Bab 17

48 9 0
                                    

"Selalu dia dan dia"

         Aku berdecak kesal. Sudah hampir setengah jam aku menunggu Pak Yanto di depan halte bus. Beberapa kali aku mencoba untuk menelpon nya, tetapi tidak ada balasan. Bagaimana jika aku telat konser piano nanti? Ah, aku geram sendiri. Aku tidak mungkin melewatkan konser penting ini. Bagaimanapun juga, ini adalah satu – satunya tiket aku menuju Julliard School.

            Konser diadakan 1 setengah jam lagi, aku juga harus bersiap – siap. Aku harus berganti baju, latihan kembali, dan menyiapkan mental ku. Ah, sungguh aku benci hari ini. Tadi pagi Edgar, lalu Davin, dan sekarang Pak Yanto? Benar – benar laki – laki memang menyebalkan. Walaupun dalam ukuran seorang supir.

            Tinn..

         Tiba – tiba suara klakson membuat aku menoleh. Beberapa meter dari tempat aku berdiri, sebuah motor besar yang aku tidak tahu jenisnya bertengger dengan gagahnya bersama sang pemilik; Davin. Aku mengernyitkan alis. Tidak, aku tidak mau berbicara sekarang. Aku sedang kesal.

            "Kok belom pulang?"Tanya Davin sambil memajukan motornya sehingga berposisi tepat di hadapan ku. Tetapi, aku hanya menaikkan bahu, tanda tidak tahu.

            "Mau gue anterin pulang?"Davin menawari ku. Aku melihat jam tangan yang aku kenakan. Sudah pukul 4 lewat, tidak mungkin aku menerima tawaran Davin. Tapi, aku juga tidak bisa telat ikut konser. Dan juga, tidak ada waktu banyak untuk kembali pulang.

            Aku berpikir sejenak. "Jadi? Mau ngga?"Tanya Davin lagi. Aku jadi semakin ragu, terima atau tidak ya?

            "Eh-m, gue ngga pulang"Jawab ku.

            "Oh, ya? Terus mau kemana?"Tanya Davin lagi.

            "Gue harus ke tempat konser musik, gue ada pertunjukkan di sana"Jawab ku.

            "Mau gue anterin?"Ajak Davin untuk kedua kalinya. Sungguh rejeki ku pada hari ini.

            Tapi ... kenapa harus Davin yang ada di sini? Kenapa bukan Edgar?

            Aku cepat – cepat menggeleng, menghapus pikiran itu. Kenapa lagi aku harus memikirkan dia? Bukan kah aku harusnya melupakan dia yang cinta dengan Zoe?

            "Jadi, lo ngga mau?"Davin memecah pemikiran ku. Aku sedikit tersentak, menyadari bahwa tadi aku menggeleng. Tapi, bukan untuk dia.

            "Eh? Mau. Eh, tapi gue harus ganti baju .. gue ngga tau ganti baju dimana dan pake apa"Aku sedikit merasa merepotkan Davin dengan seperti ini.

            "Naik, masalah baju gue yang urus"Aku mengernyitkan alis ku. Tidak percaya dengan Davin. Tapi, apa boleh buat? Yang terpenting aku harus sampai di tempat konser tepat waktu.

            Aku mengambil helm yang disodorkan oleh Davin, kemudian naik ke jok belakang. Davin langsung menginjak gas dan motor melaju. Di perjalanan, aku memberikan alamat konser kepada Davin, dia sedikit berpikir setelahnya, namun langsung mengangguk pelan. Entah apa yang dia pikirkan tadi.

            Tangan ini sedikit bergetar, aku takut naik motor. Dan, total hari ini sudah 2 kali aku menaiki motor besar. Davin dan Edgar. Ya, kedua orang itu. Ah, apa yang aku pikirkan lagi sekarang?

            Selang 45 menit kemudian, motor Davin menepi di depan sebuah butik. Aku sedikit menganga, selain tempat ini mewah, baju – baju yang terpajang di depan toko juga kelihatan sangat bagus dan ... glamor.

            "Vin, kok berhenti?"Tanya ku kepada Davin sambil menuruni motor

            "Katanya mau ganti baju? Beli baju dulu aja, ini juga deket tempat yang lo sebutin tadi kok"Davin langsung menggengam tangan ku, berjalan memasuki toko itu.

Alina Untuk EdgarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang