[Bab 16]

62 7 0
                                    

"Rasa hangat itu kembali menjalar ketika aku mendekapnya dengan erat. Rasa hangat yang selalu membuat aku kembali jatuh cinta pada nya"

Aku terbangun dari alarm yang terus berbunyi mengganggu aku dari indahnya alam bawah sadar. Mengerjap mata ini beberapa kali lalu mengusapnya pelan. Kemudian, mematikan alarm dan menoleh pada jam yang tertera di jam weker ku ini.

"JAM 6 LEWAT!"Aku memekik penuh panik.

Seketika, aku langsung terjungkal dari ranjang. Tanpa memperdulikan lutut yang sedikit sakit ini, aku segera menuju ke kamar mandi. Melakukan kilatan mandi, lalu keluar memakai seragam, lalu meraih tas berwarna hitam-pink milik ku. Aku buru – buru menuruni tangga menuju lantai bawah.

"Argh!"Aku berdecak kesal ketika hampir saja aku terjatuh saat menuruni tangga. Untungnya, aku cepat meraih pegangan sebelum jatuh total.

Sesampainya di lantai bawah, aku menghampiri bibi dan mengambil sarapan."Bi, Alina kok ngga di bangunin tadi? Duh, telat! Sarapannya Alina bawa aja ya! Dah, bibi!"Ucap ku dalam satu helaan nafas. Aku melihat bibi dengan guratan bingungnya tetap mencoba untuk mencerna perkataan ku dengan cepat.

"Ha? Iya, non! Hati – hati!"Seru bibi saat aku sudah berlari keluar gerbang.

Ketika aku berhasil keluar dari rumah, aku menoleh ke arah samping kanan kiri. Mencari keberadaan Pak Yanto. Tapi, sama sekali aku tidak menemukan batang hidungnya ataupun mobil CRV hitam milik ayah yang biasanya terparkir di garasi. Kepanikan masih mendominasi seluruh tubuh ku, dan bisa – bisanya Pak Yanto membuat aku semakin panik?

Aku baru saja ingin melangkah kembali ke dalam, berniat menanyakan keberadaan Pak Yanto kepada bibi. Tapi, saat mendengar suara deru motor yang berhenti di depan rumah ku dan dilanjutkan dengan suara klakson, aku langsung mengurungkan niat ku.

Edgar. Aku mendengus kesal. Kenapa harus dia yang datang? Kenapa bukan Pak Yanto, sih?!. Mau tidak mau, aku langsung menghampiri laki – laki bertubuh tinggi yang duduk di atas motor itu.

"Ngapain ke sini?"Tanya ku dengan dingin. Entah bagaimana, kepanikan ini kembali membangun tembok kemarahan ku pada Edgar.

"Galak banget, sih. Naik, gue anter ke sekolah"Edgar menepuk – nepuk jok motor belakang seakan memerintahkan aku untuk duduk di atasnya. Aku menghela nafas kasar. Kenapa laki – laki ini selalu datang tepat waktu di saat aku membutuhkan nya?

Tanpa berpikir panjang, aku langsung meraih helm yang disodorkan oleh Edgar lalu naik di jok belakang. Sempat terpikir oleh ku kenapa anak ini mau mengantar ku ke sekolah dengan mengenakan seragam sekolah lengkap. Bukan kah dia sedang menjalani masa skors? Tapi, aku kembali tidak peduli dengan hal itu. Satu – satunya yang aku pedulikan adalah tidak telat masuk sekolah.

Dalam sekejap, motor besar milik Edgar itu melaju dengan kecepatan penuh. Aku meringis sambil meremas rok abu – abu yang aku kenakan. Sedikit takut karna aku tidak biasa naik motor, terutama dalam kecepatan penuh.

"Peluk gue aja kalo takut"Seakan mengetahui isi pikiran ku, beberapa detik kemudian Edgar langsung menawarkan hal tersebut.

Jantung ini kembali berdetak tidak karuan. Tapi, aku berusaha menetralkannya. Aku masih marah pada Edgar, dan tidak mungkin aku berpegang padanya, gengsi. "Gausah"Masih dengan penuh dingin, aku mengucapkan penolakan itu.

Tiba – tiba, Edgar menekan rem membuat motor sedikit berdecit, sampai tubuh ku mencondong ke depan menyentuh punggung Edgar. "Ah tolol nih mobil depan"Ucap Edgar di balik helm full-face nya itu.

Alina Untuk EdgarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang