"Ketika dunia memperlakukan mu dengan kejam, tutup mata mu, dan bertahanlah"
Aku segera menuju ke taman belakang sesaat setelah mengetahui bahwa Rei tak ada di kelas. Jika sudah jam 06.15, sudah dipastikan Rei tidak akan masuk sekolah. Ah, baru saja aku merasakan kebahagiaan semalam. Tapi, hari ini semuanya kembali berubah drastis. Semuanya kembali menyakiti ku.
Dan, di sini lah aku. Duduk diam di tengah taman belakang. Merenungkan hidup menyedihkan ku sambil menangis sesegukan. Tidak ada siapapun di sini juga, jadi aku leluasa untuk mengeluarkan isi hati ku. Jika Edgar mengkhianati ku. Lantas, sekarang apa?
Satu – satu nya alasan aku untuk hidup sudah hilang, sirna. Seiring menetesnya air mata ku, aku berusaha menguatkan diri. Bunda ... aku mohon tolong aku. Bawa saja aku ke tempat yang lebih baik bunda. Aku mohon. Rasanya pedih untuk mengatakan hal itu. Aku memang tidak berguna hidup dalam dunia ini.
Sampai satu suara membuat aku terkesiap. "Alina?"Dari arah belakang, aku bisa mendengar suara laki – laki. Tapi, aku tau itu bukan Edgar. Itu orang lain.
Aku berbalik, dan menemukan Davin berdiri tepat di belakang ku. "Eh, Vin. Ehm, kenapa?"Aku mengusap air mata yang membasahi wajah ku.
"Sorry, gue nyari lo tadi. Mau balikin ini ..."Davin menyodorkan aku seragam milik ku yang kemarin aku titip padanya.
Aku mengambil seragam itu dan tersenyum, "Makasih, Vin"
"Lo kenapa?"Davin mengambil duduk tepat di sebelah ku.
"Gue ngga apa – apa"Jawab ku berbohong. Ah, entahlah, aku tidak ingin lagi menambahkan orang lain dalam hidup menyedihkan ku.
"Eh, dimana – mana cewe kalo ngomong gapapa tuh pasti ada apa – apanya. Cerita aja ke gue, gue ngga bocoran kok, tenang aja"Ujar Davin seakan emyakinkan ku.
"Ih di bilang gue ngga apa – apa, Vin. Serius deh"Aku berusaha untuk meyakinkan Davin.
"Oke, gini deh. Kalo gitu, boleh gue beliin lo es krim? Itung – itung biar bikin lo seneng aja"Davin menawari ku. Aku tidak enak menolak, tapi, tidak enak juga untuk menerima nya. Lagipula, niat Davin sangat baik.
Hanya untuk menghargai niat Davin, aku menjawabnya "Kalau lo ngga keberatan"
Davin tersenyum kemudian mengajak aku ke kantin bersama. Tangannya menggenggam ku pada awal – awal. Tapi, dengan cepat aku melepas genggamannya. Tidak, aku tidak mau memulai apapun. Aku telah percaya namun dikhianati, aku pernah disayang namun dicampakkan. Aku tak akan dijadikan seperti itu lagi. Aku berjanji pada diri ku sendiri
"Mau yang mana?"Davin menunjuk ke arah tumpukan es krim yang di jual di kantin.
"Yang ... ini aja"Aku menunjuk salah satu es krim rasa coklat.
"2 ya, pak"Davin ikut menunjuk es tersebut lalu mengeluarkan sejumlah uang.
Setelah selesai membayar, Davin memberikan aku es krim tersebut. Kemudian, aku dan Davin kembali ke taman belakang. Menikmati es krim sebelum bel memulai pelajaran berbunyi.
Rasanya lebih baik, memiliki seseorang di sisi mu di saat dunia mengkhianati kamu. Rasanya lebih baik, memiliki seseorang yang menghibur kamu di saat kamu menangis. Ya, semuanya terasa lebih baik saat Davin datang.
Tapi, bukan berarti aku jatuh cinta padanya. Aku hanya ... merasa sangat terima kasih kepada Davin. Hati ini ... masih ada pada Edgar. Hanya Edgar seorang. Walaupun terasa lebih baik, tidak berarti juga aku melupakan semuanya. Ayah, dan Edgar. Dua laki – laki yang dulunya aku percaya. Tapi, mengkhianati ku.
"Vin"Aku menatap kepada Davin sambil mengecap es krim ku.
Davin hanya menoleh kepada ku dan menautkan kedua alisnya, tanda bertanya 'kenapa?', "Gue boleh minta satu permintaan ngga?"Tanya ku kepada Davin. Entahlah, ide ini hanya keluar begitu saja.
"Apapun buat lo"Ucap Davin dengan datar. Tidak terlihat serius, tapi, juga tidak terlihat bercanda.
"Vin, serius gue ih"Aku berdecak kesal.
"Iya, gue juga serius. Apapun buat lo, Alina"Kali ini, Davin mengatakannya sambil menatap lekat – lekat kedua bola mata ku. Dan, kali ini, aku merasakan kesungguhan dalam perkataannya.
Ah, apa – apaan ini? Aku langsung menggeleng. Menghilangkan segala keanehan dalam pikiran ku. "Bolos sekolah hari ini ... Ajak gue kemana pun lo mau"Pinta ku kepada Davin. Sementara, Davin terlihat berpikir panjang.
Aku rasa terlalu lama, pasti Davin tidak mau. "Eh-m, ngga jadi. Ngga usah. Tadi permintaan gue bego banget. Lupain aja"Aku sedikit cengengesan.
"Yaudah, yuk"Tiba – tiba Davin langsung berdiri dan mengulurkan tangannya.
***
Hai, readers - readers ku sayangg!
Part yang ini bikinnya langsung banget setelah part yang sebelumnya loh ehee
Langsung ngetat ini kepala hadoee
By the way, part ini emang lebih dikit dari yang biasanya, maaf ya;(
Kira - kira Alina sama Davin kemana ya?
Penasaran tidakk?
Tunggu kelanjutannya yaa!
Jangan lupa vote dan comment, okee?
Terima kasihh
xxlovexx
![](https://img.wattpad.com/cover/104515720-288-k30357.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alina Untuk Edgar
Teen FictionKetika dunia hanya menyediakan kepahitan setiap harinya, Alina Catherine tidak pernah menyerah. Dia terus berjuang dalam hidupnya yang menyedihkan. Sampai satu kejadian membawa Alina bertemu dengan seseorang yang menjadi alasan dia hidup, alasan dia...