"Untuk memenagkan hati Alina kembali"
Edgar terdiam tepat setelah Alina membanting pintu di hadapannya. Jemarinya mengepal kuat – kuat. Bego! Edgar bego!, batinnya. Rasanya dia ingin meninju apapun yang di hadapannya. Tapi, Edgar sadar, ini bukan waktu dan tempat yang baik.
Tak lama kemudian, Edgar melangkah keluar dari rumah Alina lalu menelpon seseorang, memintanya untuk bertemu di suatu kafe. Setelahnya, Edgar melaju dengan motornya dengan penuh amarah. Dia tidak mau kehilangan Alina untuk kesekian kalinya. Untuk sekarang, Edgar akan berjuang untuk mendapati Alina kembali.
Bahkan jika dia harus membuat seseorang babak belur.
***
Beberapa blok dari tempat yang di tuju nya, Edgar berbelok ke arah kanan. Di ujung kiri jalan, berdiri sebuah kafe kecil tempat ia akan bertemu dengan seseorang. Dari kejauhan, Edgar melihat seorang laki – laki yang sudah duduk manis tepat di sebelah kaca. Hal itu membuat Edgar kembali memacu motornya.
Sampai ... suara mesin motor yang ikut melaju dengan cepat terdengar di sela – sela bisingnya jalan raya Jakarta. Entah ini hanya imajenasi Edgar, tapi, ia merasa bahwa motor itu mengincarnya. Jadi, Edgar kembali menikkan kecepatan motornya. Namun, Edgar telat.
Sinar dari lampu motor itu mengenai kaca spion Edgar lalu memantulkan cahayanya sehingga menghalau penglihatan Edgar. Tiba – tiba, sebuah tubrukan keras menghantam bagian belakang motor Edgar. Membuat si pengemudi terlempar jauh ke depan.
Tepat saat itu juga, Edgar merasa kepalanya berputar keras. Pendengarannya merasakan bising seperti suara alat elektrokardiograf saat tanda garis menjadi lurus. Edgar mengeluarkan erangan kecil. Tubuhnya tidak mampu menahan hal sesakit ini. Ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi, namun dia merasa sangat lemah dan ringkih.
Beberapa detik berlalu sampai seseorang menghampiri Edgar. "Gar! Gar! SIAPAPUN TELPON AMBULAN!"Teriak laki – laki yang baru saja berlari keluar kafe.
"Tunggu, Gar. Tetep sama gue, jangan pergi. Tetep sadar, Gar"Ucap laki – laki itu. Namun hanya sedikit yang Edgar dengar. Telinga nya seakan terhantam air dengan keras.
Dan, sebelum semuanya menjadi gelap dan sunyi untuk Edgar, "Kaset ... Davin ..."
***
Sudah melewati tengah malam, tetapi Alina sama sekali tidak bisa tidur. Banyak pikiran yang menghantuinya, membuat kelopak mata miliknya tak bisa menutup dengan sempurna. Selalu saja kembali terbuka ketika nama Edgar melewati pikirannya. Ah, sial! Alina benci Edgar batin nya.
Sudah berkali – kali Alina merubah posisi tidurnya, menaikan dan merendahkan suhu AC, naik turun tangga mengambil minum, tapi tidak sama sekali dia bisa tidur. Alina terus terjaga sampai pukul 2 malam. Matanya lelah namun ia tidak bisa terlelap.
Ketika Alina kembali menutup matanya, tiba – tiba suara ketukan pintu rumah terdengar keras dari bawah. Untuk memastikan itu bukan hanya ilusi, Alina bangkit berdiri dan kembali mendengarkannya dengan seksama. Dan, ketukan itu kembali terdengar. Untuk sesaat, Alina pikir itu mungkin adalah ayahnya yang baru pulang tengah malam.
Jadi, Alina kembali menaiki ranjangnya dan mencoba terlelap. Tapi, ketukan itu terus berbunyi. Membuat Alina menjadi curiga. Kalau itu ayah, pasti dia sudah membuka pintunya karna ayah membawa kunci. Jika itu tamu ... siapa juga yang akan bertamu pukul 2 malam?
Pelan – pelan, Alina menuruni ranjangnya. Keluar dari kamar dengan langkah kaki berjingkat sehingga tidak mengeluarkan suara. Lalu menuruni tangga satu persatu. Ketukan itu masih saja terdengar, bahkan semakin mengeras. Bulu kuduknya berdiri tegak.
Ada rasa takut menyelimuti Alina. Di bawah sudah sangat gelap, semua lampu sudah dimatikan yang berarti bibi sudah terlelap sedari tadi. Untuk berjaga – jaga, Alina mengambil sebuah tongkat golf di ruang tamu. Perlahan tapi pasti, Alina melangkah ke pintu utama.
Jantungnya berdegup sangat cepat. Dengan asumsi berbagai macam; bisa jadi hantu ... atau maling ... atau manusia jadi – jadian ... membuatnya semakin merinding. Alina menarik nafas untuk memberanikan diri. Setelahnya Alina membuka pintu. Dan ...
"Ka Varo?"Alina membelak kaget. Untuk apa dia bertamu pukul 2 pagi?. Tapi, setidaknya dia manusia, bukan seperti yang di asumsikan Alina.
"Eh anjing! Ngapain lo megang tongkat golep?!"Tanya Varo antara kaget dan bingung.
"Buat informasi lo, ini udah jam 2 pagi, kita ngga deket, kenal juga engga. Terus lo ngapain ke sini?"Alina menurunkan tongkat golf-nya. Sebenarnya, Alina masih sedikit ngeri melihat wajah Varo yang sedikit babak belur.
"Buat informasi lo, Edgar kecelakan. Ini kaset buat lo, sisanya lo bisa tanya pacar sampah lo"Varo menyerahkan sebuah kaset dengan tempatnya kepada Alina.
Untuk sejenak Alina terdiam, menatap mimik wajah Vero. Sedikit harap meminta ucapan Varo adalah kebohongan belaka. Namun, nafasnya yang terengah - engah dan wajahnya yang babak belur semakin meyakinkan Alina. "Ngga lucu"Sedetik kemudian, Alina meraih gagang pintu dan berniat untuk menutupnya.
"Eh tunggu"Varo menahan pintu dari sisi yang lainnya. "Terserah percaya apa engga. Ini, kaset ambil aja. Gue harus pergi sekarang"Tanpa menunggu balasan dari Alina, Varo menaruh kaset tersebut di telapak tangan Alina dan segera melangah keluar.
"Tu-tungg—"Tapi, Varo sama sekali tidak berhenti berjalan.
Alina terdiam membeku di tempat. Otaknya terasa di hantam truk besar, membuat pikirannya tidak bisa bepikir dengan baik. Bahkan untuk mencernanya. Edgar ... kecelakaan ...
***
Haii, readers!
Maaf ya baru update;(
Semoga masih ada yang bacaa hehe
Gimananiih sama part ini?
Edgarnya gimana yaaa;(
Kepo sama lanjutannya?
Stay tune!
Terimakasii
xxlovexx
KAMU SEDANG MEMBACA
Alina Untuk Edgar
Fiksi RemajaKetika dunia hanya menyediakan kepahitan setiap harinya, Alina Catherine tidak pernah menyerah. Dia terus berjuang dalam hidupnya yang menyedihkan. Sampai satu kejadian membawa Alina bertemu dengan seseorang yang menjadi alasan dia hidup, alasan dia...