[Bab 10]

49 9 0
                                    

"Aku benci ketika harus kalah dengan keadaan"

Aku memukul setir berkali – kali, marah terhadap semuanya. Marah terhadap keadaan, marah terhadap diri sendiri, marah terhadap Zoe dan juga Alina. Entah, semuanya terasa berlalu begitu cepat. Aku tidak bisa mencernanya, seakan semuanya datang secara bersamaan.

Sambil menyetir untuk pulang ke rumah, aku berdecak kesal sesekali, merutuki diri ku yang menjadi bodoh dalam hal perempuan. Zoe dan Alina ... mereka unik, mereka berbeda, dan mereka sangatlah rumit. Berbeda dengan perempuan lainnya yang pernah aku pacari dan aku buang begitu saja.

Bagaimana bisa seorang playboy handal seperti aku terkalahkan dengan dua perempuan biasa? Tentu ini sangat memalukan bagi reputasi ku. Tapi, semua itu sangat tidak penting untuk sekarang. Entah apa langkah selanjutnya yang akan aku lakukan. Melupakan Zoe dan mengejar Alina? Atau mencoba mengejar Zoe kembali? Atau ...? Benar – benar aku kehilangan arah saat ini.

Jika di pikir – pikir, lebih baik aku melupakan ini semua terlebih dahulu. Aku ingin menghilangkan semua kekesalan yang aku rasakan. Sial ! aku jadi laki – laki lemah saat ini. Kemudian aku menyalakan radio untuk mengisi kesunyian dalam mobil ini. Dan, sebuah lagu yang aku rasa pernah aku dengar tempo hari lalu teralun memenuhi pendengaranku.

So let me just give up. So let me just let go. Lirik itu ... mengingatkan aku kepada ... Alina. Aku tersadar, itulah lagu yang Alina nyanyikan tempo hari lalu? Aku rasa. Ah, lagi – lagi aku teringat Alina. Bisa kah aku berhenti dengan semua omong kosong ini? Aku menghela nafas kasar. Dan melanjutkan fokus menyetir.

***

Aku memandang arloji yang terpakai di tangan kiri ku. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, artinya aku dan para panitia sudah diperbolehkan untuk mengambil 1 jam istirahat sebelum memulai penutupan Garuda Cup. Sementara acara penutupan itu sendiri dimulai pukul setengah 7 malam sampai pukul 10. Jadi, sebelum pulang dan bersiap – siap, aku mengontrol semua pekerjaan para panitia.

Sesudah semua urusanku selesai, aku mengirimkan pesan kepada Zoe dengan niat untuk mengantarkannya pulang, namun beberapa menit setelah itu Zoe tidak kunjung membalas pesan ku. Jadi, aku memutuskan mencari Zoe dan aku mengetahui bahwa dia sedang bersama dengan teman – temannya di kelas 12MIA-A melalui salah seorang anak mading.

Dengan tergesa – gesa, agar tidak membuang waktu, aku berjalan melewati koridor kelas 12 dan melangkahkan kaki menuju 12MIA-A yang berada dekat toilet. Tetapi, dari kejauhan aku melihat Alina sedang terdiam berdiri di depan toilet, entah apa yang dia lakukan di sana sendirian. Aku berniat untuk menghampirinya, tetapi aku kembali mengingat tempo hari lalu dimana Alina menjauhi ku tanpa alasan dan meminta ku pergi.

Sebenarnya aku tidak ingin menjauhinya, tapi, sikap keras kepala dan menyebalkannya membuat ku luluh untuk menjaga jarak dengannya juga. Aku melambatkan pergerakan kaki ku, rasanya semakin mendekat, tubuh ku semakin ingin berhenti, membeku di tempat, tetapi dengan segala kekuatan, aku tetap berjalan dengan kaki jenjang ku ini.

Semakin dekat, semakin dekat, dan dia menoleh ke arah ku. Dia bergeming diam, membuat kecanggungan di antara kami. Aku terpaku dengan bola mata berwana kecoklatan miliknya itu. Mata itu indah, menawan, dan entah selalu ada kilatan cahaya gembira di sana. Apa kabar dia? Baru beberapa hari tapi aku sudah merindukannya ...

Hati ini selalu terasa aneh di dekat Alina. Aku belum berani untuk menyatakan apapun tentang perasaan ku kepada Alina. Semuanya masih buram.

Kami saling bertatap muka, namun tidak ada pergerakan sama sekali. Aku ingin menyapa, tapi, mulut ini terlalu kaku untuk menggerakan lidah dan menyapanya. Entah apa yang membuat aku ikut bergeming di depannya. Aku ingin melangkah, tetapi tatapan itu membuat aku terdiam di sini. Menikmati kecanggungan di antara kami. Sampai tiba – tiba pintu 12MIA-A terbuka dan terlihat gerombolan perempuan.

"Ya iyalah, gue pacarin dia cuma buat tenar. Kal--"Seorang perempuan yang berada di paling belakang langsung terdiam ketika sadar adanya aku dan Alina di dekatnya.

"Ed—edgar? Kamu ngapain ke sini?"Perempuan itu—Zoe, langsung terkesiap melihat kehadiran aku dan Alina. Aku rasa pendengaranku masih baik—sangat baik, dan aku bisa mendengar jelas bahwa Zoe menyatakan bahwa dia memacari ku hanya untuk sekedar ketenaran. Apa aku benar?

"Lo ngomong apa tadi?"Rahang ku semakin mengeras saat perlahan aku mendekatkan diri pada Zoe. Tanpa peduli orang – orang di sekitar kami. Aku yakin aku benar mendengar hal itu tadi. Aku sangat yakin, semua orang di sini juga bisa mendengar itu, dan juga Alina.

"A-ah? Ngomong apa, Sayang?"Sepertinya Zoe berpura – pura bodoh di sini, hah? Rasanya hati ku hancur mendengar perkataanya, namun kemarahan dan kekecewaan lebih mendominan dalam diri ku sekarang di bandingkan dengan kesedihan.

Tanpa menoleh sedikitpun, aku bisa melihat melalui ujung mata ku bahwa Alina berjalan melewati kami dan berlari kecil pergi dari sini. Masih dengan kekesalan, aku mencoba untuk mengorek informasi yang sebenarnya dari Zoe. "Ngomong sekali lagi!"Bentakku keras kepada Zoe.

"Ngomong apa sih, Gar? Kamu serem kaya gini, tolong, udah, itu ngga penting"Aku bisa melihat ketakutan di dalam mata Zoe. Aku tidak peduli, mau dia takut atau tidak, aku ingin kebenarannya.

"Gue bilang ngomong sekali lagi! Ulangin apa yang tadi lo omongin!"Aku semakin berapi – api. Tidak hanya Zoe yang takut, melainkan teman – teman nya juga yang mungkin melihat ku sebagai orang kesetanan. Kemudian aku terdiam dan juga mereka ketika seorang perempuan keluar dari toilet, yang aku rasa dia adalah teman Alina—Rei kalau tidak salah namanya?

"Jelasin woy!"Aku kembali mengobarkan api kemarahan ku ketika Rei sudah berlalu pergi. Aku memukul tembok di belakang Zoe dan membuat perempuan itu terlonjak kaget.

"DIA PACARAN SAMA LO CUMA BUAT TENAR, EDGAR!"Tiba – tiba seorang di antara gerombolan Zoe buka mulut dengan kemarahannya. Entah, aku juga bingung apa yang membuat dia marah? Padahal urusan ku hanya dengan Zoe, bukan dengannya.

"Oh, jadi gini kebusukan lo?"Aku tersenyum sinis dan mundur beberapa langkah dari Zoe. Yang aku sindir hanya terisak menangis. Tidak, aku tidak peduli, mau dia menangis, guling – guling, apapun, nyatanya dia telah membuat ku benci terhadapnya.

"M-m-aafin aku"Ujar Zoe di sela – sela tangisannya.

"Basi lo!"Aku menghentakkan kaki ku sebelum pergi meninggalkan tempat itu. 

Ketika semua teman – teman Zoe mengerubunginya dan mencoba untuk menenangkan nya, seorang dari mereka malah mencengkram tangan ku dan membisikan sesuatu."Dia selingkuh sama Airel"Aku terbelak kaget mengetahui hal itu. 

Cukup sudah, perempuan murahan itu benar – benar punya sejuta kebusukan. Aku menatap teman Zoe itu dan menepis tangan ku. Dengan gusar, aku berjalan pergi dari tempat itu dan menuju ke rumah.

***

Hai, readers!

Gimanaa nihh sama part yang iniii?

Jangan lupa vote, dan comment ya!

Keep reading! Thankyouu

xxlovexx

Alina Untuk EdgarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang