik. "Omong-omong kelas kamu diajar sama dosen pengganti, ya? Pak Tedjo ke mana?"

Gadis itu mengangguk. "Beliau sakit, jadi sama rektor diistirahatkan."

"Terus siapa dosen pengganti kamu?"

"Namanya Fariz Ahmad Syakillah, masih muda tau. Kalau aku nggak salah informasi, usianya sekitar tiga puluhan." Mengingat pria yang menjadi dosennya itu, entah mengapa mengundang jantung Fiona untuk berdebar.

"Ih, kamu centil, ya!" Sahabatnya menarik telinga yang tertutup kerudung.

Meringis, gadis itu cemberut. "Mana ada centil. Lagian satu kelas aku juga kagum sama beliau. Cara mengajarnya seru."

"Satu kelas kamu boleh kagum tapi kamu jangan."

"Kenapa?" Tersadar, Fiona langsung tersenyum menggoda. "Kamu cemburu ya, Fli?"

Zulkifli--pemuda itu mendelik tajam. "Jangan terlalu percaya diri, deh. Aku 'kan punya tugas jaga kamu. Termasuk salah satunya menjaga dari zina, apalagi zina pikiran."

"Aku nggak zina!" Sebalnya meningkat, gadis itu langsung mencubit bahu Zulkifli. "Kalo cemburu mah ngaku aja, Fli."

"Kelas aku udah mulai, dah!" Langsung saja bangkit sebelum semakin banyak cubitan Fiona yang mendarat pada tubuhnya, Zulkifli mengambil langkah untuk menjauh.

"Dia mah...." Fiona berujar lirih memperhatikan tubuh pemuda itu yang menjauh. Diam-diam ia tersenyum senang.

Tidak mau berlama, Fiona langsung meninggalkan taman, ia harus menghindari keterlambatan, kalau tidak waktunya mengagumi Fariz akan berkurang.

Tunggu!

Apa?!

Gadis itu menggeleng. Hanya karena rasa bersalah, ia yang semula biasa saja melihat Fariz jadi berdebar seperti ini. Tentu saja ia harus mengontrol diri lebih baik.

Baru ingin memasuki gedung fakultasnya, langkah Fiona terhenti karena dihadang seorang gadis yang menatapnya tidak suka.

"Lo siapanya Zulkifli?"

Menaikkan salah satu alis, Fiona menjawab ringan. "Teman kecil."

"Lo nggak bohong, kan?"

"Untuk apa?"

"Kalo emang teman kecil, kenapa tadi kalian mesra banget?!" Cantika menaikkan nada suaranya.

Fiona risih, ia memperhatikan gadis di hadapannya dengan sorot sama; tidak suka. "Apa masalahnya emang? Aku berkata jujur, kalau pun kami ada hubungan lebih, itu bukan urusan kamu. Kamu memang siapa?" Ia jengah dengan sikap Cantika.

"Wah, cari perkara dia." Gadis lain muncul dari balik dinding gedung. "Omongannya nggak sesuai ya, sama pakaian dan muka."

"Maksudnya dengan pakaian dan muka?" Masih tenang, Fiona memilih untuk tidak tersulut emosi.

ZilullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang