"Cuma begitu doang?" Nisa tidak mengerti apa yang Diva pikirkan. Padahal cara Fita menjahili dirinya sudah kelewat batas.
"Maksud Diva, cuma karena Aldi doang mereka ngejailin kamu gitu? Gimana sih?" Diva memulai spekulasinya sendiri. Nisa hanya dapat mendengarkan Diva, ia tak punya kata-kata untuk menyanggah Diva.
"Kamu nih terlalu polos atau apa sih? Kamu ngerti ga kenapa Fita suka ngejailin kamu?" dengan polosnya Nisa menggelengkan kepala.
Diva yang melihat hal itu hanya dapat menepuk jidatnya dan bersabar.
"Fita itu suka sama Aldi, dia ga mau ada orang lain yang deket sama Aldi. Mulai sekarang, kalau mereka ngejailin kamu, lawan mereka. Lagian kan hak kamu untuk deket sama Aldi. Paham?" Nisa menganggukkan kepalanya patuh.
"Ya udah, yuk balik ke kelas," Diva berdiri dan mengulurkan tangannya. Nisa pun meraihnya dan berdiri. Sekarang ia yakin kalau Diva sudah terbuka dengan dirinya.
"Oh iya," Diva teringat sesuatu saat berada di koridor menuju ke kelas mereka. Nisa hanya menoleh dengan tampang bingung.
"Diva cuma berperan sebagai Firda tadi, jangan anggap yang tadi ngomong gitu adalah Diva. Oke?"
***
"Weits, tadi kalian ngapain aja? Kok lama banget di toiletnya?" tanya Firda selepas pulang sekolah. Baru saja mereka keluar dari kelas, Diva kembali cuek, tidak seperti saat ia berperan sebagai Firda. Diva berjalan di samping kanan Nisa dan Firda di sebelah kirinya."Tadi aku pusing, jadi ke UKS dulu," jawab Nisa sambil melirik Diva. Ternyata memang tadi itu Diva hanya mencoba berperan sebagai Firda.
"Loh kenapa? Kamu sakit?"
"Eh enggak kok, tadi cuma pusing dikit," dengan kecepatan kilat, Firda meraba-raba wajah Nisa.
"Kok bisa sih? Terus gimana? Masih sakit? Udah di kasih obat? Perlu ke dokter?" tanya Firda bertubi-tubi tanpa menurunkan tangannya dari wajah Nisa.
Nisa yang merasa terganggu segera menurunkan tangan Firda dari wajahnya.
"Ngapain si Fir? Aku udah ga papa kok. Kamu tuh kalo khawatir lebih dari ibuku," Nisa merengut.
"Hehe, namanya juga khawatir," jawab Firda cengengesan. Nisa hanya menggelengkan kepalanya tak setuju.
"Ya udah aku duluan ya," katanya sambil berlari kecil menuju arah parkiran. Ia melambaikan tangannya dibalas oleh Firda dan Diva.
Jepret. "Wah, imut."
***
Nisa sampai di rumah, disambut oleh kakaknya. Sedangkan ibunya sedang memasak di dapur."Waah, kaka tumben pulang ke rumah. Biasanya ke kos an. Ada angin apa nih?" Kata Nisa sambil duduk di karpet, bersamaan dengan kakaknya. Tas nya sudah ia taruh di kamar.
"Oh, jadi gini adekku pas kakaknya pulang. Awas loh ya, ga tak kasih oleh-oleh lagi loh kalo pergi," omel kakaknya sambil memeletkan lidah.
"Biarin. Kan bisa beli sendiri," balas Nisa sambil memeletkan lidah juga.
"Udah-udah. Ayo makan dulu," lerai ibunya dari ruang makan sebelum mereka menjadi-jadi.
"Tapi bu, Nisa udah kenyang," jawab Nisa sambil memelas. Namun kakaknya malah menyeret Nisa ke ruang makan. Nisa hanya pasrah.
"Bu, kapan ayah pulang?" tanya Irbah sambil mengambil makanannya.
"Besok ayah pulang kok."
"Yeay, berarti Nisa dapet oleh-oleh lagi," kata Nisa sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.
"Hush, oleh-oleh mulu. Belajar yang bener sana, biar ada yang bisa dibanggain ke ayah pas ayah pulang," tegur ibunya.
"Hehehe, iya bu. Siap," jawab Nisa sambil cengengesan dengan posisi tangan hormat.
###
Lelah:')
Hayoo siapa tuh yang moto😏 moto siapa ya..
Jangan lupa vote dan sarannya:)
Maaf kalau ada typo:)13Sept17
KAMU SEDANG MEMBACA
Piano dan Cinta
Fiksi RemajaAldi adalah seorang pecinta piano. Cintanya pada piano melebihi cintanya pada segala sesuatu. Aldi selalu memberi perhatian lebih pada pianonya. Ia tidak mengizinkan siapapun menyentuh pianonya kecuali dirinya. Pada suatu hari, Nisa yang berkunjung...