Prang.
Suara barang pecah memenuhi seisi ruangan setengah gelap itu.
"Ini palsu!" Teriak seorang pria. Tingkahnya seperti orang gila. Bagaimana tidak? Untuk merebut Sakura Emas dari salah satu anggota Akasuna bukan lah hal yang mudah. Ia harus menunggu dua tahun untuk menjalankan aksinya. Uang yang dikeluarkannya juga sudah habis-habisan. Dan setelah semuanya, yang ia dapatkan hanya barang imitasi!
"Aku membayar kalian untuk membawa Sakura Emas. Bukan benda tak ada harganya macam ini!"
Sebenarnya bukan benda itu yang paling diincarnya. Ada lagi benda yang lain yang juga jadi incaran banyak orang. Benda yang hilang di Relic Ball beberapa tahun lalu sebelum Sakura Emas di lelang.
Pria itu menggeram saat tangan dingin mengusap pundaknya, "Kita akan mendapatkannya lagi. Fokus mereka sedang pecah saat ini." Suara merdu itu setengah ketakutan karena berhadapan orang yang sedang dikuasai emosi.
Shion hanya berdiri pasrah saat pria itu tiba-tiba membalikkan tubuhnya lalu menciumnya ganas.
Kenapa semuanya harus ada di tangan Akasuna? Sakura Emas, lalu Sword tears—yang kemungkinan besar juga ada di tangan Akasuna.
"Aku sangat marah. Kau tahu apa yang bisa aku lakukan padamu saat aku marah?" Suara rendah pria itu membawa Shion masuk ke dalam lorong gelap. Perempuan itu tidak akan dibiarkan lepas sebelum dirinya merasa puas.
oooo
"Maaf, aku bukannya ingin melarangmu datang menjenguk. Tapi, keadaannya saat ini berbahaya." Konan mengangguk paham, ia sedang berdiri di hadapan Sasori saat ini. Sorotan matanya masih tertuju pada pemandangan dibalik kaca kamar Sakura.
"Aku mengerti."
"Yamato akan mengantarmu sampai tiba disana. Aku titip salam untuk Tousan dan Kaasan ya. Katakan pada Kaa-san, Sakura baik-baik saja."
"Kalau ada hal lain yang kalian butuhkan, beritahu aku. Aku akan membantu."
Sasori tersenyum, kakak iparnya ini sudah cukup membantu. Konan jadi pengalih perhatian orang tuanya —terutama kaa-san nya— untuk setidaknya istirahat menanyakan keadaan Sakura. Wanita itu dan Akira akan terbang ke Oslo malam ini.
Sasori lalu mengikuti arah pandang Konan. Sasuke terlihat mengobrol dengan Akira di dalam kamar Sakura. Keponakannya baru berhenti menangis setelah diambil alih oleh Sasuke.
Sasuke mengusap punggung bocah kecil yang sedang digendongnya. "Sakura Baa-san akan bangun kan?" Cicitnya.
"Iya." Jawab Sasuke sambil memandang wajah Sakura.
"Kasihan Boy. Dia menangis terus di rumah." Sasuke tersenyum mendengar kalimat polos Akira. "Sasuke jii-san akan menjaganya kan?" Gerakan tangan Sasuke tiba-tiba berhenti. Perasaannya kebas saat mendengar pertanyaan Akira.
Menjaganya..
"Tentu saja." Apapun akan ia lakukan asal Sakura baik-baik saja.
"Dia tidur terus—" Akira kembali memeluk leher Sasuke dengan lesu, "—aku merindukannya."
"Hn, aku juga."
oooo
Kankuro kembali masuk ke dalam setelah memastikan semua orang-orang kiriman temannya tersebar rapih di seluruh sudut rumah Ruiz. Malam ini—setelah musuh mereka sadar kalung yang dibawa Sakura saat kecelakaan bukan kalung yang asli—rumah ini pasti disantroni beberapa orang.
Satu orang suruhannya menyelundup menggantikan salah satu pion lawan yang terbunuh tadi malam. Sayangnya, siapa dan apa motif bos besar itu masih belum ketahuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave
FanfictionAkasuna Sakura tahu dirinya tak sepenuhnya sempurna. Bisa memiliki semuanya tidak berarti bisa memiliki Sasuke juga. Benarkah? Kita lihat siapa yang akan tertawa pada akhirnya... kau hancurkan hati ku, aku hancurkan mobilmu. "Kau tahu lagu ini sayan...