23. Decided

15 4 1
                                    

"Gw........." kataku menggantungkan pembicaraan.

"Ada guru woy ada guruu" teriak seseorang.

'Selamet' ucapku dalam hati.

"Fan. Lo harus cerita ke kita nanti" kata Bintang.

Aku hanya diam. Pasrah dengan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya.

Bahkan niatku ingin belajar lagi di sekolah terlupakan begitu saja. Bu Sinta, guru matematika sudah masuk. Terpaksa aku harus ikut ulangan tanpa mengingat pelajaran sebelumnya.

"Baik anak anak. Sekarang masukan semua buku kalian dan simpan tas kalian di depan kelas" perintah bu Sinta.

Aku benar benar sedang tidak bisa berpikir. Aku langsung menaruh tasku di depan kelas.

Bu Sinta membagikan kertas ulangan tersebut. Aku menatap kertas ulangan tersebut.

"Fan. Lo beneran gapapa?" tanya Risya memastikan.

"I'm fine" bisikku.

Aku mulai mengerjakan soal tersebut satu persatu. Ternyata masih ada sedikit yang ku ingat tentang pelajaran ini.

Aku melihat sekeliling, kulihat Jac nampak kebingungan dengan soal tersebut. Rasanya aku ingin membantunya.

Tetapi tiba tiba Jac menengok ke arahku. Tidak. Ternyata ke arah Bintang. Ia menanyakan jawaban kepada Bintang.

Dan Bintang memberikan jawabannya pada Jac. Aku diam melihat kejadian itu. Aku hanya menatap mereka berdua. Aku bisa melihat dari tatapan mereka berdua yang benar benar menandakan sesuatu.

"Fany"

Aku menengok ke arah orang yang memanggilku. Ternyata bu Sinta. Gawat.

"I...iya bu?" jawabku gugup.

"Kamu ngapain celingak celinguk begitu? Apa kamu sudah selesai mengerjakan soalnya" tanyanya.

Aku melihat sekeliling kelas yang saat ini sedang menatapku.

"Emmm. Su...sudah bu. Eh, emm be..belum bu" jawabku gugup.

"Yasudah kalau belum jangan celingak celinguk seperti itu. Atau, kamu lagi mencontek ya?" tanya bu Sinta yang membuatku diam.

Saat ini aku benar benar malu karena di sangka ingin mencontek.

"Ti..tidak bu" kataku.

Aku langsung berdiri dan menyerahkan kertasku pada bu Sinta. Lalu di susul oleh Bintang yang ternyata sudah selesai juga.

Memang sebenarnya aku sedari tadi sudah selesai. Aku benar benar tidak suka di tuduh seperti itu. Alhasil aku mengumpulkan kertas itu segera lalu pergi keluar kelas.

"Fan tunggu. Lo tuh kenapa sih? Please cerita sama gw" kata Bintang.

"Fine, gw bakal cerita sama lo. Gw lagi berusaha buat jauhin Jac. Puas?" kataku ketus.

"Apa? Lo mau jauhin Jac? Kenapa?"

"Karena gw rasa Jac suka sama lo" kataku.

"Enggak Fan. Dia sukanya sama lo" kata Bintang.

"Bintang. Dia itu sukanya sama lo" kataku.

"Fany. Dia suka sama lo" katanya yakin.

"Darimana lo tau?"

"Keliatan Fan. Keliatan kalo dia suka sama lo"

"Tapi itu bukan kata Jac langsung kan Bin? Bisa aja yang lo liat ini salah. Bisa kan? Lo gak tau pasti apa yang ada dalam benak Jac about me. Or about you" kataku ketus.

"Kalo gitu, lo juga gak bisa nge-judge Jac kalo dia suka sama gw dong?" tanyanya.

Aku terdiam. Memang aku juga tidak tau sebenarnya apa yang ada di dalam pikiran Jac.

"Kalo gitu, lo gak punya alesan kan buat jauhin Jac?" lanjut Bintang.

"Tapi Bin. Justru karena gw gak tau apa yang ada di pikiran dia, gw mau jauhin Jac. Menurut gw ini semua gak pasti" kataku.

"Tapi dia sahabat lo Fan. Bahkan dia gak tau apa masalahnya kan yang buat lo jauhin dia?"

"Sore ini gw bakal kasih tau ke dia semuanya" kataku.

"Lo yakin dengan keputusan lo yang cepet gini? Lo gak mau mikir lagi? Lo gak takut buat 'penyesalan'?" tanyanya membuatku diam.

Bintang benar. Jika aku memutuskan secepat ini, itu berarti aku harus menerima penyesalannya juga.

"Fan. Jadi gimana? Lo yakin sama keputusan lo?" tanya Bintang.

"Gw gak tau Bin. Gw rasa ini yang terbaik buat gw, buat lo, dan buat Jac" kataku lemas.

"Fan, gw sebenernya gak ngelarang lo buat jauhin Jac. Tapi, gw rasa Jac itu suka sama lo. Apa salahnya kalo lo kasih dia kesempatan buat ngebuktiin kalo dia suka sama lo?"

"Tapi gw mau move on dari dia Bintang. Dan gak mungkin dia suka sama gw" jawabku.

"Kita liat aja nanti. Gw yakin Jac bakal ngebuktiin kalo dia suka sama lo" kata Bintang.

"Kenapa sih Bin? Kenapa lo begitu yakin sama omongan lo sendiri? Gw tau kok, tanpa lo kasih tau ke gw. Lo cemburu kan saat lo bilang kalo Jac suka sama gw. Saat lo liat gw berdua sama Jac" kataku.

Aku menghelas napas sebentar. Rasa sesak di dadaku ini membuatku sulit bernapas. Sulit rasanya melukai perasaan sahabat sendiri.

"Gw yakin kok, di saat lo bilang udah move on dari Jac dan ada 'yang lain' itu munafik. Gw yakin dalam benak lo tuh masih nyimpen rasa suka sama Jac" lanjutku.

Saat itu aku benar benar hilang kontrol. Emosiku keluar sejadi jadinya. Sampai aku sadar, bahwa Bintang telah meneteskan air matanya.

"Fan..." kata Bintang lirih.

"Please, jangan bohongin perasaan lo Bin. Gw juga gak mau kecewain lo" kataku.

"Kecewain?" kata seseorang.

Aku menengok ke arahnya dan ternyata itu..........



















*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*















Halo hola. Hehe. How's the story? Perasaannya campur aduk ya;". Kadang seneng, kadang sedih. Maunya apa sih? *eh kan gw yg nulis*

Fine. Author hari ini ultah. Yeaayyy😂😂. Wish buat diri gw sendiri, semoga dua cerita gw ini banyak voters dan readersnya. Dan banyak juga yg suka cerita gw. Amiin.

Jangan lupaaa. Vote+comment okey.

Enjoy the story guyss😎

Destiny[HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang