"Tidak ada yang tahu seberapa hancurnya aku"
Rasanya semalam adalah malam terpanjang yang pernah aku lewati. Seakan waktu berlalu dengan lambat. Bersama dengan isak tangis dan rasa pilu, malam ku menjadi lebih lengkap. Semua kenangan pahit terulang secara terus menerus seperti kaset rusak.
Kepala ku dipenuhi dengan sesaknya memori buruk. Rasanya pedih, sangat pedih. Ketika anak seusia ku seharusnya mengumpulkan memori indah, namun aku di sini, di hantui dengan berbagai memori buruk. Ketika anak seusia ku seharusnya berbahagia dengan orang tuanya, aku di sini tanpa seorang ibu, dan hidup bersama seorang ayah yang kejam.
Semalaman aku memikirkan tentang semuanya. Tentang bagaimana tepatnya hidup ku mulai hancur, tentang bagaimana si menyedihkan Alina mulai hidup dalam diri ku. Berjam – jam aku menatap langit – langit kamar, berusaha mencari hal apa yang aku lewatkan, apa yang membuat semua ini salah.
Sampai tanpa sadar, aku telah melalui satu malam tanpa tidur. Bibi mengetuk kamar ku dan membangunkan ku. "Udah bangun"Jawab ku dari dalam kamar dengan suara serak.
Dan, ketukan itu berhenti. Aku bangkit dari kasur. Rasa sakit langsung menusuk seluruh badan ku, karna semalam ayah menjatuhkan aku ke lantai begitu keras. Tapi, mau tidak mau aku harus sekolah. Aku sudah membolos kemarin.
***
Sesampainya di sekolah, aku bergegas menuju kelas. Mungkin jika Rei sudah duduk manis di kelas aku akan menetap juga di kelas. Tapi, jika tidak, aku akan menuju ke taman. Ketika aku sudah berada di dekat kelas, aku menghampiri loker. Mengambil beberapa buku untuk pelajaran nanti.
Sudah beberapa kali aku tidak membuka loker ini. Aku rasa terakhir kali saat pagi hari sebelum konser musik kemarin. Aku sengaja tidak membuka loker sepulang sekolah saat itu, karna aku harus cepat – cepat keluar mencari Pak Yanto. Karna hal itu, aku jadi sedikit penasaran apakah aku mendapat kado misterius itu lagi atau tidak.
Saat aku baru saja ingin membukanya, tiba – tiba Davin datang dan menutupi loker aku. Jarak Davin dan aku hanya beberapa sentimeter sekarang. "H-Hai!"Sapa Davin dengan senyum lebarnya.
"Hai?"Ucap ku dengan sedikit nada kebingungan. Tapi, Davin hanya mematung di sana, tersenyum – senyum sendiri. Aneh.
"Vin? Gue mau ambil buku"Ucap ku dengan penuh kebingungan, Davin bertingkah aneh.
"G-gue, ke lapangan yuk!"Davin langsung menarik ku tanpa seizin aku. Tapi, cengkramannya lebih kuat dari kekuatan meronta aku. Jadi, aku hanya pasrah saja mengikuti kemauan Davin.
Sesampainya di lapangan, Davin menarik aku ke tengah lapangan. Untuk orang introvent seperti aku, baru sekali aku menjejakkan kaki di sini. Apalagi banyak orang di sini memperhatikan. Di sebrang kiri lapangan, aku melihat teman – teman Davin duduk sambil bersiul – siul ke arah kami.
"Vin ... ngapain di sini, sih?"Aku berbisik kepada Davin dengan penuh gugup. Aku tidak biasa seperti ini.
Tiba – tiba Davin berlutut di hadapan ku, kegugupan yang aku rasakan semakin memuncak. Apa maksudnya semua ini? Apakah Davin akan menembak aku? Apa? Tidak mungkin. Dan, pertanyaan aku terjawab seperdetik kemudian.
"Alina, jujur udah lama sebenernya gue punya perasaan buat lo. Kalo ini ngga terburu – buru, apa lo mau jadi pacar gue?"Dan, semua aktivitas di lapangan terhenti tepat saat itu juga.
Banyak orang menjadi riuh, lantai 2 dan 3 ikut menonton kejadian ini. Aku semakin gugup, banyak yang berteriak menyuruh aku menerima Davin. Aku bingung harus menjawab apa. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan terhadap Davin. Tapi, Davin begitu baik kepada ku.
Saat aku berpikir, tanpa sengaja aku melihat Edgar berdiri di tengah kerumunan orang yang menonton kami. Matanya memicing, terlihat guratan kesal di wajahnya. Untuk sesaat, mata kami bertemu. Sampai pada akhirnya, "Iya, gue mau"Semua orang langsung bertepuk tangan riuh.
Davin langsung memeluk ku. Sebenarnya tidak ada niat untuk memeluk Davin balik, tapi, bagaimanapun juga aku harus memeluk dia juga.
***
Hai, readers!
Ketemu lagii di bab inii hehe
Publish langsung 3 bab nih!
Jangan lupa vomment ya sayang sayang!
Oh iyaa, aku emang pengen ngurangin kapasitas penulisan per bab, jadi kalian baca per bab itu ngga harus sampe 12 menit gitu, aku rasa lebih baik kalau 8 menit kurang per bab biar enak bacanya.
By the way, gimana nih sama yang ini menurut kalian?
Gimana yahh kelanjutannyaa?
Tunggu next bab nya yaa
Thankyouu
xxlovexx
KAMU SEDANG MEMBACA
Alina Untuk Edgar
Genç KurguKetika dunia hanya menyediakan kepahitan setiap harinya, Alina Catherine tidak pernah menyerah. Dia terus berjuang dalam hidupnya yang menyedihkan. Sampai satu kejadian membawa Alina bertemu dengan seseorang yang menjadi alasan dia hidup, alasan dia...