"Ma, Abel mau daftar kuliah." Gue berjalan menemui mama di dapur yang lagi sibuk nyiapin sarapan buat gue.
Papa udah berangkat kerja duluan jadi sarapan nya di bawa ke kantor. Ya begitulah guys susahnya cari duit. Halah apaan sih lo Bel.
"Mau daftar ke mana sayang?"
Gue duduk di kursi ruang makan. "Abel keterima sbmptn di UI ma!"
"Beneran? syukurlah. Cita-citamu keterima di UI tercapai ya nak? selamat deh." Mama langsung dateng dan meluk gue. Padahal tangan mama bau amis kena ayam.
Gapapalah bisa banggain orang tua.
"Kamu mau ke Jakarta kapan?"
Gue mengedikkan bahu. "Entah, Abel belum mikirin beli tiketnya."
Selesai sarapan gue pamit sama mama untuk pergi ke toko buku dan mampir ke tukang fotokopi. Gue harus beli persyaratan untuk daftar universitas. Map berwarna, materai, fotokopi ijazah, dll.
Pas gue masuk ke dalem toko, gak sengaja gue ngeliat seseorang yang mirip banget sama dia. Seseorang yang udah hampir dua tahun ini gak ada kabar, menghilang entah ke mana.
Seketika semua memori itu terulang semua. Untungnya juga mama udah gak pernah mengungkit-ungkit masalah masa lalu gue lagi. Mama selalu bilang, kita gak tau kapan pertemuan itu akan terjadi kembali.
Gue sepertinya harus ke Jakarta secepat mungkin. Gak tau kenapa gue pengen banget ke sana, gue kangen sama Jakarta. Kangen sama semua memori di sana.
Gue bisa masuk UI juga karena ijin Yang di Atas. Mungkin ini jalan yang baik buat gue karena emang gue ditakdirkan pergi ke Jakarta entah apa yang bakal terjadi setelah gue balik ke sana.
Gue selalu berdoa jika gue ditakdirkan ke Jakarta pasti ada jalan untuk ke sana dan sekarang terjadi, gue keterima di UI. Gak mungkin banget gue tolak kan?
Padahal sejujurnya gue gak mau pilih UI karena saingan gue berat banget apalagi gue milih jurusan yang bener-bener impossible gue bisa masuk, tapi waktu pengumuman, nama gue tertera di atas sendiri dan gue keterima. I'm so proud of me.
Akhirnya gue beli tiket padahal bulan ini bulan Juni di mana orang-orang pada liburan.
Ternyata Engkau melancarkan urusanku.
Sore ini gue berangkat ke Jakarta naik pesawat dan akan nginep di hotel yang udah gue pesen juga. "Ma pa, Abel berangkat ya."
"Ati-ati ya nak jaga diri kamu," ucap mama disambung papa sambil mengelus rambut gue.
Gue masuk ke ruang check in dan langsung nunggu panggilan penerbangan.
---
Masih seperti dulu Jakarta yang gue kenal. Gak ada perubahan sedikitpun. Di pesawat, semua memori itu terulang kembali. Apalagi saat di mana gue pergi ke Lombok bareng dia. Perdebatan adalah hal yang tiap hari gue sama dia lakuin kalo pas lagi duduk berdua. Apa aja bisa jadi masalah.
Senyum terukir di wajah gue saat ini. Orang yang ngeliat pasti mikir gue layaknya orang gila yang nyasar di Peshawar.
Kaki gue tiba-tiba nyuruh gue buat balik ke tempat gue berpisah dengan nya dulu. Tempat yang jadi saksi bisu gue sama dia. Tempat kita berjanji kalo kita ditakdirkan bersama pasti akan bertemu di sana. Tempat gue pertama kali merasakan hal yang berbeda dengannya.
Tapi, tuhan belum atau bahkan tidak memihak gue. Di tempat itu kosong, bentuknya masih sama, namun lumut dibangku hilang dan seperti ada yang rajin membersihkan. Tak ada siapapun duduk di sana, tak ada siapapun menunggu di sana. Hanya gue di sini, berdiri menatap bangku itu sambil mengulang memori masa lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy vs Nerd Girl
Fiksi Remaja[COMPLETED] "Seandainya aja gue gak kenal dia, hidup gue nggak akan merana." Dia Abel Ghisa, seorang siswi dengan penuh penderitaan di sekolah barunya, tapi siapa sangka jika diam-diam ternyata ada yang peduli dengannya. Semua itu berawal dari rasa...