[Bab 22]

41 5 0
                                    

"Everything lead me back to you"

"AAA DAVINN!"Aku berteriak seiring tawa lepas ku menderai di tengah pantai.

Davin mengajak aku ke sebuah pantai, masih berada di sekitar daerah Jakarta. Jadi, tidak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke sini. Untuk saat ini, Davin dan aku bermain air di pantai. Membiarkan air membasahi seragam putih abu – abu kami.

"Jangan coba – coba lari!"Davin mengejar aku yang sudah beberapa meter di depannya. Berusaha menghindar dari Davin yang jahil mencipratkan air.

"Sini! Bisa ngga ngejar gue?"Aku meremehkan Davin yang sedang mencoba bernafas setelah berlari – lari.

"E-eh tunggu dong, cape nih"Davin bernafas tersengal – sengal, memegang kedua tempurung lututnya untuk beristirahat sebentar.

Melihatnya, aku langsung merasa sedikit tidak enak. Jadi, aku berjalan kembali padanya dengan sisa tawa. "Ah cupu!"Ejek ku di saat aku sudah berada di hadapannya.

Bruk!, tepat saat itu juga, Davin langsung menangkap ku. Sayang, kekuatannya yang begitu besar di banding aku, membuat kami terjatuh. Oops, lebih tepat lagi Davin jatuh di atas ku, sedangkan aku terjantuh telentang. Untuk sesaat, mata kami bertemu.

Mata coklat legamnya yang hampir sama dengan milik aku, terpajang tepat di hadapan ku. Deru nafas nya masih terdengar sangat jelas di pendengaran ku. Wajahnya basah terkena air. Tapi, masih menyisakan kemanisan pada sunggingan bibir yang dia berikan.

Aku menahan nafas ku, melihat karya Tuhan yang begitu indah di hadapan ku. Sampai sebuah ombak menerpa aku dan Davin. Dengan segera, aku langsung kembali bangkit berdiri, menyentak tubuh Davin yang masih tepat di atas ku. Seperdetik kemudian, Davin juga ikut bangkit.

"E-eh, sorry"Ucap nya sedikit malu. Aku hanya tersenyum simpul, sedikit merasa canggung setelah kejadian tadi.

Untuk beberapa saat, semuanya terasa hening, menyisipkan kecanggungan di antara kami. "Gue kedinginan, ngga bawa baju"Aku merasa seperti anak kecil di depan Davin.

Davin menghela nafas dan tersenyum. Memberikan tatapan yang tidak bisa aku jelaskan. "Yaudah, yuk. Cari toko baju deket sini"Davin menarik aku menjauh dari pantai.

Setelah beberapa lama berjalan kaki, akhirnya aku menemukann sebuah toko souvenir. Mungkin mereka menjual baju di sana. Jadi, aku mengajak Davin memasuki toko tersebut. Sebuah bel berbunyi sesaat setelah aku membuka pintu tersebut. Aku menyentak, sedikit kaget akan hal itu.

Bel itu, mengingatkan aku saat aku membuka pintu sebuah restoran pada malam itu. Malam dimana hujan mengguyur deras, dan aku terjebak bersama Edgar di sana. Memori itu bisa saja terulang lebih jauh jika saja suara Davin tidak mengagetkan ku.

"Hei? Lo gapapa?"Tanya Davin ketika melihat tatapan ku terpaku pada bel tepat di atas pintu toko.

"Selamat pagi! Bisa saya bantu?"Tanya seorang perempuan yang berdiri di belakang kasir.

"Uhm, ya. Di sini jual pakaian?"Davin bertanya sambil berjalan ke tempat kasir.

"Ya, ada di bagian belakang. Hanya untuk all-size"Jawab perempuan itu sambil tersenyum.

"Al?"Davin menatap ku. Menyadari hal itu, aku berjalan ke bagian belakang perlahan. Memori tadi seakan menampar ku jauh, membuat aku sedikit merasa tidak enak sekarang.

Ketika sampai di bagian belakang, aku mencari pakaian perempuan. Sedangkan Davin mencari di bagian laki – laki. Rak per rak aku telusuri satu – satu. Tetapi, tidak ada sama sekali yang muat untuk ku, semuanya terlalu kebesaran untuk ukuran aku. Sampai, akhirnya aku menemukan beberapa hoodie yang tergantung rapi.

Aku melihatnya satu per satu. Dan, aku memilih sebuah hoodie berwarna hitam dengan sedikit motif gradasi abu – abu di bagian bawahnya. Warnanya hitam, sama seperti hoodie milik Edgar yang aku kenakan di malam hujan itu. Ah, entah mengapa toko ini mengingatkan aku pada restoran dan malam hujan itu.

Malam dimana Edgar menyatakan perasaan palsu nya kepada ku.

"Al? Udah selesai?"Davin berdiri sedikit jauh di depan ku, sambil memegang satu pasang pakaian.

Aku sedikit tersentak (lagi), "H-ah? I-iya ini udah, Gar"Ucap ku gelagapan. Davin menaikkan satu alisnya. Tunggu, apa aku baru saja menyebut 'Gar'? Oh, tidak.

"—Davin, sorry"Aku memperbaiki kesalahan ku sambil mengusap wajah.

"Gue tunggu di kasir"Davin tersenyum kecil lalu melenggang pergi ke kasir.

Oh, tidak, tidak. Ah, bodohnya Alina!. Aku jadi merasa tidak enak terhadap Davin, pasti salah nama tadi menyinggung perasaanya. Bodoh, bodoh, bodoh!. Setelahnya, aku langsung asal mengambil sebuah rok hitam di dekat ku. Masa bodoh itu muat atau tidak.

Aku berjalan ke kasir, membawa dua barang di tangan ku. Sementara Davin sudah menunggu di kasir. Badannya membelakangi aku, basah air membuat seragam Davin menjadi sedikit tembus pandang. Badan kekarnya terlihat sedikit jelas di pandangan ku. Cukup maskulin.

"Ini"Ucap ku dengan senyum canggung sambil menyerahkan hoodie dan rok tadi ke kasir.

Perempuan yang menjaga kasir tersebut mencatat harga – harga barangnya lalu memberikan harga kepada Davin. Setelah membayar, aku dan Davin keluar dari toko tersebut. Kembali berjalan kaki untuk mencari toilet yang bisa digunakan untuk berganti pakaian.

Dan, selama perjalanan itu, Davin sama sekali tidak mengeluarkan suara. Begitu juga dengan aku. Tadi sudah cukup canggung antara aku dan Davin. Aku tidak mau lagi menambah atmosfer canggung di antara kami.

***

Haii, readers!

Makasih ya udah nungguin part yang ini hehe

Gimana nih menurut kalian sama yang ini?

Masih ada next chapter tentang Davin-Alina kok!

Ditunggu yaaa

Keep reading!

Terimkaasiii

xxlovexx


Alina Untuk EdgarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang