Ichi

228 20 17
                                    

Kerja kelompok itu berjalan lancar. Bahkan mereka memberikan tambahan materi pada pekerjaan tersebut.

"Di, toilet di mana ya?" Kata Nisa setelah berdiri dari duduknya.

"Itu ke sana. Toiletnya ada di deket dapur." Kata Aldi dengan mata yang masih terfokus pada pekerjaannya.

"Oh, oke. Makasih." Kata Nisa. Lalu ia segera pergi ke arah yang Aldi tunjuk.

***

'cklek', "Huft akhirnya..." Kata Nisa pelan. "Itu ruangan apa ya?" Lanjutnya dengan nada penasaran. Ruangan yang Nisa maksud berada di dekat dapur dengan pintu berwarna cokelat keemasan. Nisa yang rasa penasarannya sudah setinggi langit pun mulai berjalan pelan ke arah ruangan itu. Setelah tepat di depan pintu, Nisa membuka pintu itu perlahan. Sedikit demi sedikit, terlihatlah piano berwarna hitam metalik di tengah ruangan.

Nisa, adalah orang yang selalu tertarik dengan hal yang baru ia ketahui. Contohnya saja piano ini. Dapat ditebak, ia menatap piano itu dengan mata berbinar. Ia pun segera berjalan ke piano itu dan mulai menjelajahi piano itu. Nisa juga mencoba menekan-nekan tuts piano. Ia tertawa geli mendengar nada yang dihasilkan ketika ia menekan tuts.

Karena terlalu asik dengan piano itu, ia tidak sengaja menyenggol vas bunga yang ada di samping piano. 'praang...'. Nisa yang kaget segera mengambil beberapa pecahan vas itu. Karena tidak hati-hati, Nisa tak sengaja menggenggam pecahan tersebut sehingga ia melemparnya ke sembarang arah. Namun naas, pecahan itu terlempar ke dalam piano sehingga memotong beberapa dawai yang ada di dalamnya.

Karena ia menggenggam pecahan tersebut, tangannya mulai mengeluarkan darah. Nisa pun panik sehingga kakinya tak sengaja menendang kaki piano. Ia pun jatuh tersungkur.

***

"Praang..." suara pecahan terdengar sampai ke tempat mereka mengerjakan tugas. Aldi, Naila, dan Irfan yang mendengar suara pecahan, segera berlari ke arah suara tersebut. Aldi yang pertama kali masuk ke dalam ruangan itu, melihat Nisa yang tersungkur.

Aldi langsung menuju pianonya tanpa menghiraukan Nisa yang kesakitan. Naila yang baru masuk ke ruangan, langsung memapah Nisa agar ia berdiri. Irfan yang sedari tadi menunggu di depan ruangan, segera membantu Naila memapah Nisa.

"Tunggu." Mendengar nada bicara Aldi yang tidak biasa, membuat mereka terpaku di tempatnya. Mereka pun segera berbalik badan dan terlihatlah Aldi yang sedang menahan amarahnya.

"Lo apain piano gue Nis?" Nada yang terdengar berbeda dari biasanya membuat mulut Nisa bugkam.

"A-aku ga sengaja, Di." Suaranya semakin hilang di ujung kalimat.

"LO APAIN PIANO GUE NIS?!" Teriak Aldi dengan wajah yang sudah memerah.

"Ma-maafin aku Di, aku ga sengaja. A-aku bener-bener minta maa-" Air mata Nisa sudah mulai mengalir karena bentakan Aldi. Sedangkan Naila dan Irfan hanya bungkam melihat mereka.

"LO UDAH NGERUSAK PIANO GUE DAN SEKARANG LO CUMA BILANG MAAF?!" Teriak Aldi sambil menunjuk ke arah pianonya.

Nisa yang mendengar hal itu langsung kaget sekaligus khawatir. Ia takut hal yang tidak ia inginkan menjadi kenyataan.

"Tolong pergi dari rumah ini sekarang." Desis Aldi.

"Ta-tapi.." Nisa meronta-ronta agar ia dilepaskan dari papahan Naila dan Irfan.

"Tolong pergi SEKARANG!" Amarah Aldi mulai memuncak sehingga ia tidak dapat berpikir dengan jernih.

###

Heloo gais. Kembali lagi dengan saya.

Jangan lupa vote dan comment ya:)

30Apr17

Piano dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang