Jūichi

145 15 16
                                    

"Di, Nisa boleh minta bantuan?"

Aldi mengangguk pelan sebagai jawaban, "Kenapa?"

"Umm itu, sepeda Nisa banyak uletnya. Boleh tolong bersihin?"

"Kenapa ga lo sendiri aja?"

Dengan malu-malu Nisa menjawab, "Sebenernya Nisa takut sama ulet."

"Ya udah. Mana sepedanya?" Nisa pun menunjukkan kepada Aldi.

***
"Di? Aldi udah maapin Nisa?" sahut Nisa di sela-sela waktu Aldi "membersihkan" sepedanya.

"Hmm, belum?" jawabnya dengan tangan yang masih sibuk membersihkan sepeda Nisa.

"Ohh, oke," terdengar sekali nada kecewanya. Aldi mendongakkan kepalanya dan menatap Nisa.

"Em, sebenernya gue mau aja si maafin lo. Tapi..."

"Tapi?"

"Tapi dengan satu syarat."

***
NISA MAU MATI AJA, bagaimana ia tidak greget kalau ternyata syarat yang Aldi berikan sangat sangat merendahkan dirinya.

Sesampainya di rumah, ia segera masuk ke kamar. Untunglah ibunya sedang tidak ada di rumah. Ia membenamkan wajahnya ke bantal lalu meraung-raung kencang. Ia sangat menyesal membuat masalah terhadap Aldi. Ingin rasanya mengulang waktu.

***
Diwaktu yang sama namun di tempat yang berbeda. Aldi sedang mengecek hpnya setelah beberapa menit yang lalu ia memainkan pianonya.

Mengecek beberapa situs lomba piano yang kemungkinan akan ia ikuti. Seketika ia ingat percakapan tadi sore.

"Tapi dengan satu syarat."

"Syarat? Syarat apa?"

Aldi menyeringai dan melanjutkan, "Lo jadi babu gue."

Seketika Nisa melongo dan saat ia sadar ia langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Nggak, nggak mau, Nisa nggak mau."

"Ya udah kalo nggak mau. Gue ga bakal maafin lo SELAMANYA," dengan menekankan kata 'selamanya', Aldi berkata menggebu-gebu.

Nisa pun gelisah. Di satu sisi ia tidak mau menjadi babunya Aldi. Di sisi yang lain ia mau Aldi memaafkannya. Akhirnya ia pun setuju dengan syarat itu.

***
"Nis gue laper, beliin makanan dong," kata Aldi pelan saat ia sudah berada di samping meja Nisa. Kelas sudah mulai sepi karena waktu istirahat sudah tiba. Nisa menatapnya datar sekaligus kesal, namun Aldi menghiraukannya.

"Iya," jawabnya malas sambil keluar dari kelas. Koridor kelas sangat ramai, hampir seluruhnya mengarah ke kantin. Ada juga beberapa yang mengarah ke perpustakaan.

"Dor!" teriak seseorang dari belakang Nisa. Nisa yang kaget sontak melihat siapa yang telah mengagetkannya. Ternyata itu Firda. Diikuti oleh Diva dibelakangnya.

"Sendirian aja. Mo kemana bu?" tanya Firda sambil merangkul leher Nisa. Diva hanya mengikuti di belakang.

"Ish apaan sih. Mau ke kantin lah, kemana lagi," Nisa menurukan tangan Firda yang merangkul lehernya. Diva pun berjalan di samping Firda.

"Ohh, biasanya ke perpus, tumben mo ke kantin."

"Terserahlah. Kalian abis dari mana sih? Kok baru bel istirahat udah raib dari kelas?"

"Biasalah, panggilan alam. Si Diva mah cuma nemenin, ye kan Div?" Firda menyikut Diva, diiringi anggukan mengiyakan.

Sesampainya di kantin, Nisa bergegas mengantri di tempat bubur ayam. Melupakan kedua sahabatnya yang mulai teriak-teriak memanggilnya. Namun seketika ia lupa menanyakan apa yang harus ia beli kepada Aldi. Karena terlalu malas untuk kembali ke kelas dan menanyakannya pada Aldi, Nisa pun melanjutkan mengantri di tempat itu.

***
"Kok lo belinya bubur ayam sih? Mana ga pake sambel, kebanyakan kecap pula," omel Aldi saat Nisa kembali dari kantin. Nisa pun memanyunkan bibirnya kesal.

Dikit-dikit salah, dikit-dikit salah. Perasaan yang cewe aku deh bukan Aldi.

"Tadi ga ngomong mau dijajanin apa."

"Ya harusnya nanya dong, ya sudahlah gak papa yang penting dibeliin," Aldi pun melahap bubur ayam itu.

###
UP UP UP, SORI FOR TYPO GAIS. JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT😉

29Ags17-08Sept17

Piano dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang