[Bab 26]

29 6 0
                                    

"Seperti matahari yang terbit dan terbenam, kamu hadir lalu pergi kembali"

"Kamu tunggu di parkiran aja, aku ke toilet sebentar"Davin mengelus pundak ku seraya tersenyum.

"Yaudah"Aku tersenyum kembali lalu berjalan mendahului Davin. Hari ini sebagai hari jadi kami, Davin mengajak aku pergi keliling kota sepulang sekolah. Dan, aku menerima tawarannya.

Selagi menyusuri jalan menuju parkiran, aku melihat teman – teman Edgar duduk bergerombol di pinggir lapangan. Semua dari mereka tampan, dan tentunya terkenal seantreo sekolah. Kalau tidak salah, di sana ada Kak Varo, Jeremy, Tara, dan Jules.

Aku rasa seharusnya ada 2 orang lagi di sana; Edgar dan Ai... siapapun namanya, aku lupa. Tapi, hanya ada 4 orang di sana. Entahlah, aku hanya menggedikan bahu tidak peduli. Bukan masalah untuk ku ini.

Halaman sekolah tidak begitu ramai, bisa dibilang cukup sepi. Sementara aku berjalan, beberapa orang menatap ke arah ku dan berbisik - bisik. Beberapa yang terdengar oleh ku seperti, "Itu Alina pacarnya Davin", "Kok Davin mau sama dia ya", "Cantik juga pacarnya Davin", dan sebagainya. Ya, mau bagaimana? aku memacari seorang anak orang kaya yang tampan dan terkenal.

Jadi, aku hanya menunduk atau terkadang sedikit tersenyum. Tapi, aku tidak begitu memperdulikannya. Tidak penting sama sekali. Saat sampai di parkiran, aku berjalan menuju motor Davin dan menduduki joknya. Tidak lama, seseorang mencengkram tangan ku. Aku pikir itu adalah Davin, tapi, saat menoleh ...

"Edgar?"Aku tidak percaya. Sangat tidak percaya. Bagaimana bisa dia menunjukkan wajahnya di hadapan ku setelah apa yang dia perbuat.

"Al, gu—"Belum selesai dia berbicara, aku segera menyelanya.

"Tunggu... Oke... Diem. Gue ngga mau denger apa - apa lagi. Gue mau lo pergi sekarang juga"Aku menyentakkan tangan ku. Sementara Edgar terlihat cemas.

"Al ... Gue mohon. Dengerin gue dulu"Edgar memohon kepada ku.

"Pergi. Sekarang. Juga"Aku memberikan jeda setiap kata.

"Al ... yang lo liat itu salah. Tolong deng—"

"Kak Edgar, maaf pacar gue harus pergi sekarang"Tiba - tiba Davin muncul dari belakang.

Tanpa memperdulikan Edgar, Davin menyerahkan helm kepada ku, menaiki motornya lalu menyalakan mesinnya. Sementara aku memakai helmnya, Edgar terus berbicara. "Al—Al, gue mohon"Edgar memelas. Tuhan, aku tidak bisa menghadapi Edgar ...

"Jangan"Aku mengangkat tangan kiri ku tanda menyuruhnya berhenti seraya menaiki motor Davin.

Aku melihat wajah Edgar sebelum pergi. Guratan merasa bersalah terlihat jelas di sana. Maaf, Edgar. Dan, motor pun melaju meninggalkan Edgar.

***

"Al? Al?"Butuh beberapa kali Davin memanggil aku sampai akhirnya aku tersadar kembali pada dunia nyata.

"Lo gapapa?"Tanya Davin.

Aku menghela nafas, "Gapapa kok"Ucap ku sambil tersenyum.

Hening kembali terjadi di antara aku dan Davin. Entah apa yang dia pikirkan, sementara aku memikirkan kejadian di parkiran tadi. Edgar, selalu dia yang memenuhi kepala ku. Brengsek!.

Melihat arloji yang terpakai di kanan tangan ku, aku tersadar sekarang sudah pukul 8 malam. Sebaiknya aku pulang sekarang.

"Vin?"Aku memanggil Davin yang sedang menyuapkan suapan terakhir dari makanannya.

"Apa?"Davin mengusap bibirnya.

"Udah malem, anterin gue pulang"Pinta ku.

Davin hanya mengangguk lalu memanggil penjual sate kaki lima untuk membayar makanan aku dan Davin. Setelahnya, aku dan Davin menaiki motor dan motor itu melaju menuju rumah ku.

Selama di perjalanan, sama sekali tidak ada pemikiran untuk memeluk Davin. Aku hanya memikirkan  Edgar, satu – satunya hal yang membuat aku merasa berani berkendara dengan motor tanpa memeluk Davin.

"Vin, turun di sini aja"Entah perasaan darimana, tapi, firasat ku seakan menyuruh ku untuk turun di depan gang rumah.

"Lo yakin?"Tanya Davin dari balik helm nya seraya meminggirkan motornya.

"Gue yakin"Aku turun dari motor lalu menyerahkan helm kepada Davin.

Davin menerima helm ku, lalu menaruhnya. "Makasih ya"Aku tersenyum dan Davin mengangguk.

Kaku. Davin dan aku kaku. Berbeda dengan aku dan Edgar. Sangat berbeda, jauh. Setelah Davin pergi dari gang rumah, aku berjalan menuju rumah. Jaraknya tidak begitu jauh, mungkin hanya beberapa langkah dari gang.

Benar saja, seperti firasat ku. Ketika sampai di depan rumah, aku melihat siluet seorang laki – laki duduk di halaman rumah ku. Aku membuka pagar rumah, mendekati laki – laki itu untuk mengenali wajahnya. Dan ... itu Edgar.

Tanpa memperdulikannya, aku melewati dia dengan acuh. Seakan tidak ada orang di sana. Tapi, baru saja aku ingin melangkah memasuki pintu rumah yang sudah terbuka lebar, Edgar langsung mencengkram lengan ku.           

"Al ... tunggu"Ucap Edgar

Tanpa memutar tubuh, aku berbicara "Lo mau ngapain ke sini?"Tanya ku.

"Al ... dengerin gue sekali aja. Gue mohon"Edgar menyentuh pundak ku halus lalu memutar badan ku seakan aku mainan yang tidak berdaya.

"Gue cape, Gar. Gue mohon pergi. Gue udah bahagia sama Davin"Tidak, aku bohong. Aku tidak bahagia dengan Davin.

"Bahagia? Lo yakin?"Tanya Edgar dengan sejuta ekspresi di wajahnya. Kecewa, sedih, marah, takut terlihat jelas di sana.

"Gue yakin, dan ini udah malem, gue minta lo pergi sekarang juga"Aku berusaha untuk tenang. Walaupun dalam diri, ada keinginan besar untuk memarahinya, lalu memeluknya dan mengatakan aku memafkannya. Tapi, tidak. Tidak lagi setelah apa yang dia lakukan untuk kesekian kalinya.

"Kalo lo bahagia ... itu udah cukup buat gue"Edgar tersenyum di balik kekecewaannya. Dia runtuh, runtuh saat itu juga di hadapan ku. Matanya berkaca – kaca, menyiratkan sesuatu yang tidak aku mengerti.

Aku tidak kuat lagi melihatnya seperti ini. Jadi, dengan segera aku masuk dan membanting pintu tepat di wajahnya. Setelah yakin pintu itu tertutup dengan benar, aku menangis seraya perlahan terduduk di lantai. Rasanya sakit, sedih, dan mengecewakan. Apa yang dia perbuat, seharusnya tidak pernah aku maafkan. Tapi, aku di sini dengan hati yang tulus telah memaafkan Edgar.

"Edgar ... gue sayang sama lo"Lirih ku dengan nada pelan di sela – sela tangis. Sebagian dari diri ku berharap Edgar telah pergi dan tidak mendengarnya. Tapi, sebagian dari diri ku juga berharap Edgar masih berdiri di depan pintu dan mendengar ucapan ku.

***

Haii, readers!

Gimana sama part yang inii?

Sedih yaaa;(

Tapi, belom selesai kok cerita Edgar sama Alina!

Ditunggu ya kelanjutannya!

Terimakaasiii

xxlovexx

Alina Untuk EdgarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang