"Ini aku, dan tentang hidupku"
Aku terbangun dari alam bawah sadarku. Menatap ke arah jam dinding yang terpampang jelas di hadapan ku. Jarum menit dan detik yang menandakan sekarang pukul 5 cukup membuat mataku terbuka lebar. Aku mengerjap mata beberapa kali untuk mengusir kantuk yang masih menyelimuti kedua kelopak mata ku. Setelah yakin aku telah sadar sepenuhnya, aku memerintahkan kaki ku berjalan ke kamar mandi dan melakukan rutinitas pada pagi hari; bersiap untuk sekolah.
Setelah selesai, aku mengalungi tas sekolah pada punggung ku dan menuruni tangga rumah lalu menuju ruang makan. Papa, Mama, dan Mile, adik perempuan ku ternyata sudah berkumpul di ruang makan sedang sarapan bersama sambil berbincang ala keluarga hangat normalnya. Kemudian, aku menyapa mereka dan menarik salah satu kursi di meja makan itu. Untuk menikmati sarapan bersama pada pagi ini.
***
Setelah mengantar Mile ke sekolahnya, aku menjemput Zoe yang rumahnya tidak jauh dari SMP Mile. Zoe sudah menungguku di depan rumahnya dan bersama dia, aku melajukan mobil ku menuju sekolah. Zoe adalah pacar ku omong – omong. Pacar sementara ku. Dia sama saja seperti perempuan lain yang mengejar - ngejar ku; perempuan cantik dengan sikap yang manja.
Aku dan Zoe berjalan beriringan masuk ke dalam sekolah, mengantarkannya ke dalam kelasnya lalu berlalu pergi ke ruang osis. Entah mengapa, aku suka saja menghabiskan pagi ku di ruang osis, berkutat dengan tugas – tugas osis yang masih harus dikerjakan. Lagi pula, biasanya kalau pagi tidak ada orang di ruang osis. Jadi, aku dapat leluasa berpikir dengan tenang tanpa ada bising.
Ketika sampai di ruang osis, aku berniat untuk membuka kunci pintu. Namun, ternyata pintu itu sudah terbuka, menandakan sudah ada orang yang membuka ruangan ini terlebih dahulu sebelum aku. Tetapi, yang memiliki kunci osis hanyalah aku dan pembina osis, Pak Suyono. Ataukah Pak Suyono yang membuka pintu ruangan ini? Ah, tapi tidak mungkin sepagi ini.
Aku membuka pintu itu pelan – pelan, melangkah masuk dan melihat sekitar. Tetapi tidak ada siapapun di dalam. Perlahan - lahan, aku melanjutkan berjalan melalui ruang osis sampai ke ruang belakang. Semakin kaki ku mengarah ke ruang belakang osis, aku bisa mendengar suara perempuan menangis. Jantung ku berdegup kencang, takut - takut jika aku menemukan sesuatu yang aneh; hantu contohnya.
Aku langsung menghembuskan nafas dan menetralkan kembali jantung ku ketika melihat seorang perempuan yang membelakangi tubuh ku sambil memegang kedua lututnya. Bukan hantu ternyata.Rambutnya yang ikal diikat satu, tampak indah dan rapi sehingga tidak tergerai berantakan mengenai almet osis yang ia kenakan. Aku bersyukur untuk kedua kalinya karena untungnya dia bukan hantu. Tetapi aku masih penasaran mengapa dia bisa di sini pagi – pagi dan menangis sendirian? Menyeramkan.
"Ehm, hei?"Aku berusaha menyadarkan dia adanya keberadaanku disini. Tidak ada sautan dari perempuan itu kecuali nafasnya menjadi lebih teratur dan tidak mengeluarkan suara tangis yang berisik. Aku menghampiri nya, berlutut disampingnya dan menepuk pundaknya.
"Hei? Lo kenapa?"Tanya ku lembut. Dan perempuan itu menengok ke arahku. Alina? Ya, sepertinya aku mengenal nya dengan mata sembab dan merah itu. Alina adalah anak osis, menjabat sebagai ketua bendahara.
"Eh, sorry, Kak. M-maaf"Jawab nya sambil menghapus air mata yang berada di wajahnya.
"Lo kenapa? Kok nangis sendirian di sini? Dapet kunci ruang osis dari mana?"Tanya ku kembali lebih detail.
"Ehm, gapapa kok, Kak. Tadi pintu nya udah kebuka, jadi gue masuk aja. Maaf gue lancang"Jawab Alina dengan canggung.
"Ohh, iya, baru inget gue lupa ngunci ruang osis semalem"Aku menepuk jidat sendiri ketika meningat kemarin sore Mile sudah cerewet meminta untuk di jemput setelah rapat sehingga aku lupa mengunci ruang osis kembali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alina Untuk Edgar
Teen FictionKetika dunia hanya menyediakan kepahitan setiap harinya, Alina Catherine tidak pernah menyerah. Dia terus berjuang dalam hidupnya yang menyedihkan. Sampai satu kejadian membawa Alina bertemu dengan seseorang yang menjadi alasan dia hidup, alasan dia...